Gempa Buka Mata Dunia

oleh
Posko Induk di depan Setdakab Aceh Tengah menghimpun bantuan dari berbagai penjuru nusantara dan dunia.(LGco-aman ZaiZa)

Gempa Gayo (bagian 6)

Catatan: Aman ZaiZa

Posko Induk di depan Setdakab Aceh Tengah menghimpun bantuan dari berbagai penjuru nusantara dan dunia.(LGco-aman ZaiZa)
Posko Induk di depan Setdakab Aceh Tengah menghimpun bantuan dari berbagai penjuru nusantara dan dunia.(LGco-aman ZaiZa)

DALAM  sebuah kesempatan, Wakil Walikota Banda Aceh Illiza Sa’aduddin Djamal mengungkapkan, peristiwa gempa yang melanda wilayah Gayo di dua kabupaten di Aceh yakni Aceh Tengah dan Bener Meriah, makin membuka mata orang akan keindahan Tanoh Gayo.

Jika selama ini orang tidak begitu mengenal keindahan Tanoh Gayo, dengan adanya gempa ini, orang-orang yang datang kesana bisa menyaksikan sendiri  potensi besar yang dimiliki dua kabupaten tersebut.

Ternyata alam Gayo itu, lanjut Illiza viewnya luar biasa. Alam Gayo yang kerab dikatakan sebagai kepingan Tanah dari Surga merupakan aset Aceh. Alamnya yang ada di dataran tinggi Gayo sungguh indah dan banyak orang sadar hal itu ketika mereka berkunjung kesana sambil melihat daerah yang terkena gempa.

“Alam Gayo merupakan aset Aceh secara umum, yang harus dibisa dirawat dengan baik,” ungkap Illiza menggambarkan potensi alam Aceh Tengah saat membuka pameran foto amal “Pray for Gayo,” di arena Ramadhan Fair pada Taman Sari Banda Aceh, Minggu (28/7/2013) sore.

Sebelumnya, dua hari sebelum gempa melanda Gayo, seorang fotografer ternama di negeri ini, Oscar Mutoloh juga sangat mengagumi kekayaan alam dan potensi wisata yang dimiliki Aceh Tengah.

Sampai-sampai ia berucap, bahwa alam Aceh Tengah ini sangat keren, ditambah ragam pesona dan adat-istiadat masyarakatnya yang begitu bersaja dan masih sangat alami. Karenanya, segala potensi ini harus diperkenalkan kedua luar, karena ini khasanah kekayaan alam Indonesia.(https://lintasgayo.co/2013/07/28/gempa-makin-buka-mata-orang-akan-keindahan-gayo.html)

Jika ingin berbicara fakta, sebelum gempa melanda Gayo 2 Juli 2013, sejumlah kedua daerah di dataran tinggi berhawa sejuk ini, sedang giat-giatnya mempromosikan diri dengan membuka mata dunia untuk melirik Gayo.

Sebelum gempa, promo wisata dan budaya Gayo mulai menggeliat. Lihat saja, di Kabupaten Bener Meriah aada pemecahan rekor Museum Rekor Dunia Indinesia (MURI) dengan digelarnya Didong massal dan minum kopi massal yang di ikuti 50 ribu orang.

Di Aceh Tengah, sedang gencar-gencarnya mempromosikan wisata dan budaya Gayo lewat festival Danau Lut Tawar. Dalam festival ini, bukan saja menggalakan budaya yang memang sudah mengakar, seperti pacu kuda, namun ada juga menggali dan upaya pelestarian budaya dan adat istiadat, seperti festival munoleng (resam munoleng).

Sebuah tradisi yang sudah mulai menghilang di negeri kita. Disaat orang melakukan panen padi, lebih mengandalkan indevisu dan mesin. Sedangkan dalam resam munoleng itu diperlihatkan, bagaimana masyarakat bisa kompak bersatu padu dalam merayakan pesta panen secara bersama-sama.

Dampak dari ini semua, juga membawa perubahan bagi perekonomian masyarakat. Hal ini bisa dilihat secara sederhana, dengan ramainya orang yang berkunjung ke Aceh Tengah, secara otomatis menggairahkan perekonomian masyarakat, sebab daya beli pendatang yang tinggi.

Secara umum pula bisa dilihat, semakin memperkenalkan kopi Gayo yakni arabika. Sehingga membuka wawasan masyarakat umum, bahwa kopi Gayo itu memang nikmat dan kualitasnya bertengger pada klas satu di dunia.

Tingginya kunjungan orang ke Gayo bisa dirasakan dengan penuhnya kamar hotel di Aceh Tengah. Dimana, berdasarkan pengakuan pemilik hotel di Gayo kunjungan sangat meningkat sebelum Gempa dan setelah Gempa terlebih lagi.

Pengalihan Dana

Dari berbagai gambaran di atas, maka alangkah sayang jika Pemerintah Kabupaten menghentikan sejumlah kegiatan yang notabene untuk memperkenalkan Gayo ke mata dunia dan memanjakan wisatawan untuk berkunjung ke Gayo.

Namun, dari sisi lain, jika itu memang harus dilakukan untuk membantu rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh Tengah pascagempa, kiranya memang juga harus dilakukan. Sebab, masyarakat korban gempa sangat butuh perhatian lebih, melebihi curahan perhatian yang selama ini memang sudah tercurahkan.

Sebab, pada dasarnya tujuan pembangunan itu, tak lain dan tak bukan untuk mensejahterakan masyarakat. Makanya, jika dana pengalihan program yang skala prioritasnya kurang tersebut bisa bersentuhan langsung dengan hajat hidup orang banyak, kiranya patut diberi apresiasi.

Karena, jika mengandalkan terus anggaran pemerintah pusat atau pemerintah provinsi (Pemprov), belum tentu bisa dituntaskan dalam waktu cepat rehabilitasi dan rekonstruksi Gayo. Karena curahan dana yang otomatis dianggarkan bertahap itu akan terbagi untuk dua kabupaten, yakni Aceh Tengah dan Bener Meriah.

Tidak bisa berjalan cepatnya rehabilitasi dan rekonstruksi ini, bisa dilihat dari gambaran yang diberikan Gubernur Aceh dr Zaini Abdullah, bahwa rehab/rekon Gayo akan diupayakan selesai dua tahun. Kata upaya itu masih ngambang belum ada satu kepastian.

Terlebih lagi, jika melihat alokasi anggaran yang juga tak sangat memadai dalam membantu korban gempa dalam membangun rumah mereka. Dimana, dalam dua peristiwa duayang terjadi di Aceh dalam dua kabupaten yang berbeda, sikap Pemerintah Aceh terkesan “pilih kasih”. Dimana, unti rehab/rekon rumah korban gempa dianggarkan Rp40 juta untuk rusak berat dan di Kabupaten Simeulue, dialokasikan anggaran pembangunan rumah Rp70 juta per unit.

Bayangkan saja, mau berapa lama rehab/rekon Gayo akan selesai jika hal ini terjadi. dan siapa pula yang bisa memastikan di tengah jalan tidak ada hal-hal yang merintangi sehingga terhambat penyaluran dana rehab/rekon rumah warga korban gempa.

Karenanya, jika memang Pemkab Aceh Tengah ingin mengalihkan dana anggaran program tahunan yang telah disusun  menjadi dana pendukung rehab/rekon, maka sudah selayaknya itu dilakukan, tanpa kita memandang negatif atau negatif thingking terhadap segala hal sensetip menyangkut hajat hidup orang banyak terutama korban gempa.

Tetapi hal itu dilakukan dengan satu syarat. Bahwa dana yang dialihkan itu benar-benar untuk keperluan masyarakat korban gempa dalam menata kembali hidup mereka dan segala keperluan lain yang mendesak untuk mempromosikan daerah.

Jika ini sudah bisa dijamin, maka langkah selanjutnya, segala program yang kiranya semua bisa memberika incam bagi masyarakat dan meningkatkan daya tawar Aceh Tengah dimata nasional sebagai salah satu destinasi yang layak dikunjungi harus bisa pertahankan dan dilanjutkan kembali.bersambung…

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.