Tok Beru, Sosok Misterius Berkerawang Gayo Penunggu Batas Rikit Gaib-Pantan Cuaca

oleh

Catatan Feri Yanto dan Serta Lia

PERCAYA tidak percaya, tapi kami anggota rombongan LintasGayo.co, Khalisuddin, Salman Yoga S, Serta Lia, Maharadi dan Feri Yanto yang mengadakan perjalanan 2 hari, 8-9 Januari 2017 ke Gayo Lues mengalaminya.

Tepatnya hari Senin malam, 9 Januari 2017, kami berangkat dari kota Blang Kejeren sekitar pukul 22.00 Wib pulang ke Takengon, usai menghadiri acara akad nikah salah satu sahabat kami yang merupakan wartawan media online LintasGayo.co, Supri Ariu yang dilaksanakan di Masjid Asal Penampaan.

Kami pulang dengan mengendarai mobil minibus jenis Daihatsu Xenia, bang Khalisuddin yang juga merupakan pimred LintasGayo.co yang menyetir mobil, bang Salman Yoga duduk di bangku depan, sementara, kami serta bang Maharadi duduk di bangku tengah.

Pantan Cuaca Gayo Lues. (LGco_Khalis)

Bang Khalisuddin mengendarai mobil dengan kencang juga terkesan ugal-ugalan, sepertinya dia sudah hapal setiap tikungan jalan Lintas Gayo tersebut.

Situasi ini membuat kami tersiksa di bagian belakang, seperti kentang, bergelinding kekanan dan kekiri, sepertinya dia tidak ingin kami tidur, tetap menemaninya melintasi kawasan yang memang dikenal angker itu.

Kami tidak peduli dengan mobil yang melaju kencang dan berlenggang kekanan dan kekiri berkelok-kelok mengikuti jalan, kami terus mencoba tidur dan menikmati music yang di-request sang sopir lagu Rhoma Irama.

Setengah jam lebih sudah kami berjalan, dibawah sinar bulan yang samar-samar, mendekati perbatasan antara kecamatan Rikit Gaib dengan Pantan Cuaca tiba-tiba saja bang Salman berteriak, “Hehhh, sana oya, hanati jema banan o remalan sesereng e,” katanya dengan nada kaget. (Hehhh, apa itu, kenapa ada orang perempuan berjalan sendiri)

Secara refleks, saya terbangun dan melihat kedepan, sayangnya aku hanya dapat melihat sekilas, karena mobil melaju sangat cepat, dengan cepat kecuali sopir dan bang Salman berbalik melihat kebelakang, ternyata jalanan hanya kosong, sementara malam tidak gelap karena cahaya bulan cukup terang, perempuan tadi menghilang begitu cepat.

“Hanati gere ara ne jema oyane, kusi nge beluh e? (Kenapa orang tersebut tidak ada lagi, kemana perginya?),” tanya ku heran, “Betol gere ara neh woy (betul, dia tidak ada lagi)” kata bang Sertalia menyahuti.

Timbullah pertanyaan diantara kami, sempat berdebat ada yang percaya itu hantu, dan ada yang tidak, lalu saya bilang, “bang balik bang, kita pastikan dulu,” kataku, itu orang atau bukan, apakah benar-benar hantu atau hanya seorang ibu yang sedang berjalan tengah malam.

Awalnya, bang Khalisuddin sepertinya enggan berbalik, karena tidak ingin menambah waktu perjalanan. Tapi dia ikut penasaran dan bersedia memutarbalik mobil.

Kami kembali mencoba memastikan orang tersebut masih ada atau tidak, dan itu orang atau bukan, setelah kami berbalik arah ternyata perempuan itu sudah berpindah jalur, dari sebelah kanan ke sebelah kiri, mobil kami semakin mendekati perempuan itu yang sedang berjalan dibawah gemerlapan cahaya bulan yang bersinar setengah tempayan, sorot lampu mobil yang kami kendarai menerpa wajahnya.

Kami semua hanya bisa memperhatikan wajah perempuan itu, wajahnya putih seperti perempuan yang baru melahirkan dan memakai bedak putih seperti masker, atau seperti muka badut. Namun tidak seorangpun dari kami bisa dengan benar-benar jelas melihatnya dan menyimpan dalam memori ingatan untuk menggambarkannya.

Lagi, kami berputar balik untuk melanjutkan perjalanan, perempuan itu kembali berpindah jalur ke sebelah kiri, perempuan itu hanya berjalan lurus, tanpa mau melihat kekanan atau kekiri, ataupun sekedar menoleh kearah kami, perdebatan diantara kami terus terjadi dan kami bertanya-tanya itu siapa?.

Logikanya tidak mungkin seorang perempuan mau berjalan ditengah malam sendirian apalagi ditengah tempat yang sepi seperti itu tanpa perkebunan, tanpa rumah, atau sangat jauh dari perkampungan masyarakat.

Kami kembali mendekati perempuan itu, bang Salman mencoba membidiknya dengan camera DSLR merek Canon, beberapa kali ia menekan tombol cameranya namun gagal mendapatkan gambar perempuan itu, secara sekilas aku melihat perempuan itu memakai jilbab dengan gundukan dikepala, jilbabnya bermotif batik, entah motif Kerawang Gayo atau bukan, samar jenis motifnya. Kami juga luput memperhatikan kakinya menjejak tanah atau tidak.

Rikit Gaib Gayo Lues. (LGco_Khalis)

Bang Khalisuddin tidak memberhentikan mobil, alasannya dia khawatir apabila ternyata sosok tersebut merasa terganggu dan menyerang kami.

Bang Maharadi tampak begitu ketakutan, sementara kami semua juga serasa merinding, tapi kami tetap saja belum sepenuhnya percaya tentang itu adalah hantu, bisa saja orang gila di kampung terdekat, yang lainnya juga berfikir begitu sekaligus untuk menyemangati diri agar tidak ketakutan.

Sekitar sepuluh menit kami meninggalkan perempuan itu, kami sudah tiba di kampung Godang, disana terlihat ada beberapa warga kampung yang sedang jaga malam, kami berhenti karena ada juga yang mau numpang ke kamar mandi juga.

Begitu turun dari mobil bang Sertalia langsung mendekati kerumunan warga yang sedang jaga malam tersebut, lalu menanyakan tentang perempuan yang misterius ditengah gelapnya malam dan belantara tadi.

“Bang, kami male ngune ni bang, sine sekitar 300 meter dekat perbatasan Rikit o ara jema remalan, kire-kire sahan oya bang?, ara ke Kedang jema mugile atau jema daerah oya?,” tanya bang Sertalia. (Bang, kami numpang tanya, tadi sekitar 300 meter di perbatasan Rikit ada orang berjalan sendiri, siapa gerangan dia? Apakah ada orang gila?)

Spontan warga tersebut menjawab, “Oya jema te ya (itu saudara kita),” katanya, “Kune maksud e jema te?,” tanya bang Sertalia kembali, “Jema te, empu ni tempat a (dia penghuni tempat tersebut),” kata pak Amin kemudian memperjelas. “Oya nge biasa ya, daerah oya geral e Bangku dekat perbatasan a, Gati engon jema pakea one, memejen atas ni gapura a kunul,” kata pak Amin menimpali yang maksudnya “itu sudah biasa, daerah tersebut bernama Bangku, sering ada penampakan orang duduk di Gapura)

Pak Amin kemudian menceritakan tentang seringnya penampakan yang terjadi di lokasi tersebut, dan mengatakan kalau didaerah perbatasan tersebut bukan hanya kami yang bertemu perempuan itu, tapi warga kampung Godang juga sering, akan tetapi hantu itu tidak pernah mencelakai orang, hanya sekedar menunjukkan dirinya saja.

Konon, dahulu sebelum datangnya penjajah Belanda di daerah itu pernah diasingkan seorang gadis (beru-red) yang memiliki penyakit “Gere Jeroh” atau semacam penyakit kusta (kedel-red), karena masyarakat takut penyakit itu menular maka gadis itu diasingkan pada satu tempat di daerah tersebut.

Gadis itu menghilang entah kemana. Menurut warga setempat itulah kemudian sering menampakkan diri di daerah itu, dan orang-orang menyebutnya “Tok Beru” yang artinya masih gadis.

Tapi belakangan bukan hanya “Tok Beru” yang kerap menampakkan diri, ada juga hantu perempuan yang memiliki anak empat, itu juga sering dilihat warga, kata pak Amin, yang diamini oleh warga yang sedang jaga malam tersebut.

Menurut warga tersebut, salah seorang petua setempat pernah mengalami kejadian aneh, sedang duduk bersila tiba-tiba didatangi seorang anak kecil dan duduk dikakinya, namun anak tersebut hilang secara misterius.

Tapi, Tok Beru ini hanya menampakkan diri sendirinya saja, biasanya memakai pakaian Kerawang Gayo, akan tetapi tidak perlu ditakuti, karena Tok Beru tidak akan mau menggangu orang, biasanya hanya sekedar memperlihatkan diri saja.

Namun dari cerita lain, ada juga pengakuan pengendara sepeda motor yang tiba-tiba ditumpangi sosok misterius, demikian diceritakan warga tersebut. Sayangnya, Amin dan warga lainnya tidak menjelaskan kenapa Tok Beru mengenakan pakaian bermotif Kerawang Gayo.

Setelah mendengarkan cerita mereka kamipun semakin merinding dan ketakutan, aku sendiri mulai meyakini bahwa cerita dan sosok perempuan itu adalah “hantu”, setelah diceritakan hal itu kami pun memperkenalkan satu persatu dari tim LintasGayo.co ternyata dari mereka sangat mengenal media Lintas Gayo sampai salah satu dari mereka sangat mengenal dari ciri-ciri salah satu crew Lintas Gayo dari film komedi karya Gumara.

“Si jema e musulah a bang e, wartawan e,” ungkap dari salah satu mereka spontan bang Khalisuddin membuka topinya dan kami pun serentak tertawa terbahak-bahak bersama, suasana malam pun pecah dari kesunyian, keakraban mulai terjadi seakan kami sudah sangat dekat dengan mereka.

Mereka melihat dari tim kami ada yang bujang yaitu saya dan bang Maharadi juga berpenampilan brewok, tapi bang Maharadi lebih brewok dan berambut kribo, warga disitu kemudian mengeluarkan kalimat mengolok-olok menakuti, “Tok Beru a ne, jema bujang naru gumis orom naru wok si kenalie,” katanya, kami tertawa semakin menjadi-jadi.

Selama lima belas menit kami bersama mereka sambil menikmati hangatnya api ungun yang dihidupkan di tengah penjagaan itu, sambil bersalaman kami pun berpamitan dan mengucapkan salam, kami kemudian bergegas berangkat meninggalkan warga tersebut.

Kamipun memecah malam melintasi bukit-bukit dan hutan rimba, ceritapun berlanjut mengenai hantu perempuan itu, ketakutanpun menyelimuti perjalanan, bang Maharadi tidak berkata-kata, mungkin saking takutnya.

Kawasan angker Tangsaran kami lintasi dengan aman, juga Tembolon yang terkenal paling angker. Sesekali bang Khalisuddin membunyikan klakson yang sebenarnya tidak diperlukan dalam perjalanan malam hari walau di tikungan seklaipun.

Kami tiba di Ise-Ise, istirahat sejenak setelah meninggalkan cerita horor dan tempat-tempat yang memiliki cerita horor yang diceritakan warga kampung Godang tadi.

Dari Ise-Ise bang Khalisuddin meminta saya yang menyetir, dan sialnya setelah saya yang menyetir sekitar 15 menit meninggalkan Ise-Ise mereka semua tertidur, akhirnya saya sendiri menyetir dengan dibayangi oleh wajah perempuan itu, sesekali aku kaget dengan bayangan dari sorotan lampu mengenai benda di pinggir jalan.

Tapi, ada hal yang tidak kalah horornya dengan cerita Tok Beru di daerah Bangku, Rikit Gaib tadi, disaat kita menyetir tengah malam dari daerah Gayo Lues menuju Takengon kita harus benar-benar ekstra hati-hati, sedikit saja lengah apalagi sampai mengantuk maka lakalantas sudah siap menanti.

Yaitu, banyaknya binatang ternak seperti lembu, kerbau dan kambing yang berkeliaran di jalanan, ini harus benar-benar diperhatikan dan pengendara harus hati-hati, sebab apabila tidak bisa saja menabrak hewan tersebut dan tentu itu bisa menyebabkan kecelakaan lalulintas.[]

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.