Oleh. Drs. Jamhuri Ungel, MA[*]
PERTANYAAN mendasar yang sering diajukan kepada mereka yang baru duduk di bangku kuliah adalah “Apa beda antara sekolak dengang kuliah ?”, banyak diantara mahasiswa menjawab, perbedanya adalah : kalau ketika sekolah ilmu yang didapat lebih banyak diberikan oleh guru sedangkan ketika kuliah ilmu yang diberikan oleh dosen tidak lagi banyak tetapi lebih banyak dicari sendiri.
Jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan tersebut secara umum betul dan masih banyak jawaban lain yang juga tidak salah kendati berbeda dengan jawaban yang telah disebutkan, diantara jawaban yang juga betul tersebut adalah : Ketika sekolah sejak dari SD, SMP sampai SMA/SMK dan MA semuanya seragam dan ketika kuliah beragam. Ketika pagi mereka sama-sama datang dan senam bersama dengan gerakan yang tidak boleh berbeda, ketika bell berbunyi semua mereka masuk ruangan secara bersama. Guru mengajarkan materi yang sama kepada siswa dengan buku pegangan yang sama, jawaban ujian juga harus sama diantara siswa, sehingga kita bisa lihat kertas kunci jawaban yang dilobangi untuk memeriksan kesalahan dan kebenaran jawaban.
Para pelajar juga memakai pakaian seragam, untuk SD pakaian seragam putih dan merah, baju batik dan pakaian oleh raga pada hari-hari tertentu demikian juga dengan anak-anak yang sekolah di MI yang memakai pakaian putih-putih, batik, pakaian muslim dan olah raga juga seragam. Kemudian untuk sekolah SMP/MTs juga memakai pakaian yang seragam sejak hari senin sampai hari sabtu. Keseragaman ini juga berlaku untuk mereka yang sekolah di SMA/MA.
Ketika mereka menjadi Mahasiswa maka keseragaman hanya ada ketika mengikuti orientasi pengenalan kampus (OSPEK), mereka harus memakai pakaian seragam dengan perlengkapan alat-alat yang seragam, mematuhi aturan yang seragam dan ketika ada diantara mereka yang tidak mau seragam mereka akan dikenakan hukuman karena ketidak patuhannya pada aturan keseragaman, sampai-sampai keseragaman yang dituntun dari mereka pada ketidak mungkinan seperti menghitung jumlah beras atau kacang ijo yang mereka bawa.
Masih ada juga lembaga pendidikan yang menjadikan keseragaman sebagai aturan yang harus diikuti, seperti lembaga pendidikan kesehatan dan juga lembaga pendidikan-akademi tertentu tetapi keseragam ini hanya pada pengenaan pakaian seragam. Sedangkan di banyak perguruan tunggi tidak lagi menganut aturan keseragaman, seperti para mahasiswa tidak lagi diharuskan memakai pakaian yang seragam, baik model ataupun warna, para mahasiswa tidak lagi seragam dalam menerima ilmu dari dosen karena dosen tidak lagi membaca buku yang tidak harus sama dengan buku bacaan mahasiswa. Ketika mahasiswa masih sebagai siswa duduk di bangku sekolah mereka disuruh membaca buku tertentu dengan judul dan bab tertentu juga tapi pada saat mereka kulian dosen hanya menunjuk daftar bacaan yang merujuk pada buku wajib dan buku anjuran untuk dibaca.
Ketika ujian mereka tidak lagi dianjurkan menjawab dengan jawaban yang seragam, malah mereka diharuskan menjawab dengan jawaban yang beragam, mereka bebas menjawab sesuai dengan kemampuan dari banyaknya buku yang mereka baca. Dan biasanya soal yang diberikan tidak lagi dalam bentuk benar salah atau memilih (choise) tetapi dalam bentuk essay dengan jumlah yang dipadai sekitar empat atau lima buah soal. Inilah arti keberagaman dalam perguruan tinggi dengan prinsip yang dianut bahwa kebenaran bukanlah seragam tetapi kebenaran yang sebenarnya adalah beragam.
Sebagai orang tua yang pernah duduk di Perguruan Tinggi kita sering dihadapkan dengan pertanyaan dari anak-anak kita yang sebenarnya pertanyaan tersebut sangat mudah menjawabnya, namun karena kita ada beberapa alternatif jawaban membuat kita ragu dalam menjawabnya, sebagai contoh yang pernah saya alami ketika anak saya yang sekolah di MTsN menanyakan tentang bacaan “iftitah” dalam shalat, karena saya tahu bahwa bacaan iftitah dalam shalat boleh yang dimulai dengan “Allahu akbar kabira” dan boleh juga yang dimulai dengan “Allahumma ba’id” lalu saya menjadi ragu untuk menjawabnya, solusi yang saya ambil adalah melihat buku yang menjadi pegangan di sekolah MTsN tersebut.
Keberagaman lain sering kita dapati dalam pelaksanaan ibadah kita sehari-hari, seperti keberagaman dalam pelaksanaan shalat hari raya ‘idul fitri dan keberagaman dalam pelaksanaan shalat tarawih dalam bulan ramadhan, bagi yang mereka yang mengetahui hanya ada keseragaman maka mereka selalu menganggap keberagaman itu salah serta tidak baik dan bagi mereka yang memahami kebenaran bisa beragam berpandangan bahwa pelaksanaan ibadah yang beragam itu benar.
Itulah tahapan pembelajaran yang berlangsung dalam tingkatan pendidikan yang ada di lembaga pendidikan dan juga tahap pendidikan yang ada di dalam masyarakat kita. Dimana pada awalnya diajarkan hidup seragam dengan tidak memperkenalkan keberagaman sehingga ketika ada keberagaman masyarakat kita tidak siap menghadapinya sampai terkadang berakhir dengan perpecahan di dalam masyarakat. Dan dari uraian di atas bisa kita ketahui bahwa perpecahan karena perbedaan merupakan buki rendahnya pendidikan dan pengetahuan masyarakat.