Waktu

oleh

(Muhasabah Akhir Tahun)

Catatan Johansyah*

BEBERAPA hari lalu, saat seorang diri di rumah saya sempat membersihkan beberapa ruangan yang terlihat kusut. Tak sengaja menyentuh tas hitam yang berdebu, tandanya sudah lama tidak disentuh. Saya ingat isinya satu laptop rusak dan koleksi foto tempo dulu. Jeda sejenak, ingin membuka kenangan lama di album tua itu. Sebagian gambarnya masih bagus, tapi sebaginnya lagi ada yang tampak rusak dan buram karena terlalu lama tersimpan.

Ada perasaan sedih pula ketika memandangi wajah-wajah sudah lama meninggalkanku; ama, ine, anan, awan, dan beberapa yang lainnya. Kuperhatikan pula potretku; saat kecil, ketika pendidikan dasar menengah, ketika kuliah, ketika sudah menikah, dan hingga saat ini. Kujejer satu persatu fotonya, dan terkadang aku senyum melihat perubahan demi perubahannya.

Itulah waktu, rasa-rasanya belum lama terlewat saat dulu di kampung kelahiranku Kelupak Mata, bermain gegasak, letep, kulen temuni, dan permainan lainnya. Begitu pula saat pindah berdomisili ke Kebayakan, bermain lelayang, mandi ke danau Lut Tawar, munekik, rasanya juga belum lama berlalu. Saat Tsanawiyah dulu, bersama beberapa kawan sering pergi ke MTsN 1 Takengon tidak naik angkot, tapi berjalan kaki, menyenangkan. Saat Aliyah juga begitu, banyak catatan kenangan hidup yang penuh suka duka. Pembacaan batin pun merayap hingga saat kuliah IAIN Ar-Raniry di Banda Aceh, sampai keberadaan saya sekarang.

Aku menghela nafas, huh, alwaqt ka al-shaif (waktu itu bagaikan pedang) kata orang Arab. Waktu akan terus berlalu, tidak pernah menoleh ke belakang, apalagi berencana untuk kembali. Kita yang berada dalam sistem ruang dan waktu akan ikut dalam keberlaluan tersebut. Kita tidak akan pernah mampu keluar dari desain ruang dan waktu, apalagi berusaha merekayasanya.

Begitulah waktu, dulu kita masih anak-anak, eh sekarang sudah punya anak. Dulu kita tidak banyak tau tentang apapun di sekitar kita, sekarang seiring dengan perkembangan, kita tau tentang banyak hal. Ketika berpapasan dengan teman-teman dulu yang jarang jumpa, terkadang dia heran melihat kita, ‘wah sekarang sudah gemuk ya, dulu kurus’. Sebaliknya kita juga demikian, ‘sekarang sudah enak ya, punya ruko, mobil, bisnis lancar’, dan sebagainya. Mungkin beberapa tahun lagi jumpa ada di antara anak kita yang sudah menikah, atau  rambut kita satu persatu sudah memutih. Itulah waktu, sangat sekejap.

Mengingat begitu cepatnya waktu berlalu, sejatinya kita sadar bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah persinggahan sesaat, bagaikan pergi piknik atau rekreasi. Tempat rekreasi itu menyenangkan, tapi kita dihimbau untuk tidak terpukau dengan keindahannya sehingga tidak lalai dan lupa untuk mengingat pulang. Kita punya rumah untuk kembali yaitu akhirat. Itulah rumah yang sudah disiapkan oleh Allah untuk para manusia.

Walau begitu, banyak sekali manusia yang melupakan aspek eskatologis ini. Banyak yang terbius dengan keindahan dunia; kekuasaan, kekayaan, dan wanita. Mereka lupa bahwa suatu saat mereka akan kembali dengan satu-satunya modal untuk dibawa serta, yaitu amal saleh. Mereka berkuasa, tapi kekuasaannya digunakan untuk menjajah yang lemah. Mereka kaya, tapi kekayaannya dimanfaatkan untuk memanfaatkan orang miskin, dan memperbudak orang susah. Kekayaan dan kekuasaannya pun disempurnakan oleh para wanita. Mereka mencari dan mengawini wanita yang disukai untuk memenuhi tuntutan syahwat. Suatu saat itulah yang harus dipertanggungjawabkan.

Dari itu, alqur’an dalam banyak ayatnya bersumpah demi waktu. Salah satunya Allah bersumpah demi masa, bahwa manusia itu benar-benar bangkrut dan rugi, kecuali mereka yang beriman dan beramal saleh, saling mengingatkan dengan keimanan dan kesabaran (QS. Al-Ashr: 1-3). Orang yang tidak mengakui keberadaan Allah, mereka yang tidak mau menjalankan perintah Allah, lalai dengan hartanya, terbuai dengan kekuasaannya, dan tenggelah dalam pelukan para wanita, mereka inilah yang dihitung bangkrut oleh Allah.

Bagi orang yang bergelut di bidang bisnis, waktu adalah uang karena yang mereka pikirkan adalah keuntungan dari bisnisnya. Kalau bisnisnya tersebut tidak mampu mendatangkan keuntungan, maka bisnisnya berarti rugi. Hal itu wajar dan memang begitu, namanya saja bisnis. Lebih penting dari itu sebaiknya motto hidup tersebut dilengkapi dan disempurnakan dengan motto hidup lain, bahwa waktu adalah amal saleh. Kalau nilai amal saleh ini masuk menjadi bagian nilai dari motto waktu adalah uang, saya yakin bisnisnya akan lancar dan sesuai dengan tututan syari’at; tidak mengurangi timbangan, tidak mengurangi kualitas barang, tidak mengatakan bahwa barang palsu itu asli, dan tidak mengambil keuntungan yang berlipat ganda jauh dari modal pokoknya.

Kalau begitu perlu disadari bahwa kehidupan ini adalah sistem dan organisasi. Agar dapat memperoleh hasil maksimal, maka organisasi kehidupan harus ditata sedemikian apik. Setidaknya ada tiga hal yang kita lakukan secara konsisten dan kontinyu, yaitu MIN; muhasabah (koreksi), Ishlah (Ishlah), dan  nazhar (prediksi). Koreksi berarti menelaah seluruh aktivitas amal kita selama ini. ada dua yang dilihat, bagaimana relasi kita dengan Allah dan bagaimana relasi kita dengan manusia? Relasi dengan Allah salah satunya diukur dengan keistiqamahan kita dalam menegakkan shalat. Sedangkan relasi dengan manusia salah satunya diukur dengan seberapa harmonis hubungan kita dengan keluarga, tetangga, dan masyarakat secara umum. Rasulullah menghimbau kepada kita agar hasibu anfusakum qabla an tuhasabu (Koreksi/eavaluasi dirimu sebelum engkau dievaluasi/dihisab).

Langkah kedua adalah revisi amal. Hal ini merupakan upaya perbaikan terhadap pembacaan, telaahan terhadap kondisi masa lalu. Sesuai dengan apa yang kita lakukan pada langkah awal tadi, maka ada dua yang juga kita perbaiki, yakni hubungan dengan Allah dan hubungan dengan manusia. Yang pertama, bagaimana shalat, puasa, dan bagaimana dengan zakat kita? Kalau selama ini dianggap masih belum maksimal maka harus diupayakan dapat maksimal. Demikian halnya hubungan dengan manusia, bagaimana hubungan kita dengan saudara, keluarga, dan masyarakat. Kalau masih terasa kurang, maka harus diupayakan ke depannya lebih baik.

Langkah ketiga adalah prediksi dan membaca kondisi masa depan. Artinya kita dapat memperkirakah kalau kita memperbaiki amal dan mengupayakan lebih maksimal, maka kondisi ke depannya dapat diperkirakan lebih baik. Kita dituntut untuk memiliki visi dan tujuan hidup yang jelas, baik menyangkut dunia, terlebih lagi menyangkut kehidupan akhirat. Kejelasan visi dan tujuan hidup tersebut akan mengantarkan kita pada perbaikan niat, cara hidup, dan semangat hidup. Dan visi hidup orang muslim dan mukmin secara umum adalah hasanah fi al-dunya wa hasanah fi al-akhirat (sukses dunia dan sukses akhirat). Mari kita perbaiki niat, cara hidup, pandangan hidup sehingga dapat mewujudkan kesuksesan ganda tersebut. Waktu pasti terus berlalu. Allahu a’lam!

*Johansyah adalah Pemerhati Sosial-Keagamaan. Email: johan.arka@yahoo.co.id

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.