Ragam Sastra

oleh

Oleh : Win Temas Miko*

Sastra Indonesia tumbuh dan berkembang dari budaya Indonesia yang beraneka ragam. Oleh karena itu, keberadaan sastra di Indonesia pun beraneka ragam, mulai keragaman genre, gaya ungkap, tokoh, mitologi, hingga ke masalah sosial, politik, dan budaya etnik. 

Genre sastra di Indonesia tidak hanya yang tampak general, seperti prosa, puisi, dan drama, tetapi juga yang spesifik, seperti dongeng, legenda, mitos, epos, tambo, hikayat, syair, pantun, gurindam, macapat, karungut, mamanda, dan geguritan.

Keberagaman genre sastra tersebut juga menyebabkan keberagaman dalam hal gaya ungkap, tokoh yang ditampilkan, semangat mitologi yang mendasari, serta masalah sosial, politik, dan budaya etnik dari sastrawan daerah yang menuliskan karya tersebut.

Keberagaman Laras Bahasa

Perlu kita sadari bahwa motivasi timbulnya kosakata, frasa, dan kalimat bahasa daerah dan bahasa asing dalam karya sastra Indonesia modern merupakan gejala perubahan situasi tindak tutur, dari daerah ke nasional atau sebaliknya dari nasional ke daerah, dan juga dari asing ke nasional atau dari nasional ke asing. Kita baru menyadari bahwa pengarang sastra Indonesia modern itu berada dalam jalur transisi antara daerah dan nasional ataupun daerah, nasional, dan asing.

Ada asumsi bahwa pengarang yang berasal dari daerah yang bukan penutur asli bahasa Indonesia pada umumnya masih dalam taraf belajar bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua.

Bahasa ibu yang dikuasai secara intuitif adalah bahasa daerah sehingga konsep pemahaman tentang alam semesta, lingkungan tempat tinggal, sistem kekerabatan, tata ekosistem kemasyarakatan, dan falsafah hidup yang diajarkan oleh leluhur atau nenek moyangnya akan terasa kental dengan bahasa daerahnya ketika pengarang  menulis dengan bahasa Indonesia. Bahasa daerah tersebut mewarnai bahasa Indonesia.

Bahasa daerah itu sengaja digunakan karena bahasa Indonesia tidak mampu mewadahi konsep, tujuan, dan maksud bahasa daerah. Ada semacam hambatan atau kesukaran menerjemahkan beberapa kosakata khas bahasa daerah itu ke dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika pengarang begitu saja mengambil kosakata bahasa daerah sebagai khazanah bahasa Indonesia.

Keberagaman laras bahasa Indonesia yang digunakan oleh pengarang dari daratan Sumatera yang konon merupakan asal dari bahasa Indonesia akan berbeda jauh dengan keragaman laras bahasa Indonesia yang digunakan oleh para pengarang dari Jawa, Sunda, Bali, Dayak, Banjar, Papua, Minahasa, dan Bugis.

Hal itu tidak mengherankan, karena dalam awal perkembangan sastra Indonesia modern, para pengarang dari daratan Sumatera lebih mampu menulis sastra dalam bahasa Indonesia daripada pengarang yang berasal dari daerah lain. Adaptasi dari istilah asing dan pungutan dari bahasa daerah  di Indonesia memperluas perkembangan bahasa Indonesia. Hal itu ditunjukkan dalam  Kamus Besar Bahasa Indonesia  terbaru  yang memuat ribuan entri yang berasal dari bahasa daerah, bahasa asing, dan bahasa Indonesia yang sudah ada sebelumnya.

Keberagaman Budaya Etnik (Daerah)

Sastrawan yang mengangkat potensi budaya etnik, terutama budaya daerah ke dalam sastra Indonesia modern, oleh banyak kritikus sastra sering disebut dengan warna lokal (local color) atau warna setempat.

Karya sastra yang mengangkat warna lokal martabat budaya derahnya telah menjadi sebuah kecenderungan umum. Budaya Jawa yang identik dengan dunia wayang, burung perkutut, keris, katuranggan, narima, pasrah, lego-lilo, dan hal-hal yang supernatural seolah-olah menjadi hidup kembali, semacam “renaisans kebudayaan Jawa”, dalam panggung sejarah kesusastraan Indonesia modern.

Dunia Jawa yang terkenal dengan sekuler, harmoni, sinkretisme, dan segala tindak-tanduknya dalam kepercayaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa menjadi tampak jelas terefleksi dalam karya sastra Indonesia modern.

Keanekaragaman budaya bangsa yang demikian hanya dapat kita simak secara saksama melalui sebuah karya sastra, tidak dalam wujud buku pengetahuan tentang sosiologi, antropologi, politik, dan ilmu sosial kemasyarakatan  lainnya. Jelaslah dalam masalah multikulturalisme itu sastra Indonesia modern memberi sumbangan yang signifikan bagi kelangsungan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Adanya otonomi daerah dan era keterbukaan yang digulirkan oleh para reformis membuka jalan bagi daerah untuk menunjukkan jati dirinya. Peran budaya daerah menjadi sangat urgen bagi perkembangan sastra Indonesia selanjutnya. Terlebih, jika dalam karya sastra yang mereka tampilkan mampu menunjukkan adanya kebinekatunggalikaan, karya tersebut dapat menjadi perekat pergaualan antarsuku, ras, agama, dan antargolongan serta menjadi kerja nyata dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Bersumber pada budaya sendiri dalam menampilkan wajah budaya Indonesia menjadi tonggak sejarah yang tidak ternilai harganya. dan pilar budaya Indonesia. Dengan demikian, budaya daerah menjadi substansi utama dalam pengembangan budaya Indonesia baru dalam menghadapi era globalisasi dan pasar bebas. Kita tidak mungkin mampu bersaing mencapai Indonesia baru tanpa kehadiran budaya daerah dalam khazanah budaya Indonesia.

Pengaruh Budaya Asing dan Global

Pengaruh budaya asing, terutama Barat, sudah ada dalam awal perkembangan sastra Indonesia modern. Selain menggali dari potensi budaya sendiri, juga pengaruh budaya asing. Tanpa kehadiran budaya asing, terutama pengaruh budaya barat terhadap sastra Indonesia bukan hanya terjadi pada karya sastra, melainkan juga pada pemikiran yang ada di balik karya sastra.

Pengaruh budaya Barat dalam karya sastra terletak pada konvensi penulisan karya sastra, misalnya genre, tema, penyampaian gagasan, dan gaya bercerita. Pandangan pengaruh Barat dalam dunia kesusastraan Indonesia menyebabkan segala teori sastra Barat dari strukturalisme, semiotika, komparatif, pragmatik, mimesis, ekspresif, resepsi sastra, hermeneutik, pisikoanalisis, feminisme, sampai pada dekonstruksi diimpor ke dalam negeri kita.

Semua karya sastra kita didekati, didedah, dan dianalisis dengan teori sastra Barat. Pengaruh budaya asing dalam kesusastraan Indonesia tidak hanya didominasi oleh Barat, tetapi juga India dan Timur Tengah. Dua kebudayaan besar di belahan Asia bagian selatan dan barat ikut mewarnai dunia sastra Indonesia.

Agama Hindu dan Budha serta epos besar Ramayana dan Mahabharata  dari India mampu menembus pasaran domestik negeri Indonesia. Karya seni dan filsafat India menjadi bagian yang tidak terpisahkan pula dalam kehidupan sastra Indonesia. Dunia Timur Tengah juga cukup berpengaruh kuat terhadap kehidupan sastra Indonesia. Dari belahan Asia bagian barat itu muncul dua agama besar di dunia, yaitu Nasrani dan Islam. Kedua agama besar itu berpengaruh terhadap kehidupan sastra Indonesia.

Dunia keislaman dengan kesufiannya juga hidup subur dalam  sastra Indonesia modern. Hal itu tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki umat pemuluk agama Islam terbesar di dunia.

Oleh karena itu, ragam sastra di Indonesia yang mulikultural dan  Perkembangan sastra di Indonesia secara nyata menunjukkan bahwa kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara itu pun berkaitan dengan kehidupan bersastra. Sastra Indonesia merefleksikan kehidupan masyarakat Indonesia yang multimajemuk sehingga secara nyata dapat menjadi cerminan hidup berbangsa, bernegara, serta bermasyarakat yang beradab dan bermartabat.

Di negara yang sedang dalam keadaan krisis multidimensional seperti saat ini, kehidupan sastra kita pun ikut terimbas dengan keadaan tersebut. Sastra yang bercorak reformasi dan keadaan negeri yang dilanda berbagai kerusuhan, disintegrasi bangsa, teror bom, dan kekacauan politik ikut pula mewarnai sastra

*Penulis merupakan mahasiswa semester 3 Tadris Bahasa Inggris STAIN Gajah Putih Takengon

 

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.