Penangguhan penahanan terdakwa Tipikor dipertanyakan di Kutacane

oleh

Kutacane-LintasGayo.co : Tindakan Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh Provinsi Aceh patut dipertanyakan terkait dikabulkannnya penangguhan penahanan terhadap  para terdakwa kasus korupsi pada Program Desa Mandiri Peningkatan Ketahanan Pangan (Demapan) pada Badan Ketahanan dan Penyuluhan (BKPUH), Kabupaten Aceh Tenggara.

Pasalnya   apa yang dilakukan oleh majelis hakim yang memberikan dan telah melaksanakan penangguhan itu dinilai mencederai tatanan hukum yang berlaku di Indonesia, sebab pemberian penangguhan oleh pihak hakim Tipikor Banda Aceh itu dinilai pilih kasih.

Dijelaskan bahwa dalam kasus korupsi Demapan ini, pihak penyidik Polres Agara telah menetapkan tiga tersangka dalam kegiatan Demapan tahun 2010 lalu yang menyebabkan kerugian Negara sekitar Rp. 390 juta, ini berdasarkah hasil pemeriksaan oleh pihak BPKP Propinsi Aceh.

Atas kasus ini oleh pihak penyidik Polres Agara dilimpahkan ke Kajari Kutacane, kemudian akhirnya tiga orang tersebut menjadi terdakwa pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Aceh (Tipikor) Banda Aceh.

Adapun ditetapkan sebagai terdakwa, IB saat itu dia menjabat Kepala BKPluh Agara, AA pada kegiatan itu selaku Bendahara dan SAP sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).

Kasus ini kemudian disidangkan di Banda Aceh, akan tetapi dari tiga terdakwa itu hanya satu yang mendapat penangguhan penahanan dari hakim tipikor Banda Aceh yaitu IB saja yang kini menjabat sebagai Kadis Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Aceh Tenggara, sedangkan dua terdakwa lainnya tidak.

Kajari Kutacane Aceh Tenggara, Edi Dikdaya SH, melalui Kasi Pidsus kajari Kutacane Ramli damanik SH  saat dimintai tanggapan di ruang kerjanya kamis (14/8) mengatakan itu wewenang dari Hakim Tipikor Banda Aceh. “Kita juga kaget dengan apa yang diputuskan oleh pengadilan Tipikor tersebut,” ujarnya.

Dikatakan bisa tidaknya penangguhan penahanan saat ini adalah memang wewenang dari hakim, dan pihaknya hanya melaksanakan apa yang sudah ditetapkan oleh hakim tersebut saja.

Ditambahkan lagi alasan pengadilan Tipikor tersebut menangguhkan terdakwa tersebut adalah sangat umum yakni karena tersangka masih berstatus sebagai PNS dan terdakwa masih menjabat sebagai Kadis yang belum menyelesaikan tugas beban kerja yang belum sempat dikerjakan.

Selain itu, sebagai kepala rumah tangga untuk mencari nafkah bagi anak-anaknya yang masih membutuhkan bimbingan dari terdakwa serta terdakwa berjanji tidak mangkir diri dan bersedia dipanggil bila dibutuhkan oleh pengadilan.

Menanggapi hal tersebut pakar hukum tindak pidana Korupsi Indonesia, Mart Lumumba Malau SH, ketika dihubungi melalui selulernya Kamis (14/8) sangat menyayangkan apa yang dilakukan oleh hakim pengadilan Tipikor Banda Aceh tersebut.

“Saya menduga bahwa itu ada permainan antara hakim dengan terdakwa, sebab kasus yang ditangguhkan oleh hakim ini adalah kasus korupsi,” kata Mart.

Kemudian alasan penagguhan penahanan itu adalah lagi sangat umum dan tidak tertutup kemungkinan ini ada juga campur tangan Bupati Aceh Tenggara, kenapa terdakwa lainnya tidak mendapat hak yang sama atas pemberian penangguhan penahan bagi mereka.

“Saya meminta pihak Mahkamah Yudisial (KY) agar menindak tegas hakim-hakim yang masih nakal yang bisa masih menerima imbalan dari terdakwa, supaya supremasi hukum bisa dapat ditegakkan di masyarakat, dengan ulah hakim tersebut, masyarakat saat ini sudah tidak percaya lagi dengan hakim, kok kasus korupsi yang merugikan banyak uang Negara dan rakyat dapat ditangguhkan oleh hakim Tipikor Banda Acah, ada apa ini?”, ujar Mart bernada tanya.

Dalam waktu dekat ini, lanjut Mart, pihaknya akan turunkan tim kelapangan, apa bila terbukti hakim itu ada menerima upeti dari para terdakwa maka dirinya akan melaporkan hakim tersebut ke Komisi Yudisial (KY) supaya ada efek jera para hakim yang nakal tersebut. (Jubel)

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.