Nilai Arkeologi dan Sejarah dari Situs Makam Panglime Kilet

oleh

Oleh : Rizki Iwan Sempena*

Sebenarnya seberapa penting nilai arkeologi dan sejarah yang terdapat pada situs makam Panglime Kilet.

Situs Panglime Kilet beberapa hari ini mulai ramai di media terkait persengketaan lahan dengan PT Brantas Apibraya, lantaran perusahaan yang berkembang di bagian pembangunan empang tersebut berani mengklaim secara sepihak kawasan Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB).

Warga sekitar tak berani berbuat lebih lantaran aksi arogan dari pihak PT, terutama oknum yang berseragam itu.

Situs makam Panglime Kilet, begitulah sekilas masyarakat umum mengetahui sekilas tentang deskripsi makam tersebut.

Jujur kami sendiri belum mengetahui secara pasti bagaimana deskripsi dan keadaan situs tersebut. Laporan terakhir bang Azman mengabarkan, 52 makam telah dibongkar.

Kendati dengan informasi yang tak detail terkait makam ini, disini penulis ingin menyajikan seberapa penting aksi yang akan disenggarakan pada hari Jum’at 18 Agustus mendatang, mengingat nilai arkeologis dan sejarah yang terdapat pada situs tersebut.

Perlu diketahui, seberapa tingginya nilai arkeologi yang terdapat pada makam Panglime Kilet. Arkeologi bukan hanya berbicara tentang gali-menggali dan menemukan tulang (eskavasi), kira-kira begitulah dipikiran kita sebelumnya ketika berbicara arkeologi.

Sebagaimana Loyang Mendale yang temuannya harus melalui proses ekskavasi, dan temuan itu pun kini menjadi salah satu temuan sejarah yang cukup penting terkait identitas dan sejarah orang Gayo.

Ekskavasi sendiri tentunya membutuhkan modal waktu, akademis dan materi yang cukup besar, dibandingkan dengan benda arkeologi yang telah muncul ke permukaan, seperti situs makam Panglime Kilet.

Perlu diketahui, bahwa situs makam tersebut nisannya termasuk dalam batu Aceh atau nisan Aceh. Nisan Aceh sendiri merupakan karya seni masyarakat Aceh di masa lalu yang dituangkan ke sebuah nisan, dan sampai saat ini disebut dengan Nisan Aceh atau Batu Aceh dalam ilmu arkeologi.

Othman Yatim merupakan salah satu arkeolog berkebangsaan Malaysia yang mengkaji batu Aceh dan membaginya ke dalam beberapa tipe berdasarkan bentuknya.

Untuk nisan Aceh tertua atau terawal saat ini masih dipegang oleh makam Malik Ash-Shaleh di abad ke-13 M, bertanggal 1297 Masehi. Oleh kerena itu, makam Panglime Kilet juga memiliki nilai sejarah yang tak ternilai.

Ditambah apabila kita mengingat kembali bahwa Gayo atau wilayah tengah baik itu Bener Meriah, Aceh Tengah, Blangkejeren dan Alas sangat minim aset sejarah berupa batu Aceh maupun benda arkeologis lainnya.

Terlebih lagi, salah satu cucu dari Sultan Aceh juga geram dengan proyek tersebut dan sempat menyampaikan ke media, “mengapa selalu kawasan bersejarah seperti makam raja dan ulama selalu menjadi sasaran proyek-proyek nasional?”.

Disamping itu beliau juga menyebutkan, bahwa daerah Keurueto merupakan daerah bersejarah. Cut Mutia merupakan panglima yang berasal dari daerah Keureuto dan keureuto di masa Samudara Pasai merupakan kawasan utama yang didiami oleh ulama sufi dan bangsawan.

Di hari jum’at nanti, kita semangati bupati kita untuk mengambil tanggung jawab atas hal ini. perkara ini bukan hanya tanggung jawab bupati semata, melainkan juga mereka yang memangku yang namanya adat entah itu majelis adatkah atau dewan adatkah? Dan untuk kita yang mengaku bangga menjadi bagian dari bangsa ini.

Oleh karena hal tersebut, kami mengajak saudara-saudara, adik abang engi orom aka, dan siapapun yang memiliki kesadaran atas identitas dan sejarah Gayo untuk ikut serta dalam aksi yang akan dilakukan pada hari Jum’at mendatang.

Jika kawan-kawan penonton anime one piece, salah satu karakter pernah berkata, “tahukah kalian kapan manusia mati, apakah ketika peluru menembus jantungnya, ataukah ketika ia mati karena terserang wabah, ataukah dia mati karena meneguk racun? Bukan, manusia mati ketika ia dilupakan”.

Dan tahukah kawan-kawan kapan sejarah itu mati. Sejarah mati bukan ketika ia dibongkar, bukan ketika ia ditimbun oleh air waduk, tetapi sejarah mati ketika ia tidak diceritakan dan ditulis.

Oleh karena itu pula, perlindungan terhadap situs Makam Panglime kilet perlu dilakukan, untuk keperluan penelitian mendatang yang lebih mendalam. Dan bila seandainya upaya perlindungan terhadap situs tersebut gagal, kami berharap agar nisan dari makam tersebut sekiranya di museumkan di museum milik pemda Bener Meriah atau Aceh Tengah.

*Alumni SKI UIN Ar-Raniry

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.