[Bag.16] Kisah Burung Mergah dan Gelingang Raya : Sejarah Mulai Terkuak

oleh

Diceritakan kembali oleh: Aman Renggali

Seketika suasana pasar yang biasanya riuh dan ramai dengan suara pedagang menawarkan barang tiba-tiba hening.

Kasha adalah derijennya yang mengheningkan semua hanya dengan satu ayunan lemah tangan kanan menupang dagu dan tundukan kepalanya setelah selesai bercerita kepada Gelingang Raya.

Rambut putih di kepalanya menyeruak saat surban petak berwarna hitam-putih ditarik dan dicium dan digenggamnya dipelukan.

Gelingang Raya menoleh ke arah Kasha dengan penuh empati, perasaannya turut teriris mendengar cerita indah dengan akhir yang mengecewakan itu.

Ia tidak mendengar kalimat dan kata apa yang diucapkan oleh perempuan di ujung jalan itu dalam kisah kakek Kasha saat di tepi danau, tetapi ia sempat berpikir alangkah teguhnya pendirian sang perempuan itu.

Sehingga ia mampu membuat seorang lelaki calon tentara kerajaan yang gagah menjadi patah hati, alangkah gersangnya hati perempuan itu dalam keindangan riak air danau dengan bunga enceng gondok yang sedang mekar mampu ia tepis menjadi air mata bagi lelaki yang menjadikannya segalanya dalam hidup.

Alangkah kuatnya pilihan hati perempaun itu sehingga ia bisa berkata sejujurnya dan mendampar perasaan seorang lelaki seromantis Kasha.

Seketika itu Gelingan Raya merasa sangat bersalah, ia telah membawa kakek tua itu pada masa-masa ketika ia ditinggal oleh idaman hati.

Seketika juga juga Gelingang Raya mengurungkan niatnya untuk bertanya untuk kesekian kalinya, meski bibirnya nyaris berucap hal yang sama.

“Siapa nama perempuan itu?”. Kali ini mulut Gelingang Raya sunguh tak sanggup berucap. Terlebih setelah melihat kakek Kasha masih menupangkan dagunya sambil menatap jauh kerumah tua di ujung jalan.

Sesaat kedua lelaki beda usia itu terdiam. Saling berkata pada diri sendiri atau entah saling mengutuk diri. Tetapi kemudian Kasha menoleh memperhatikan raut Gelingang Raya yang duduk di sampingnya. Dengan sangat seksama ia amati mulai dari rambut, mata, telinga, hidung, mulut dan dagu.

Tak cukup mengamati raut muka Gelingang Raya yang mulai terlihat tersipu, kakek itu terus memandanginya tanpa henti. Bahkan tak cukup dengan mengamati dan memandangi, perlahan tangan kakek Kasha menyentuh dan meraba wajah Gelingang Raya layaknya seorang ayah memegang muka anaknya sendiri.

Dengan suara agak tersendat-sendat Kasha pun bertanya

“Dari mana asalmu?”
“Siapa namamu selengkapnya?”
“Siapa nama ayah kandungmu?”

Mendengar perntanyaan yang bertubi-tubi itu Gelingang Raya agak tersentak dan berusaha menggeser tempat duduknya mencoba menghadap kepada sang kakek.

Tetapi ketika Gelingang Raya hendak menjawab pertanyaan tersebut kakek Kasha justru mencegahnya dengan mengarahkan jari telunjukknya ke mulut Gelingang Raya. Kemudian ia melanjutkan perkataannya lagi.

“Tidak perlu dijawab anak muda!”, celetuknya lirih
“Aku tau kau dari mana, bahkan akupun tau kau bertempat tinggal dimana!”
“Dan jika kau jawab siapa nama bapakmu, maka aku akan tau siapa nama ibumu,” jelas kakek Kasha dengan penuh keyakinan dan suara bergetar.

“Dan jika kau menyebut satu nama tempat maka aku akan tau kisah serta riwayat panjang di belakangnya. Justru karena itu kau tidak perlu menjawab”, jelas kakek Kasha.

Dalam hati Gelingang Raya mulai curiga, bahwa kakek Kasha punya kaitan riwayat dengan ayah dan ibunya. Entah itu kaitan tragedi masa lalu atau entah kisah lain yang justru belum sepenuhnya ia ketahui secara jelas.

Tetapi tanpaknya Kasha mempunyai hubungan langsung dengan sejarah perkawinan antara Basyar dan Hayya, ayah ibu Gelingang Raya.

Sementara itu Kasha kembali termangu dan menupangkan tangannya ke dagu. Seperti sebelumnya ia diam sambil memandangi rumah tua yang berada di ujung jalan, terlihat perlahan air matanya menetes dari pelupuk mata yang keriput.

Alis putihnya memanjang ke samping. Peot pipinya juga seperti lipatan kain selendang, keriput tetapi menyimpan rahasia yang maha dalam. [SY] Bersambung…

Sebelumnya :

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.