Nadzam Aqidatul Awam; Materi Ilmu Tauhid Yang Rasulullah Ajarkan

oleh
Tgk. Mukhlisuddin. (Ist)

Oleh : Tgk. Mukhlisuddin*

Kajian rutin keislaman di Mesjid Besar Istiqamah Kota Bakti Lamlo adalah pengajian rutin yang dilaksanakan ba’da subuh Ahad, Rabu dan Jumat dengan materi Kajian Tauhid, Fiqh dan Tasauf.

Kajian ba’da subuh tersebut diisi oleh Abu Abdurrahman Gumpueng, Tgk. Hamdanuddin Mali, Tgk. H. Mukhlis Amin, Tgk. Ayah Yusrizal dan Tgk. Mukhlisuddin Marzuki yang diikuti oleh puluhan jamaah hingga waktu dhuha.

Sebagai salah satu materi utama adalah materi tauhid, menjadikan materi kitab Aqidatul Awam sebagai materi kajian, selain memahami kajian tauhid Aqidatul Awam, mempelajari kitab ini juga membuat jamaah bisa melantunkan nazam Aqidatul Awam bersama untuk memudahkan dalam merangkum isi kajian tauhid yang dipelajari bersama.

Materi ilmu tauhid menyangkut hal paling fundamental dalam Islam, yakni iman. Ilmu ini biasa juga disebut ilmu aqidah.

Jika fiqih mempelajari status hukum perbuatan lahiriah seorang mukallaf, tasawuf membahas aktivitas batin, maka aqidah adalah perihal yang berkaitan dengan keyakinan.

Ketiga unsur inilah yang disabdakan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam haditsnya yang sangat masyhur mengenai iman, Islam, dan ihsan—ketiganya lalu diderivasikan menjadi ilmu tauhid, ilmu fiqih, dan ilmu tasawuf.

Ketiga ilmu tersebut juga sangat penting untuk dipelajari, terutama ilmu tauhid yang menyangkut keyakinan kepada Allah subhanahu wata’ala.

Ringkasnya bagaimana ibadah kita ingin diterima di sisi Allah subhanahu wata’ala sedangkan keyakinan kepada-Nya pun masih salah, atau bahkan tidak meyakini bahwa Allah adalah Tuhan yang menciptakan dirinya.

Hukum mempelajari ilmu tauhid adalah fardhu ‘ain, wajib bagi setiap mukallaf untuk mengetahui aqidah yang benar beserta dalilnya walaupun secara global saja. Adapun dalilnya secara rinci, hukumnya adalah fardhu kifayah.

Sesuai dengan namanya Aqidatul Awam, yang berarti aqidah untuk orang-orang awam, kitab ini diperuntukkan bagi umat Islam dalam mengenal ke-tauhid-an, khususnya tingkat permulaan (dasar).

Karena itu, isi dari kitab ini sangat perlu dan penting untuk diketahui setiap umat Islam. Terlebih bagi mereka yang awam/dasar memahami aqidah keislaman.

Kitab Aqidatul Awam ini ditulis dalam bentuk syair (nazham). Kitab ini memuat pengetahuan yang harus diketahui setiap pribadi muslim.

Aqidatul Awam ini berisi tentang sifat-sifat wajib dan mustahil bagi Allah, sifat wajib dan mustahil bagi Rasul, nama-nama Nabi dan Rasul, nama-nama Malaikat dan tugas-tugasnya.

Selain itu, di dalamnya juga dibahas tentang pentingnya mengenal nama-nama keluarga dan keturunan Nabi Muhammad SAW dan perjalanan hidup beliau dalam membawa ajaran Islam. Di sebagian masyarakat, materi dari nazam Aqidatul Awam ini dikenal dengan sebutan sifat 20.

Kitab Aqidatul Awam merupakan gubahan karya al-Imam al-‘Allâmah Ahmad bin Muhammad Ramadhân bin Manshûr al-Makki al-Marzûki al-Mâliki al-Husaini al-Hasani, Syekh Ahmad al-Marzûqi lahir di Mesir pada tahun 1205 H.

Beliau menuntut ilmu di Makkah, kemudian menjadi pengajar di Masjidil haram dan diangkat menjadi Mufti dalam Mazhab Maliki. Syekh Ahmad al-Marzûqi terkenal dengan kezuhudan dan ketakwaannya, serta karangaan-karangannya yang sangat bermanfaat.

Di antara guru-gurunya adalah Syekh al-Kabir Sayyid Ibrahim al-‘Ubaidi yang pada masanya adalah sosok yang konsentrasi di bidang Qira-ah al-‘Asyarah (Qiraah 10). Dan di antara murid-muridnya adalah Syekh Ahmad Dahman (1260-1345 H), Sayid Ahmad Zaini Dahlan (1232-1304 H), Syekh Thahir al-Takruni, dan lainnya.

Beliau sepanjang waktu bertugas mengajar Masjid Mekkah karena kepandaian dan kecerdasannya Syekh Ahmad diangkat menjadi Mufti Madzhab Al-Maliki di Mekkah menggantikan Sayyid Muhammad yang wafat sekitar tahun 1261 H.

Syekh Ahmad Al-Marzuqi juga terkenal sebagai seorang pujangga dan dijuluki dengan panggilan Abu Al-Fauzi. Syekh Ahmad dikenal sebagai penulis yang handal serta amat lincah dalam menuliskan qalam-Nya (pena), terutama menyangkut puji-pujian kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW.

Begitu pentingnya pelajaran yang bisa diambil dari Nadzam ‘Aqidatul Awam ini, Syekh Nawawi ibn Umar Al-Bantani Al-Jawi juga turut memberikan syarah Mandzumat ‘Aqidatul Awam ini dengan nama Syarah Nur Al-Dhalam (Cahaya dalam Kegelapan). Selain itu.

Kitab nadzam ini memiliki beberapa penjelasan atau syarh, di antaranya adalah kitab Tahshil Nail al-Maram Libayani Mandhumah ‘Aqidah al-‘Awam yang beliau karang sendiri, dan Tashil al-Maram li Daarisil Aqidatil Awam gubahan Syaikh Ahmad al-Qaththa’aniy al-‘Aysawiy, juga Jala’u al-Afham Syarh Aqidatul Awam yang dikumpulkan oleh Kyai Muhammad Ihya Ulumuddin asal Malang.

Kitab Aqidatul Awwam merupakan kitab yang berisi tentang dasar-dasar akidah ahlussunnah waljamaa’ah, yang merupakan akidah yang diikuti oleh mayoritas umat islam. Ahlussunnah waljamah memiliki arti tersendiri, ahl yang artinya golongan, pengikut, atau keluarga.

As-Sunnah yang artinya ajaran Nabi Muhammad SAW, baik sebuah sesuatu yang diucapkan, perbuatan, atau pengakuan, serta Aqaid 50 yang terdiri dari 20 sifat wajib, 20 sifat mustahil, dan 1 sifat jaiz bagi Allah. Lalu 4 sifat wajib bagi rasul, 4 sifat mustahil, dan 1 sifat jaiznya.

Dikisahkan dalam kitab Jalau al-Afham, bahwa para Ulama mengutip cerita yang menakjubkan tentang sebab disusunnya Kitab Aqidatul Awam bahwa Syaikh Ahmad, pada malam jumat 6 Rajab 1258 H melihat Nabi Saw dan para sahabatnya berdiri mengelilingi beliau dalam mimpinya.

Rasulullah Saw mengatakan pada beliau: “Bacalah syair tentang tauhid, jika seseorang menghafalnya maka ia akan masuk surga, juga akan mendapatkan sesuatu yang ingin dicapainya berupa kebaikan yang sesuai dengan Al-Quran dan hadis”.

Syekh Ahmad kemudian bertanya kepada Rasulullah Saw: “Bagaimana syair itu wahai Rasulullah?” Para Sahabat kemudian berkata: “Dengarkanlah apa yang diucapkan oleh baginda Nabi Saw!” Maka Rasulullah berkata:

“Katakanlah :
أَبْدُ بِاسْمِ الله وَالرَّحْمنِ sampai akhir bait, yaitu:
وَصُحُفُ الْخَلِيْلِ وَالْكَلِيْمِ # فِيْهَا كَلَامُ الْحَكَمِ الْعَلِيْمِ,
Rasulullah mendengar Syekh Ahmad menyebutkan syair tersebut sampai selesai.

Ketika bangun dari tidurnya, beliau langsung membaca kembali apa yang telah diajarkan Rasulullah (didapatkannya dalam mimpi), spontan beliau menghafalnya dalam keadaan utuh dari awal bait hingga akhir.

Kemudian beliau melihat baginda Nabi untuk yang kedua kalinya di waktu sahur dalam keadaan tidur pada bulan Zulqaidah 1258 H, Nabi Saw berkata kepadanya: “Bacalah apa yang telah kau himpun di dalam hatimu”.

Syekh Ahmad pun membacanya dari awal hingga akhir dalam keadaan berdiri di hadapan Rasul, dan para sahabat mengelilinginya sambil mengucapkan “آمين” di setiap akhir baitnya.

Tatkala beliau mengkhatamkan bacaannya, Rasulullah Saw berkata, “Allah telah memberikan taufik kepadamu pada keridhaanya, dan menerima nadzam itu, memberkahimu dan orang-orang mukmin, dan para hamba Allah Swt dapat memanfaatkannya, Amiin”.

Setelah itu Syekh Ahmad ditanya orang-orang tatkala mereka mengetahui nadzam tersebut, ia pun menjawab pertanyaan mereka, sekaligus menambahkan nadzam tersebut hingga khatam kitab.

Begitulah asal mula Syekh Ahmad mengarang kitab ini. Awalnya nadham ini berjumlah 26 bait. Karena kecintaannya kepada baginda Nabi Saw, ia pun menambahkan 31 bait lagi, sehingga jumlah keseluruhannya menjadi 57 bait.

*Penyuluh Agama Islam di Kabupaten Pidie

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.