Mengupas Buku Gerakan Aceh Merdeka, Jihad Rakyat Aceh Mewujudkan Negara Islam
Info Buku
Judul Buku : Gerakan Aceh Merdeka; Jihad Rakyat Aceh Mewujudkan Negara Islam
Penulis : Al-Chaidar
Editor : Zulfikar Salahuddin dan Imam Zulqarnain
Penerbit : Madani Press
Tahun : 1999
Jumlah Halaman : 331 dan terdiri dari IX bab.
Resiator : Husaini Muzakir Algayoni*
Biografi Penulis
Sebelum mengulas buku yang ditulis oleh Al-Chaidar yang berjudul “Gerakan Aceh Merdeka; Jihad Rakyat Aceh Mewujudkan Negara Islam”, resiator ingin terlebih dahulu memaparkan biografi beliau. Sebelum mengetahui ulasan buku melalui ide pemikirannya yang dituangkan melalui pena alangkah lebih baiknya kita mengetahui terlebih dahulu siapa sosok Al-Chaidar ini. Al-Chaidar lahir di Lhokseumawe, Aceh 22 November 1969. Menyelesaikan S1 di Jurusan Ilmu Politik pada Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Indonesia tahin 1996. Semasa Mahasiswa beliau aktif diberbagai kegiatan kampus dan berbagai macam kegiatan lainnnya dalam negeri maupun luar negeri, resiator mengetahui nama Al-Chaidar adalah pengamat teroris yang sering suara beliau mengudara di siaran televisi Nasional.
Pendahuluan
Bagi resiator (penulis) Aceh adalah daerah yang kuat yang mana dikuatkan dengan nafas Islam, para pejuang Aceh mengusung semangat Islam untuk melawan kafir penjajah dan mengusir dari tanah Aceh ini. Sebelum perang Aceh meletus pada tahun 1873, sebelumnya Aceh sudah berperang melawan serdadu-serdadu Belanda dan pada akhirnya perang pun usai sekitar tahun 1913-1914. Dalam keadaan perang tersebut Aceh sulit ditaklukkan karena para pejuang Aceh melawan kafir penjajah dengan semangat “mati syahid”. Oleh karena itu gejala ini dalam bahasa Belanda disebut Atjeh Moorden atau dalam istilah Aceh disebut dengan Aceh Pungo (Aceh Gila). Dan bagaimana hebatnya semangat Jihad orang Aceh, dilukiskan oleh Zentgraaf dalam bukunya “Atjeh” bahwa orang Aceh, pria dan wanita berjuang karena kepentingan negerinya dan agama yang tidak kalah gagahnya dengan tokoh-tokoh perang terkenal bangsa Belanda. Dan pemimpin perang Belanda yang pernah berperang diseluruh kepulauan Indonesia mengakui bahwa tidak ada satu bangsa yang begitu gagah berani dan fanatik dalam peperangan kecuali bangsa Aceh. Wanita-wanitanya mempunyai keberanian yang melebihi wanita-wanita Belanda. Setelah perang Aceh usai; Aceh kembali berada dalam keadaan kacau balau dengan adannya DI/TII dan munculnya Gerakan Aceh Merdeka yang membuat rakyat Aceh kembali berada dalam suasana perang. Sekian lamanya Aceh berperang Namun Aceh tetap solid dan tetap bertahan sampai sekarang dengan semangat Islam dan masa depan Aceh yang dituangkan oleh Sultan Iskandar Muda dengan konsep Negara Islam yang menerapkan Syari’at Islam dan di teruskan oleh para pejuang DI/TII yang ingin menjadikan Aceh sebagai Negara Islam walaupun cita-cita mereka tidak tercapai namun Aceh masih menerapkan Syari’at Islam, karena Aceh adalah hasil dari semangat jihad dengan nafas Islam.
Kelebihan Buku al-Chaidar
Dari beberapa bab yang ada dalam buku ini, bab yang paling menarik perhatian resiator ialah tentang munculnya Gerakan Aceh Merdeka. Yang mana al-Chaidar secara jelas dan lengkap menjelaskan bagaimana awal lahirnya Negara Islam Aceh, GAM serta perkembangannya dan disertai dengan fakta-fakta yang menarik seakan-akan bagi yang membacanya hadir dalam alur cerita tersebut, para tokoh DI/TII juga disebutkan secara singkat namun ketika membaca kisah hidup meraka bisa membuat mata merah dan emosi berjalan karena kisah hidup mereka begitu tulus dan setia terhadap perjuangan Aceh. buku ini juga dilengkapi dengan berbagai moment-moment penting dengan foto-foto yang mungkin susah untuk didapatkan pada masa saat sekarang ini dan lampiran-lampiran yang bisa menguak sejarah yang tersembunyi.
Menurut resiator pasca perang Aceh meletus pada tahun 1873 ada dua proklamasi yang penting dalam sejarah Aceh yaitu proklamasi Berdirinya Negara Islam Aceh dan proklamasi Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Sebagai masyarakat Aceh, perlulah mengetahui sejarah yang melanda di Aceh ini. Karena sejarah Aceh merupakan suatu yang harus kita ketahui sampai nanti ke cucu-cucu kita kelak masa yang akan datang. Oleh Karena itu, menarik untuk mengupas dalam buku al-Chaidar ini Mengapa Gerakan Aceh Merdeka Muncul ?
Untuk menjelaskan mengapa sampai munculnya GAM, perlulah disini digambarkan latar belakang sosiologis terciptanya persinggungan antara rakyat Aceh dengan pemerintah Orde Baru. Bila kita mengamati seksama situasi dan kondisi Aceh selama terlibat dalam program “Pembangunan” Orde Baru, ternyata ada kesan selama itu pemerintah pusat memberlakukan rakyat Aceh seperti tumbuhan bonsai, boleh tumuh tapi tidak boleh besar. Orang Jawa dan Batak secara kebetulan menjadi gunting dalam membentuk tanaman bonsai itu. Kultur budaya rakyat Aceh kontemporer tak lagi berorientasi religi sebagaimana yang digambarkan dalam “Hikayat Malem Dewa”. Pergeseran dipicu oleh sangat agresifnya politisasi pemerintah Orde Baru kepada para ulama Aceh pada lembaga-lembaga keagamaan seperti pesantren. Dimana sesungguhnya ulama harus berfungsi sebagai benteng moral masyarakat Aceh, tanpa dilibatkan dalam arena politik praktis tapi apa yang terjadi sebaliknya sampai-sampai muncul suatu satire dalam bahasa Aceh, “Ulama jameun pijuet-pijuet sebab geu kaleut bak buleun puasa, Ulama jinoe teumbon-teunbon gadoeh eik treeun bak istana”, artinya: “Ulama dulu kurus-kurus sibuk berdzikir dalam goa seperti bulan puasa, Ulama sekarang buncit-buncit nak turun pendopo raja”.
Realitas ini dibuktikan oleh gejala bahwa puluhan ribu generasi muda Aceh tidak lagi menuntut ilmu pada pesantren-pesantren di daerah, tetapi secara bergelombang mereka memilih belajar agama di luar daerah. Begitu juga dengan budaya berbusana, tempat-tempat hiburan mulai marak di setiap kota kabupaten di Aceh.
Pergeseran nilai juga terjadi pada orientasi politik. Orang Aceh masa dulu (meminjam bahasa sosiologi) sesuggunhya orang-orang yang cinta demokrasi. Hanya ada tiga etnik dengan bentuk pemerintahan tradisional yang merupakan satu dari tiga cikal bakal demokrasi di Indonesia. Kesultanan Aceh dengan sistem pemerintahan federasi (Tiga Sagi), menunjukkan ciri khas demokrasi yang telah lama berlangsung di Aceh.
Dari segi ekonomi, sosial yang kemudian terjadi di Aceh labih banyak disebabkan pemerintah banyak menerapkan sistem sentralistik. Tidak adanya perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, telah menjadikan Aceh sebagai daerah miskin. Kondisi Aceh pada tahun 1970-an setidaknya mencerminkan keadaan yang timpang itu. Sehingga ada sebuah anekdot: “Di Jakarta jembatan banyak tapi sungainya tidak ada. Di Aceh sungainya banyak tapi jembatannya tidak ada”.
Telah disebutkan diatas tadi bahwa kondisi budaya, politik dan ekonomi yang dibangun Orde Baru ternyata tidak sangat menguntungkan bagi kalangan umat Islam di Aceh. apalagi label “Daerah Istimewa” bagi daerah Aceh telah dikebiri oleh pemerintah Orde Baru, ditambah rakyat Aceh hanya bisa terkesima melihat daerahnya dijajajah secara sangat eskplosif oleh pusat. Maka timbullah penyamaan persepsi rakyat Aceh terhadap pemerintah Orde Baru dengan pendahulunya pemerintahan Orde Lama, yaitu sama-sama penipunya. Terbesitlah pemikiran lain rakyat Aceh untuk mengadakan oposisi kembali dengan negara RI. Lewat pengaruh salah seorang ulama Aceh, Tgk Daud Beureueh dan didukung oleh berbagai intelektual dari golongan ulama lainnya seperti Tengku Ilyas Leube, Tengku Hasbi Geudong, Dr. Muchtrar Yahya Hasbi, Tengku Fauzi Hasbi Geudong dan tokoh-tokoh lain, mereka ingin membentuk negara Islam kembali. Perjuangan yang akan mereka lakukan adalah perjuangan kelanjutan Republik Islam Aceh (RIA).
Perjuangan yang mereka tempuh adalah dalam upayanya untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat Indonesia tentang arti politik pemerintahan Orde Baru yang sudah jauh menyimpang dari rel kebenaran. Oleh karena itu untuk mempercepat jalannya jihad rakyat Aceh, kemudian disusunlah rencana perlawanan dan memperkokoh basis perjuangan. Tgk M. Daud Beureueh mengutus delegasi agar menemui Hasan Tiro diluar negeri menanyakan senjata guna menunjang keberhasilan revolusi Islam demi tegaknya Republik Islam Aceh, sebuah Nanggroe mulia.
Dari beberapa buku maupun dari surat kabar resiator tidak mendapatkan adanya perselisihan antara Daud Beureueh dengan Hasan Tiro tentang ide-ide perjuangan ini, akan tetapi al-Chaidar menjelaskan adanya perselisihan diantara dua tokoh fenomenal tersebut, yaitu ketika Hasan Tiro pulang ke Aceh dari luar negeri adanya perselisihan antara Tgk. M. Daud Beureueh dan Hasan Tiro, dimana Hasan Tiro banyak mengusulkan berbagai ide-ide yang banyak bertentangan dengan Islam dan norma adat istiadat Aceh secara umum. Adapun perselisihan diantara dua tokoh tersebut ada dalam tujuh hal, resiator hanya menyebutkan secara singkat saja; yaitu:
Pertama: tentang tanggal proklamasi
Kedua: tentang bait proklamasi
Ketiga: tentang wilayah kekuasaan
Keempat: tentang bentuk negara
Kelima: tentang bendera negara
Keenam: tentang bahasa persatuan
Ketujuh: tentang pijakan sejarah
Menurut al-Chaidar masih banyak lagi kejanggalan-kejanggalan pemikiran Hasan Tiro yang sangat jauh berbeda dengan norma-norma the Achneized Islam, sehingga bisa dipastikan bahwa Hasan Tiro hanyalah mementingkan diri pribadi dan keluarganya. Kejanggalan-kejanggalan pemikiran Hasan Tiro ini pada akhirnya oleh Teungku Muhammad Daud Beureueh didamaikannya sambil berkata “Serahkan saja masalah ini kepadanya, karena dialah yang banyak pengalaman diluar negeri”. Mendengar kata-kata Teungku Muhammad Daud Beureueh seperti itu, akhirnya mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Disamping itu mereka menanti kebenaran Hasan Tiro yang akan memasukkan senjata lewat armada perang Thailand. Maka dengan berbagai macam catatan, diproklamasikanlah Gerakan Aceh Merdeka pada tanggal 20 Mei 1977. Diketahui bahwa proklamasi Negara Aceh bukanlah tanggal yang diketahui oleh banyak orang yakni 4 Desember 1976, karena pada tanggal itu Hasan Tiro belum datang ke Aceh. Wawancara dengan Teungku Fauzi Hasan Geudong, 10 Juli 1999. Untuk segera berjalannya roda pemerintahan dalam mengatasi masalah-masalah yang mendesak, setelah empat hari diproklamasikannya GAM maka disusunlah kabinet pertama Negara Islam Aceh pada 24 Mei 1877 di gunung Halimon Aceh Pidie.
Maka setelah itu aparat keamanan melakukan perlawanan terhadap mereka, foto-foto gerakan itu seperti: Hasan Tiro, Dr. Muchtar Hasbi, Daud Paneuek, Ir Asnawi, Tengku Ilyas Leubee, dr. Zaini Abdullah, dr. Husaini Hasan, Amir Ishak dan dr. Zubir Mahmud-sebarkan ke penjuru Aceh. masyarakat diminta menangkap hidup atau mati kesembilan tokoh itu.
Kekurangan Buku al-Chaidar
Seperti yang sudah resiator sebutkan diatas bahwa dalam buku ini ada beberapa tokoh yang disebutkan secara singkat sejarah kehidupan tokoh-tokoh kunci Gerakan Aceh Merdeka (GAM), adapun tokoh tersebut ialah: Teungku Muhammad Daud Beureueh, Teunngku Hasan Muhammad Di Tiro, Tengku Ilyas Leubee, Teungku Dr. Muchtar Hasbi Geudong, Teungku Fauzi Hasbi Geudong, dr. Husaini Hasan. Namun dari beberapa tokoh tersebut ada dua tokoh yang menarik perhatian resiator yaitu: Tengku Ilyas Leubee dan Teungku Dr. Muchtar Hasbi Geudong yang kematiannya ditembak oleh aparat keamanan namun sebelum mereka ditembak terlebih dahulu diberitahukan keadaan mereka kepada aparat keamanan atau ada istilah culak atau pengkhianat sehingga mereka bisa ditembak. Jadi pertanyaan resiator adalah siapa sosok culak atau pengkhianat itu sehingga tega memberitahukan keberadaan dua tokoh tersebut kepada aparat keamanan, tidak diberitahukan secara jelas dan ini sedikit menurut resiator menjadi kelemahan dari buku ini. Karena kalau tidak adanya seorang culak itu mungkin saja perkembangan dan cita-cita mereka tersampai dalam mewujudkan Negara Islam Aceh. Dan ini merupakan lumrah menurut resiator bahwa setiap perjuangan akan adanya seorang pengkhianat.
Saran resiator dan kepada pembaca
Perlu kiranya minat mengetahui tentang sejarah sehingga kita tidak melupakan sejarah yang telah melanda di daerah kita, wa bil khusus bagi mahasiswa bukan hanya materi kuliah saja dipelajari akan tetapi bagaimana menumbuhkan rasa cinta kita kepada sejarah terutama sejarah tentang Aceh, karena Aceh adalah kaya akan sejarah. Oleh karena itu saran resiator kepada pembaca, mari kita kupas sejarah Aceh dari berbagai macam sumber sehingga menambah wawasan sehingga tidak hanya dari satu sumber saja dan yang paling penting ialah mengetahui perjuangan endatu-endatu kita yang telah memperjuangankan tanah Aceh; dan buku Gerakan Aceh Merdeka, Jihad Rakyat Aceh Mewujudkan Negara Islam layak untuk dibaca.[]
*Penulis: Mahasiswa Aqidah Filsafat Islam. Buku ini pernah di resensikan oleh penulis dalam lomba resensi buku antar mahasiswa se-UIN Ar-Raniry dan mendapat juara II.