Selain toko souvenir batu mulia yang baru-batu ini ramai dijumpai hampir di seluruh sudut Kota Takengon, pengrajin batu mulia juga sebelumnya sudah terlebih dahulu menjamur.
Seiring dengan booming nya batu mulia jenis akik dan giok di Gayo, kondisi tersebut ternyata mampu meningkatkan perekonomian masyarakat Gayo mulai dari yang berprofesi sebagai petani (penambang) batu, kolektor, pengrajin dan toko souvenir bahkan sampai penjual melaui online dan jejaring sosial.
Pengrajin batu mulia di Takengon, muncul secara mendadak seiring maraknya batu mulia ini ditemukan di bumi Gayo. Para pengrajin yang awalnya hanya mencoba-coba lama kelamaan menjadi bisnis penjual jasa yang menguntungkan.
Seperti yang dilakoni, Islamuddin Dika, warga Kampung Belang Bebangka Kecamatan Pegasing Kabupaten Aceh Tengah. Sejak beberapa bulan terakhir dirinya berinisiatif menjual jasa sebagai pengrajin batu akik dan giok.
Awalnya, kata Is demikian ayah dua anak ini disapa, dirinya hanya mencoba mengasah batu miliknya sendiri di depan rumah miliknya dengan bermodal sebuah mesin asahan yang dipinjam oleh seorang rekannya.
“Setelah beberapa hari ada tetangga yang datang meminta dibuatkan cincin. Saya terima saja, lama kelamaan banyak orang kampung disini yang datang meminta dibuatkan cincin. Atas saran dari warga kampung disini lah saya membuka bisnis jual jasa asahan batu cincin,” kata Is beberapa waktu lalu kepada LintasGAYO.
Tak disangka, hanya dua minggu berselang orderannya semakin meningkat. Tak hanya warga seputaran kampung Belang Bebangka saja mengorder, melainkan orang-orang dari beberapa Kecamatan di Aceh Tengah mulai ramai memberikan orderan kepada Is.
“Melihat prospeknya bagus, dan penghasilan selama dua minggu itu sudah lumayan. Saya membeli dua mesin asahan berikut gerindanya, untuk memudahkan saya membuat cincin,” terangnya.
Selama beberapa bulan Is melakoni bisnis sebagai tukang asah batu cincin, dia mengaku memiliki penghasilan rata-rata per hari sebesar 700 ribu hingga satu juta Rupiah. Dalam sehari Is bisa menyelasaikan 20-30 cincin.
“Awalnya saya mengambil ongkos hanya kekeluargaan saya. Karena warga kampung yang datang kemari. Berbekal dari saran warga sini juga, maka saya memasang tarif sebesar 50 ribu rupiah per satu cincin, ada pelanggan yang puas dengan hasil asahannya mereka memberikan fee. Sehari bisa 20-30 cincin. Kalau untuk warga disini harganya tentu gag sama dong, pasti ada diskonnya, namun pun begitu prioritas selesainya tetap kepada pelanggan lain, dan warga disini mamakluminya,” ungkapnya.
Kedepan Is mengatakan, akan meneruskan bisnis tersebut. Dalam dunia asah-mengasah batu mulia menjadi perhiasan, Is bukanlah belajar secara otodidak. Saat merantau ke Kabupaten Bireuen saat kecil, dia pernah diajari oleh pengasah batu ternama di Kota Juang. Dia pun belajar sungguh-sungguh, sampai menyelesaikan bangku SMA, dia membantu sang guru menggeluti bisnis itu.
“Itung-itung bisa dapat uang jajan, saya juga senang bisa membantu beliau. Saat ini orderan dari guru saya kabarnya meningkat di Bireuen, kalau dulu hanya 10 batu paling banyak yang masuk,” kenang Is.
Dia pun mengaku, saat ini kwalahan melayani orderan-orderan untuk membuat batu cincin. Sering dirinya menolak orderan dari pelanggan. “Sebagian pelanggan ingin didahulukan, padahal yang lain masih banyak yang antri. Karena tidak sepakat terkait hari pengambilan, maka saya menolaknya. Intinya siapa yang duluan mengantarkan kepada saya, itu yang dulu saya siapkan. Semua pelanggan ingin cepat siap cincin nya kan, maka saya tak mau mengecewakan mereka,” demikian Islamuddin Dika.
(Darmawan Masri)