Oleh : Dr. Joni, M.PdB.I*
Tawaran Solusinya Kepada Aceh Tengah dan Bener Meriah atas Cermin Ketidakseriusan dalam Pendidikan Akhlak dan Karakter
A. Pendahuluan
Dalam beberapa tahun terakhir, maraknya kejahatan seperti pembunuhan, pelecehan seksual, perkelahian, judi online, anak-anak bebeas menggunakan Wifi di kantor-kantor desa atau tempat umum lainnya dan korupsi di Aceh Tengah dan Bener Meriah menjadi perhatian serius.
Selain itu, bencana alam seperti banjir dan tanah longsor semakin sering terjadi akibat perusakan lingkungan dan sampah dibuang di mana-mana, tidak jarang masyarakat sengaja membuang sampah di dipinggir jalan dan di kebun-kebun kopi warga masyarakat.
Fenomena ini menunjukkan adanya krisis moral dan rendahnya kesadaran terhadap lingkungan, baik di Pemerintahan, maupun di masyarakat Aceh Tengah dan Bener Meriah.
Terjadinya kasus-kasus tersebut ini sudah mengidentifikasikan bahwa Pemerintah dan Masyarakat tidak serius dalam pendidikan akhlak dan karakter anak bangsa/ anggota masyarakat.
Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB, 2025) mencatat peningkatan bencana yang disebabkan oleh perubahan iklim dan eksploitasi lingkungan.
Daerah resapan air yang beralih fungsi menjadi pemukiman dan industri memperparah kondisi ini. Di sisi lain, laporan Kementerian Agama RI (2024) mengungkapkan peningkatan judi online, kekerasan remaja, serta lemahnya pendidikan karakter sebagai faktor yang memperburuk degradasi moral.
Selain itu, tingginya angka pelecehan seksual, pembunuhan, dan korupsi menunjukkan lemahnya penegakan hukum dan keteladanan dari para pemimpin (Polres Aceh Tengah, 2024; KPK, 2025).
Pengaruh globalisasi yang tidak terkendali juga mempercepat pergeseran nilai budaya lokal.
Sebenarnya, Aceh Tengah dan Bener Meriah menghadapi krisis moral dan lingkungan yang semakin serius.
Maraknya kejahatan seperti pembunuhan, pelecehan seksual, perkelahian, judi online, serta korupsi menunjukkan lemahnya pendidikan karakter dan penegakan hukum.
Selain itu, kebiasaan membuang sampah sembarangan dan perusakan lingkungan memperburuk kondisi ekologi, menyebabkan bencana seperti banjir dan tanah longsor.
Faktor utama dari permasalahan ini adalah kurangnya pendidikan akhlak, lemahnya pengawasan internet bagi anak-anak, serta pengaruh globalisasi yang mempercepat pergeseran nilai budaya lokal.
Untuk mengatasi hal ini, diperlukan pendekatan holistik melalui penguatan pendidikan karakter, penegakan hukum yang lebih tegas, serta kesadaran kolektif dalam menjaga lingkungan.
Kampanye moral berbasis agama, pengawasan penggunaan internet, serta penghijauan kembali daerah resapan air menjadi solusi konkret.
Dengan langkah ini, generasi mendatang dapat tumbuh dalam lingkungan yang lebih aman, bermoral, dan berkelanjutan.
B. Kurangnya Kesadaran Peduli Lingkungan
Faktor penyebab rendahnya kesadaran moral dan lingkungan di Aceh Tengah dan Bener Meriah serta menawarkan solusi konkret untuk meningkatkan kesadaran kolektif dalam menjaga lingkungan dan membangun karakter yang lebih baik bagi generasi mendatang.
Bencana longsor dan banjir yang terjadi di Aceh Tengah dan sekitarnya bukan hanya akibat faktor alam, tetapi juga ulah manusia yang kurang peduli terhadap lingkungan.
Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) mencatat dua korban jiwa akibat tanah longsor di Kabupaten Bener Meriah yang dipicu oleh curah hujan tinggi (Teuku Nara Setia, 2025).
Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya kesadaran lingkungan meliputi:
1. Kurangnya Pendidikan Lingkungan dan Indeginiusitas: Pendidikan yang tidak menekankan pentingnya menjaga lingkungan membuat masyarakat kurang memahami dampak negatif perusakan lingkungan (Santoso, 2023).
2. Kurangnya Kesadaran akan Dampak Lingkungan: Banyak individu tidak memahami konsekuensi dari perusakan lingkungan, seperti meningkatnya risiko bencana alam (Hadi, 2022).
3. Kurangnya Partisipasi Masyarakat: Minimnya keterlibatan masyarakat dalam menjaga lingkungan menyebabkan berkurangnya rasa tanggung jawab kolektif (Nugroho, 2021).
4. Kurangnya Komitmen Pemerintah: Pemerintah yang tidak menerapkan kebijakan lingkungan secara tegas menyebabkan lemahnya regulasi dalam pelestarian lingkungan (Yulianti, 2024).
5. Budaya Konsumtif: Pola hidup konsumtif yang mengutamakan kepentingan pribadi sering kali mengabaikan dampak terhadap lingkungan (Siregar, 2023).
6. Kurangnya Akses Informasi: Minimnya informasi mengenai pentingnya kelestarian lingkungan dapat memperburuk kondisi ini (Rahman, 2023).
7. Pengaruh Teknologi: Teknologi sering kali membuat individu lebih fokus pada kenyamanan pribadi dibandingkan pada keberlanjutan lingkungan (Fauzi, 2024).
8. Kurangnya Contoh (tauladan) yang Baik: Tokoh masyarakat dan pemimpin yang tidak memberikan contoh dalam menjaga lingkungan turut berkontribusi pada rendahnya kesadaran masyarakat (Wijaya, 2022).
C. Kerusakan Moral dan Akhlak
Selain bencana lingkungan, Aceh Tengah dan Bener Meriah juga menghadapi tantangan serius dalam hal moral dan adab. Pengaruh negatif globalisasi dan perkembangan teknologi tanpa filter yang memadai mempercepat degradasi moral di kalangan generasi muda (RRI Takengon, 2024). Beberapa faktor utama yang menyebabkan krisis moral meliputi:
1. Pengaruh Negatif Teknologi dan Informasi: Akses tak terbatas terhadap konten negatif di internet meningkatkan risiko perilaku menyimpang (Kemenag Aceh, 2024).
2. Kurangnya Pendidikan Karakter: Kurangnya penguatan pendidikan karakter di sekolah dan keluarga menyebabkan lemahnya nilai-nilai moral (Saputra, 2023).
3. Perubahan Sosial dan Budaya: Masuknya budaya asing tanpa filter yang memadai mengikis norma-norma lokal yang berfungsi sebagai benteng moral (Nasruddin, 2024).
4. Dampak Kerusakan Moral: Krisis moral berkontribusi terhadap meningkatnya angka kriminalitas, kekerasan, perilaku menyimpang, serta berkurangnya nilai kejujuran dan tanggung jawab (Suryani, 2023).
D. Solusi untuk Meningkatkan Kesadaran Lingkungan dan Moral
1. Pendidikan Karakter dan Lingkungan (indeginiusitas): Memasukkan pendidikan karakter dan lingkungan dalam kurikulum sekolah dan program pendidikan masyarakat.
2. Penguatan Peran Keluarga dengan pendekatan Local Wisdom: Orang tua harus lebih aktif dalam memberikan pendidikan moral dan etika kepada anak-anak sejak dini.
3. Penegakan Hukum yang Tegas tanpa Tebang Pilih: Pemerintah dan aparat hukum harus menindak tegas pelaku kejahatan lingkungan dan moral.
4. Pemberdayaan Masyarakat dalam semua aspek: Masyarakat harus lebih aktif dalam kegiatan sosial dan pelestarian lingkungan.
5. Filterisasi Media dan Teknologi: Mengedukasi masyarakat tentang penggunaan teknologi yang bijak dan membatasi akses konten negatif.
6. Revitalisasi Budaya dan Kearifan Lokal: Menghidupkan kembali nilai-nilai lokal yang dapat memperkuat moral generasi muda.
7. Bangun Kolaborasi Antar Lembaga: Kerjasama antara pemerintah, sekolah, lembaga keagamaan, dan masyarakat untuk memperkuat kesadaran lingkungan dan moral.
Intinya, jika mengadakan sosialisasi dan pelatihan atau juga bentuk works-shop, tidak hanya sekedar menandatangani daftar lintang dan bagi para penyelenggara pun jangan hanya sekedar alat untuk mengeluarkan biaya penyelenggaraan, masalah bagaimana hasilnya itu urusan belakangan, yang penting biayanya cair, fenomena seperti ini sudah tidak menjadi rahasia umum lagi.
Sudah sering terjadi di lapangan, mengadakan kegiatan hanya untuk mengambalikan modal yang sudah dikeluarkan.
Mulai saat ini agar terjadi perubahan yang serius dengan progres yang lebih baik, maka tinggalkan kebiasaan buruk ini.
E. Kesimpulan
Kesadaran moral dan lingkungan di Aceh Tengah dan Bener Meriah menghadapi tantangan serius yang ditandai dengan meningkatnya angka kriminalitas, seperti pembunuhan, pelecehan seksual, dan judi online, serta lemahnya penegakan hukum dan pendidikan karakter.
Selain itu, perusakan lingkungan akibat rendahnya kesadaran masyarakat telah memperburuk kondisi ekologi, menyebabkan bencana alam seperti banjir dan tanah longsor.
Faktor utama yang berkontribusi terhadap permasalahan ini mencakup kurangnya pendidikan karakter dan lingkungan, lemahnya pengawasan terhadap penggunaan teknologi dan internet, minimnya keteladanan dari para pemimpin, serta pengaruh globalisasi yang mempercepat degradasi moral.
Di samping itu, efektivitas program sosialisasi dan pelatihan masih menjadi persoalan karena sering kali hanya dijadikan sebagai formalitas administrasi tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang.
Banyak kegiatan yang diselenggarakan lebih berorientasi pada pencairan anggaran daripada memberikan manfaat nyata bagi peserta dan masyarakat.
Fenomena ini perlu segera diubah agar program-program yang bertujuan meningkatkan kesadaran moral dan lingkungan benar-benar memiliki dampak positif dan bukan sekadar seremonial belaka.
Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan pendekatan holistik yang melibatkan berbagai pihak. Penguatan pendidikan karakter dan lingkungan harus diintegrasikan dalam kurikulum sekolah dan program pendidikan masyarakat.
Peran keluarga dan kearifan lokal juga harus diperkuat agar nilai-nilai moral dapat ditanamkan sejak dini.
Selain itu, penegakan hukum yang tegas dan tidak tebang pilih perlu diterapkan guna memberikan efek jera bagi pelanggar hukum.
Partisipasi aktif masyarakat dalam menjaga lingkungan dan membangun budaya sosial yang lebih peduli terhadap etika dan hukum juga sangat diperlukan.
Di era digital, filterisasi terhadap pengaruh teknologi menjadi langkah penting untuk mencegah akses terhadap konten negatif yang dapat merusak moral generasi muda.
Revitalisasi budaya dan nilai-nilai lokal harus terus digalakkan agar norma sosial tetap menjadi benteng dalam menjaga karakter masyarakat.
Selain itu, kolaborasi antara pemerintah, sekolah, lembaga agama, dan komunitas harus diperkuat untuk meningkatkan kesadaran kolektif terhadap pentingnya menjaga lingkungan dan moralitas.
Dengan upaya yang terstruktur dan sinergis, Aceh Tengah dan Bener Meriah dapat membangun lingkungan sosial yang lebih aman, beradab, dan berkelanjutan bagi generasi mendatang.
Program sosialisasi dan pelatihan yang tidak hanya bersifat formalitas, sehingga perlu ada perubahan serius agar program tersebut benar-benar memberikan manfaat dan dampak positif yang nyata terhadap lingkungan dan masyarakat.
*Urang Gayo, Dosen Pascasarjana dan Ketua Pusat Kajian Budaya dan Kebijakan Publik INISNU Temanggung – Jawa Tengah