Bahasa Gayo, Nasibmu Kini

oleh

Oleh : Ikmaldi Nabawi dan Imanda Suzi Hidayani*

Dataran Tinggi Gayo merupakan salah satu tempat yang kaya akan sumber daya alam juga budayanya. Mulai dari makanan, pakaian, tari, termasuk bahasa yaitu Bahasa Gayo sebagai bahasa sehari-hari(bahasa ibu).

Bahasa Gayo merupakan salah satu daya tarik para pendatang/wisatawan yang datang. Banyak wisatawan yang ingin belajar bahasa Gayo. Akan tetapi seiring berkembangnya zaman bahasa Gayo tersebut mulai jarang digunakan oleh anak-anak dari suku Gayo.

Jarangnya penggunaan bahasa Gayo pada saat ini dapat dilihat dari percakapan sehari-hari, para siswa di sekolah khususnya di seputaran kota Takengon.

Hal ini bisa jadi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti penggunaan Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi yang lebih sering digunakan daripada bahasa Gayo tersebut.

Anak-anak muda lebih tekun mengikuti les dan pembelajaran Bahasa Inggris sebagai Bahasa Internasional untuk menghadapi tantangan dunia kerja di masa mendatang.

Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini sebagian dari pemuda dan anak-anak suku Gayo tidak mengerti atau tidak dapat berkomunikasi dengan bahasa Gayo dikarenakan mereka sejak kecil menggunakan bahasa nasional sebagai bahasa sehari hari.

Apalagi mereka tinggal di lokasi yang sudah berbaur dengan suku-suku lainnya yang datang ke Gayo. Komunikasi sehari-hari menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional sehingga kini banyak anak dari suku Gayo yang tidak bisa Berbahasa Gayo.

Namun yang mengembirakan adalah bagi anak-anak suku Gayo yang tinggal di daerah pedesaan (pelosok) masih menggunakan Bahasa Gayo sebagai bahasa sehari-hari dikarenakan masyarakat mereka masih murni dihuni oleh suku Gayo.

Meski demikian mereka juga melek bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan baik dalam kegiatan formal di sekolah atau kegiatan formal lainnya.

Kondisi masyarakat Gayo khususnya bagi pemuda, pelajar dan anak-anak yang mulai jarang menggunakan bahasa ibu dalam berkomunikasi sehari-hari tentunya menimbulkan kekhawatiran akan hilangnya Bahasa Gayo di masa depan.

DR.Joni MN, selaku dosen di Universitas Gajah Putih mengatakan bahwa pada saat ini bahasa Gayo hanya berjumlah 360 ribu lebih penutur. Menurutnya, keberadaan Bahasa Gayo saat ini memang belumlah terancam punah, tapi sudah mendekati ancaman tersebut.

Mengingat hal ini, sebagai masyarakat Gayo sudah sepantasnya kita berupaya agar jangan sampai bahasa Gayo mengalami kepunahan karena bahasa merupakan salah satu identitas dari suatu suku tersebut.

Untuk mencegah terjadinya hal tersebut, dapat dilakukan beberapa upaya di antaranya :

  1. Membudayakan Bahasa Gayo dalam keseharian mulai dari rumah dan berinteraksi dengan warga sekitar.
  2. Mengadakan kompetisi yang bertujuan untuk melatih dan mendalami tentang budaya Gayo melalui bahasa Gayo seperti lomba melengkan, lomba kekeberen dan baca puisi dengan bahasa Gayo.
  3. Menerapkan bahasa Gayo pada hari- hari tertentu baik di rumah, sekolah, kantor dan tempat-tempat umum.
  4. Memasukkan bahasa Gayo dalam pembelajaran di sekolah seluruh jenjang sebagai implementasi kurikulum berbasis daerah.

Bahasa Gayo adalah salah satu identitas kita sebagai suku Gayo. Punahnya bahasa Gayo merupakan awal hilangnya identitas kita sebagai suku Gayo. Oleh karena itu mari kita galakkan berbahasa Gayo mulai kini, esok dan seterusnya agar nasip bahasa kebanggaan kita tidak terpuruk ditelan masa.

*Siswa SMA N 1 Takengon, peserta pelatihan jurnalistik kerjasama Cabdin Wilayah Aceh Tengah dan LintasGAYO.co

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.