Oleh : Fauzan Azima*
Para pejabat eselon II, III, dan IV di lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah dalam beberapa hari ke depan akan menemukan jawaban atas teka-teki mutasi yang lebih lambat dari perkiraan sejak pasangan Bupati Shabela Abubakar dan Wakil Firdaus dilantik pada 28 Desember 2017 lalu.
Sejak pasangan Shabela Abubakar dan Firdaus (Shafda) menang pada Pilkada lalu, sungguh terjadi kekhawatiran yang mendalam pada sebagian besar pejabat eselon. Kemenangan Shafda menjadi hantu yang menakutkan dalam mutasi di Aceh Tengah, mengingat para pejabat Aceh Tengah telah berurat berakar dengan mantan Bupati H. Nasaruddin selama 15 tahun.
Pemerintah Shafda menunda mutasi karena peraturan ASN dan OTT Bupati Ahmadi yang mematahkan asumsi bahwa KPK tidak akan masuk ke Aceh, sehingga sedikit mengerem kesewenangan para bupati di Aceh. Namun yang lebih penting adalah skenario memasukan pegawai pindahan dari Bener Meriah ke dalam struktur Pemda Aceh Tengah.
Inilah awal punca perseteruan DPRK dengan bupati yang mempertanyakan, ada apa dengan “Pengungsian besar-besaran PNS Bener Meriah ke Aceh Tengah” yang semula 75 pegawai. Kini setiap hari Kantor BKPP menerima pindahan dari Bener Meriah yang diduga mencapai 150-an pegawai.
Akibat lanjutannya, pada mutasi kali ini pejabar eselon pada Sekretariat DPRK Aceh Tengah akan dipangkas habis. Lingkungan Sekwan harus steril dari bukan orang Shafda karena tugasnya bukan saja meredam sikap kritis tetapi juga mampu mengarahkan anggota dewan. “Peluit Maharadi Gayo” dianggap skenario oposan Shafda, baik di lingkungan Sekwan maupun anggota DPRK Aceh Tengah.
Namun tidak semua “hantu” mutasi untuk pertama kali pemerintahan
Shafda ini buruk, setidaknya ada rencana merombak total dan memperbaiki kinerja Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga (Disparpora). Pemerintah Shafda menilai beberapa event penting; bidang pariwisata dan olah raga pelaksanaannya asal-asalan sehingga dinas ini patut di isi oleh “Si cantik rupa” dan dikendalikan oleh orang-orang yang profesional.
Harapan kita semua, mutasi dalam kitab “Mazhab Shafda” kali ini tidak didasari sikap balas dendam pada orang-orang pemerintahan sebelumnya. Bagaimana pun sebagai aparatur harus “Sami’na wa ata’na” kepada siapapun pemimpinnya, tetapi jadikanlah mutasi atas dasar meritokrasi; menurut keahlian yang membuat pemerintahan Shafda gemilang dan bisa memimpin dua periode.
(Mendale, 25 September 2018)