Cerita dari Kampungku (Episode 5); Mari Sayangi Negeri Ini

oleh

Oleh : Fauzan Azima*

“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali” demikian terjemahan ayat Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 92.

Ayat tersebut mengingatkan kepada kita jangan seperti seorang wanita Quraisy yang dari Bani Tim yang dungu, terkenal dengan julukan Ji’ranah yang sehari-hari kerjanya memintal benang setelah rapi lalu mengurainya kembali menjadi berantakan.

Ji’ranah diabadikan menjadi sebuah Masjid dan salah satu tempat untuk mengambil miqat (tempat dimulai umrah), yang terletak pada perkampungan di Wadi Saraf, kurang lebih 24 kilometer dari Masjid Al Haram sebelah Timur Laut.

Kisah Ji’ranah tentu saja bukan sekedar cerita, tetapi juga menjadi pelajaran bagi kita, jangan sampai pribadi kita yang telah sudah susah payah menata kebaikan sejak lama tetapi akhirnya dirusak dengan satu keburukan.

Dalam kasus yang lebih besar, negeri yang sudah ditata dengan rencana pembangunan jangka menengah dan jangka panjang yang sudah apik oleh pemimpin sebelumnya, tiba-tiba datang pemimpin baru menghancurkannya. Begitu cerita yang saya dengar di kampungku.

Kasus depisit anggaran mencapai “puluhan M” ada permufakatan jahat yang melibatkan pemimpin kami, “bedel” dan “kerani”. Juga ada keterlibatan perwakilan kami yang dipercaya sebagai ketua mengatur itu semua. Katanya dalam beberapa waktu ke depan akan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus lain.

Apa salah dan dosa negeri ini? Sampai mendapatkan pemimpin yang bukan saja; tidak peduli dan tidak cakap serta cenderung menghancurkan. Padahal sudah umrah dan haji. Apakah dia lupa kisah dan hikmah dari kisah Ji’ranah?

Dulu pemimpin kami terkenal penuh kasih sayang. Tidak tahan melihat orang susah. Demi orang rela memberikan baju yang dikenakan. Tetapi setelah menjadi pemimpin sikapnya berubah 180 derajat. Jangan memberikan bajunya, kerakusannya ingin menelanjangi setiap orang yang ada di kampungku.

“Tidak perlu heran, Bung! Itulah karakter aslinya. Kebaikan yang dulu adalah kepalsuan untuk mengelabui mata dan hati kita semua” kata salah seorang penduduk kampungku yang dulu pernah mengidolakannya.

Katanya pemimpin itu cermin dari rakyatnya. Kalau pemimpinnya tukang tipu, itu berarti representasi dari rakyatnya yang tukang tipu juga. Sepertinya rakyat negeri ini cukup jujur. Tapi kenapa kami dipimpin si tukang tipu? Ini penyimpangan teori pemimpin cermin rakyat.

Barangkali juga kami sebagai rakyat sedang menerima “karma” akibat kesalahan-kesalahan yang kami perbuat di masa lalu. Kami harus menghadapi “neraka” hidup ini dengan melahirkan pemimpin yang buta hati.

Kabarnya pemimpin kami itu akan berhenti dalam jangka waktu kurang dari dua bulan lagi. Sekarang sedang digadang-gadang salah seorang dari tiga orang putra terbaik di kampungku yang akan menggantikannya.

Baca Juga : Cerita dari Kampungku (Episode 4); Pemimpinku Nge Kona Film

Bagi kami sebagai rakyat, siapa pun yang menjadi pemimpin kelak, hanya satu pinta kami; sayangi negeri ini. Sejujurnya sudah sejak lama, negeri ini dikelola tanpa kasih sayang. Tapi kami percaya pemimpin zalim itu pada masanya akan menjadi “sampah” di mata hukum dan masyarakat.

(Mendale, November 16, 2022)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.