Ada Apa dengan Sinetron Indonesia?

oleh

Oleh : Husaini Muzakir Algayoni*

“Banyak yang bertanya-tanya, ada apa dengan drama Korea? Nah, mari kita bertanya, ada apa dengan sinis (sinetron Indonesia?)”

India punya Bollywood yang menyuguhkan film bercorak budaya India, kisah-kisah romantis dan pesona lagunya enak didengar dari yang klasik hingga modern tak luntur ditelan masa dan drama serialnya (Tellywood) bernuansa mewah yang sering tayang di layar kaca ANTV.

Negeri Paman Sam, Amerika Serikat (AS) lekat dengan nama Hollywood nya yang menawarkan film-film bermacam genre yang banyak digemari umat manusia di seluruh penjuru dunia, mulai dari genre action, war, science-fiction, thriller, horor, fantasi, drama hingga komedi.

China juga punya laga Mandarin dengan adegan-adegan kungfu khas dari Middle Kingdom dan sering alur ceritanya diangkat dari latar belakang sejarah Negeri Tirai Bambu tersebut sehingga bukan hanya sebagai hiburan semata tapi juga sebagai pengetahuan. Sementara di Negeri Ginseng, Korea Selatan terkenal dengan drakor (drama Korea) dan menjadi primadona di Indonesia.

Kepopuleran drakor (drama Korea) di Indonesia, sebagian kalangan membuat penasaran dan bertanya-tanya, ada apa dengan drama Korea? Padahal di Indonesia juga ada yang namanya sinis (sinetron Indonesia), sebagai penduduk Indonesia, sudahkah kita bertanya, ada apa dengan sinetron Indonesia?.

Selain sinetron, ada juga film karya anak bangsa yang berangkat dari novel-novel inspirasi pembangun jiwa, seperti novel fenomenal karya Habiburrahman el-Shirazy “Ayat-Ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih. Novel terlaris dalam sejarah Indonesia “Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata, novel kehidupan santri “Negeri 5 Menara” karya Ahmad Fuadi dan novel kesetiaan cinta “Habibie dan Ainun.”

Indonesia punya sinetron, hiburan khas malam hari bagi masyarakat Indonesia yang menayangkan ratusan episode, jika korupsi penyakit paling sulit dibasmi di kalangan para pejabat, maka sinetron penyakit akut masyarakat Indonesia yang susah dibasmi,
Yang mana sinetron biasanya digemari oleh kalangan ibu-ibu rumah tangga dan para kalangan remaja perempuan, mereka seakan-akan terbuai dan terpesona dengan jalan cerita sinetron tersebut. Terpesona dengan kegantengan aktornya dan terbuai dengan kehidupan sehari-hari yang hedonis.

Sinetron sebagai hiburan pastinya ada sisi positif dan negatifnya, sisi positifnya bisa menjadi inspirasi bagi penonton yang kisahnya berangkat dari orang-orang susah, kesabaran dan rasa optimis dalam menjalani hidup sehingga bisa sukses di masa depan sehingga sisi positifnya bisa kita ambil sebagai inspirasi.

Adapun sisi negatif dari sinetron diuraiakan oleh Abdul Aziz Saefuddin dalam bukunya “Republik Sinetron”, ada beberapa nilai yang tidak layak dan jauh dari akal sehat dari sinetron, yaitu: menimbulkan nilai-nilai kekerasan, perselingkuhan, merebut hak orang lain (merebut suami orang lain) dan lain-lain.

Apabila tayangan ini sering ditonton oleh pemirsa yang kurang baik dalam mencerna suatu tayangan, maka dapat dipastikan tayangan tersebut akan mudah diterima mentah-mentah dan kemungkinan akan dijadikan contoh suri teladan atau inspirasi untuk melakukan kekerasan dan merebut hak orang lain, oh no!.

Dengan sinetron bisa merusak moral masyarakat, adegan-adegan percekcokan antara anak dengan orang tuanya yang kemudian berlanjut dengan aksi anak yang berani melawan orang tuanya dengan kekerasan, bahwa adegan ini sama sekali tidak bermoral.

Kemudian dalam sinetron terdapat ironi-ironi seperti budaya yang konsumtif dan hedonis, mengarah pada irrasionalitas (mistik), adegan-adegan cinta lebay, agama menjadi sempit dan jauh dari realitas.

Dilanjutkan dalam tulisan Abdul Aziz Saefuddin, ia mengatakan bahwa untuk mengukur kualitas diri seseorang atau suatu bangsa dapat dilihat dari apa yang ditonton atau dibacanya. Karena itu, setiap tontonan bisa dikritisi sisi negatif dan positifnya dengan cermat atau dengan kata lain bisa diresensi dengan baik.

Andai gemar menonton acara televisi yang tidak mencerdaskan, seperti gosip, sinetron lebay yang tidak bermutu maka kualitas diri dianggap rendah, sebaliknya acara-acara televisi yang ditonton banyak memberi pengetahuan dan pencerahan, maka kualitas diri bisa diandalkan.

Indonesia sepertinya sudah banyak makan sinetron, sehingga segala hal yang ada di Indonesia selalu di dramatisir dengan baik dan apik, khususnya dalam panggung politik yang penuh sandiwara, pragmatis dan hedonis dalam praktik politik sehingga pelaku-pelaku politik pun tergiur dengan kemewahan duniawi.

Hiburan seperti film, sinetron maupun yang lainnya, kita harus mencerna lebih jernih apa yang ditayangkan di televisi sehingga tidak mudah terjerumus ke hal-hal negatif seperti yang telah diuraikan di atas dan apapun hiburannya harapannya bisa menambah wawasan dalam cakrawala pengetahuan.

Nah, demikian sekilas tentang sinis (sinetron Indonesia) yang ada di Indonesia sebagai primadona hiburan bagi sebagian orang yang tidak kalah dengan suguhan drakor (drama Korea) karena itu banyak yang bertanya-tanya, ada apa dengan drama Korea? Sementara bagi rakyat Indonesia sendiri, ada apa dengan sinetron Indonesia? Ayo, ada apa?.

*Penulis, Kolumnis LintasGAYO.co. Mahasiswa Prodi Ilmu Agama Islam (Konsentrasi Pemikiran Dalam Islam) Program Pascasarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.