Oleh : Husaini Algayoni*
“Nikmatilah mandi hutan 2.624 Mdpl dengan kesunyian, keheningan dan keindahan alam, sehening puisi pelembut jiwa mereguk cinta Jalaluddin Rumi dan selembut daun Edelwis yang tak bisa dipetik agar kau rindu untuk menyapa kembali.” (Husaini Algayoni)
Istilah shinrin-yoku atau lebih dikenal dengan mandi hutan merupakan praktik masyarakat Jepang untuk mengurangi tekanan stres di kalangan masyarakat modern.
Filofosi dari mandi hutan ini adalah berinteraksi dengan alam semesta secara sadar dapat membawa kedamaian bagi tubuh dan pikiran. Mandi hutan disini bukan berarti mandi dengan air akan tetapi memulihkan pikiran dari tekanan hidup yang berat.
Mandi hutan pertama kali diusulkan oleh Kementerian Kehutanan, Jepang, Tomohide Akiyama pada 1982. Akiyama mengajak masyarakat mencari ketenangan dengan berada di dalam hutan.
Kemudian Dokter Qing Li dari Fakultas Kedokteran Tokyo melakukan penelitian terkait mandi hutan ini dan ia percaya bahwa menghabiskan waktu di hutan terbukti secara ilmiah dapat memperkuat sistem kekebalan serta menenangkan tubuh dan pikiran. (Kompas.com).
Hutan dengan kesunyian dan keheningannya memberikan dampak positif, terutama bagi orang yang ingin mencari ketenangan dari kehidupan hiruk-pikuk di tengah perkotaan atau banyaknya tekanan pekerjaan.
Tak heran banyak bermunculan orang-orang yang ingin mendaki gunung dari berbagai kalangan, entah itu dari remaja bahkan disukai oleh kalangan perempuan.
Mendaki gunung menjadi gaya hidup di kalangan anak muda hari ini, dengan berkembangnya teknologi akses untuk mendapatkan informasi tentang dunia pendakian atau gunung semakin memacu adrenalin para pendaki ingin menaiki gunung dengan tujuan dari perspketif pendaki masing-masing.
Namun, hal yang perlu diapresiasi adalah antusias pemuda meluangkan waktu menikmati alam untuk menghindari tekanan stres serta bisa memberikan kesehatan mental.
Begitu juga dengan anak muda di Bener Meriah, Aceh Tengah dan kabupaten lain di Provinsi Aceh sangat antusias dengan kegiatan mendaki.
Adapun gunung yang menjadi primadona bagi pendaki adalah Burni Telong dengan ketinggian 2626 Mdpl. Burni Telong diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan nama Gunung yang Terbakar.
Bener Meriah dengan alamnya yang indah dan sejuk, banyak pendaki ingin merasakan sensasi di atas gunung.
Malam yang hening, pagi yang sejuk, dan siang hari yang cerah atau hujan dengan rintikanya menambah kenyamanan selama di atas gunung.
Dengan jalur yang mudah diakes dan dapat dijangkau oleh semua kalangan, Burni Telong menjadi destinasi wisata di waktu liburan.
Di atas penulis sudah menyebutkan manfaat dari mendaki gunung, seperti mengurangi tekanan stres, memberikan kesehatan mental dan memulihkan pikiran.
Dari itu, nikmatilah kesunyian dan keheningan alam yang sejuk di Burni Telong dengan panorama alam yang eksotis mendamaikan jiwa, pohon-pohon menari, rintikan hujan menyapa dengan lembut dan mekarnya bunga Edelwis.
Mendaki juga menumbuhkan ikatan kebersamaan dan persahabatan yang kuat, seperti dalam film 5CM dirilis pada tahun 2012 diadaptasi dari novel 5CM karya Donni Dhirgantoro rmengisahkan tentang persahabatan dan petualangan.
Film yang menginspirasi anak-anak muda untuk berpikir positif, membangun karakter menjadi diri sendiri, dan berjuang menghadapi tantangan.
Pendaki lawas maupun pendaki pemula banyak yang telah mendaki gunung-gunung yang ada di Indonesia. Pendaki lawas banyak memberikan ilmu atau tips bagaimana mendaki dengan teknik yang baik dan benar agar tidak terjadi kecelakaan serta mempersiapkan peralatan yang lengkap selama pendakian.
Karena itu, mendaki bukan hanya sekedar mendaki akan tetapi perlu juga pengetahuan, peralatan yang lengkap, dan paling penting adalah menjaga etika selama di hutan.
Dalam Islam mendaki gunung lebih dikenal dengan tadabbur alam yang mana alam semesta adalah tanda-tanda kebesaran Allah (ayat kauniyah) dengan keindahan alam di muka bumi agar manusia ingat akan keagungan Allah.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang berakal.” QS Ali Imran 190.
Dengan kegiatan mendaki gunung, kita bisa menghadirkan kesunyian dan keindahan alam di tengah hutan serta mentadabburi ciptaan Allah. Bahkan Baden Powell, bapak pramuka pernah mengatakan “Orang yang buta akan keindahan alam telah kehilangan separuh dari kesenangan hidup.”
Kehidupan modern dengan gaya hidup glamor, serba mewah, dan megah, hiruk-pikuk kehidupan yang keras serta derasnya arus informasi yang tidak jelas membawa kehidupan manusia ke arah yang gersang dan cenderung tanpa nilai di tengah-tengah kehidupan sosial.
Dari itu, untuk mengurangi stres dan memperbaiki mental yang tidak sehat perlu kiranya menikmat alam yang sejuk, hening, dan sunyi seperti kegiatan mendaki gunung atau mandi hutan di 2624 MDPL.
Di bawah kaki Burni Telong, penulis menggoreskan puisi untuk dinikmati di kedalaman hutan
Puncak Burni Telong mewangi dan indah
April hingga Agustus bunga Edelwis sedang bermekaran
Jaga dan jangan dipetik kelembutan daunnya
Agar kau rindu untuk menyapa kembali
Mendaki Burni Telong membawa beban dengan senyuman
Keheningan, kesunyian, dan kedamaian berpeluk dalam satu kehangatan api semangat
Dari kaki Burni Telong sebelum melangkahkan kaki ke kawah Burni Telong, menyampaikan rindu ke daun-daun awan dan Edelwis. Agar selamat dalam perjalanan pendaki hendaknya menghormati kearifan lokal adat dan istiadat setempat, tidak membuang sampah di hutan dan berdo’a.
Penyair Gayo Salman Yoga dengan puisinya berdoa dengan berbahasa Gayo “Sara roa tulu, cap jejak, ken langkah, kuet tapak, teger uku.”
Selamat mendaki dan mandi hutan 2624 Mdpl. []