[Saer Gayo] Gayo
Ibrahim Kadir
Ko empue bewene
Atan baurmu sibujur lintang tegak
Kulangit
Imo-imo musari
Munero uren
Atan baurmu si bujur lintang tangka
Kulangit
Kule-kule perangkam ganas
Kuring gere lepas lengas
Sumu
Gading
Depik bergelamen wan laut tawarmu
Bumi-bumi sijud waktu munero bantu
Peteri ijo nawe berbeden lipe
Musarik hantu-hantu kelem ari guhe-guhe
Ko empus bewene
Kubelah-belah ulen
Kusempakan atan baur-baur urum lautmu
Bunge-bunge morip mucaya
Berbage warna
Gayo, ko empus bewene
[SY]
Ibrahim Kadir, lahir di Kemili, Takengon pada tanggal 31 Desember 1942. Seorang seniman, penyair, koreografer dan aktor Gayo. Karya-karyanya telah memperkaya khazanah sastra Gayo. Ia dikenal luas secara nasional dan internasional dari perannya dalam film “Tjoet Nja’ Dhien” (1990, Sutradara Eros Djarot), “Puisi Tak Terkuburkan” (2000, Sutradara Garin Nogroho), film dokumenter “Penyair Dari Negeri Linge” (2001 Sutradara Aryo Danusiri). Ibrahim Kadir menulis puisi berbahasa Gayo sejak tahun 1953. Sebagai aktor film “Puisi Tak Terkuburkan” yang ia perankan berhasil mendapatkan penghargaan “Silver Screen Award for Best Asian Actor” pada Festival Film Singapura 2001, dan “The Best Actor” dalam Festival Film Cinefan India 2001, serta penghargaan pemeran terbaik ke 2 dalam Festival Film Jokarno di Italia 2000.
Ibrahim Kadir, sang seniman yang lekat dan dekat dengan sagala lapisan masyarakat dan lintas bidang seni, humoris dan tidak menyukai kepura-puraan. Kiprah dan karya-karyanya telah mengisi ruang-ruang ekpresi dalam dunia kesenian. Bagi Gayo, bagi Provinsi Aceh dan bagi Negera Republik Indonesia. Karya dan kiprahnya itulah yang akan menjadi jembatan lurus dan putih bagi anak negeri untuk mengenangnya sebagai seniman besar yang pernah dimiliki negeri Linge ini. karya dan kiprahnya itu pula akan menjadi amal jariah yang tak akan putus mengalirkan pahala baginya di peraduan terakhirnya. Alhummagfirlahu. Ibrahim Kadir, seniman legendaris itu telah mendahului kita pada tanggal 1 September 2020. Namanya tak akan fana ketika 80 tahun ia diberi usia. Warhamhu waafihi wagfuannhu.
[Salman Yoga S]