Aceh Tengah dan Bener Meriah Berada di Komplek Gunung Api

oleh
Gunung Geureudong dan Burni Telong yang berada di komplek gunung api.
Gunung Geureudong dan Burni Telong yang berada di komplek gunung api.

Catatan: Muhammad Syukri

Pulau Sumatera, salah satu wilayah yang termasuk dalam jalur ring of fire atau cincin api pasifik. Sebagai jalur cincin api pasifik, daerah ini berbentuk seperti tapal kuda mencakup wilayah sepanjang 40.000 Km mulai dari Selandia Baru sampai ke Chili Amerika Selatan. Kawasan yang mengelilingi cekungan Samudera Pasifik itu merupakan daerah yang paling sering digoyang gempa bumi dan letusan gunung api.

Salah satu wilayah di ujung Pulau Sumatera yang memiliki gunung api aktif adalah Provinsi Aceh. Sebuah daerah yang pernah hancur digoyang gempa 8,9 skala richter serta dihempas Tsunami. Peristiwa alam itu merenggut korban jiwa sebanyak 150 ribu jiwa lebih.

Pasca gempa bumi 6,2 SR tanggal 2 Juli 2013 yang menghancurkan bangunan gedung serta menimbulkan korban jiwa di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah, memang terjadi longsoran di bahu Gunung Burni Telong. Akibat longsoran itu, tersebarlah SMS gelap yang meresahkan warga tentang kemungkinan meletusnya gunung api aktif itu. Nyatanya, SMS itu hanya isu dari orang yang tidak bertanggung jawab.

Oleh karena itu, sebagai warga yang tinggal di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah yang merupakan komplek gunung api sudah seharusnya familier dengan kondisi alam disekitarnya. Penulis mencoba membagi sedikit deskripsi tentang gunung api yang terdapat di daerah ini. Untuk diketahui bahwa gunung api aktif yang berada di wilayah Provinsi Aceh, diantaranya adalah Gunung Seulawah Agam (1726 m) di Aceh Besar, Gunung Peut Sagoe (2780 m) di Pidie Jaya dan Gunung Burni Telong (2646 m) di Bener Meriah.

Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana (2010) ketiga gunung api aktif itu berada dalam status level 1 (normal), namun rekomendasi untuk ketiga gunung itu berbeda-beda. Rekomendasi terhadap Gunung Seulawah Agam tidak diperbolehkan masuk ke kawasan solfatra dan tidak diperbolehkan bermalam di sekitar kawah. Hal ini disebabkan konsentrasi gas vulkanik yang tinggi dapat membahayakan kehidupan manusia.

Sementara rekomendasi terhadap Gunung Peut Sagoe tidak diperbolehkan masuk ke kawasan kawah aktif dan tidak diperbolehkan bermalam di sekitar kawasan kawah, karena hembusan gas-gas beracun yang berbahaya bagi kehidupan. Sedangkan rekomendasi terhadap Gunung Burni Telong tidak diperbolehkan bermalam di sekitar solfatra/fumarola karena konsentrasi gas vulkanik yang dapat membahayakan kehidupan manusia.

Dari ketiga gunung api aktif itu, hanya Gunung Peut Sagoe yang tidak ada permukiman di sekitarnya. Sedangkan Gunung Seulawah Agam dikelilingi oleh permukiman, termasuk Sekolah Polisi Negara, Mako Brimob, dan bentangan jalan negara menuju Banda Aceh tepat di kaki gunung ini. Demikian pula halnya dengan Gunung Burni Telong, kurang dari 3 Km dari kakinya terletak Kota Simpang Tiga Redelong ibukota Kabupaten Bener Meriah beserta permukiman padat penduduk.

Menurut Wikipedia, Gunung Burni Telong terletak diujung Selatan jajaran Gunung Geuredong yang merupakan gunung stratovolcano. Kawasan ini termasuk komplek gunung berapi. Diantara dua gunung besar itu, terdapat juga dua kerucut vulkanik bernama Bur Salahniama dan Bur Pepanyi (Pantan Terong) di wilayah Aceh Tengah yang merupakan bukit sedimen.

Masyarakat yang bermukim di kompleks gunung berapi itu, penulis yakin bahwa mereka sudah mengetahui aktivitas Burni Telong. Tercatat, pada akhir September 1837 terjadi beberapa letusan dan gempa bumi yang menyebabkan banyak kerusakan. Kemudian pada 12-13 Januari 1839 terjadi letusan yang abunya sampai ke Pulau Weh, kemudian pada 14 April 1856 terjadi letusan dari kawah pusat yang memuntahkan material berupa abu dan batu. Pada tahun 1919 juga terjadi letusan normal dari kawah pusat, serta pada 7 Desember 1924 terlihat 5 buah tiang asap tanpa diikuti oleh letusan (Newman van Padang, 1951).

Wajar jika penduduk Aceh Tengah dan Bener Meriah yang tinggal di komplek gunung berapi itu tidak merasa khawatir terhadap jedanya aktivitas Burni Telong sejak tahun 1924. Mereka malah dapat hidup sejahtera selama berada di komplek gunung berapi yang menyediakan lahan subur kepada para petani kopi arabika gayo.

Dari kaki Burni Telong ini juga mengucur sumber air panas yang terdapat di Desa Simpang Balik sekitar 15 Km sebelum memasuki Kota Takengon. Masyarakat memanfaatkan air panas itu untuk mandi dan berendam, malah sekitar 50 meter dari lokasi pemandian itu berdiri sebuah masjid yang menyediakan air hangat untuk berwudhu.

Bahkan di kawasan Pante Raya, sekitar 4 Km dari kaki Burni Telong, terdapat pusat penambangan pasir yang juga memberi kehidupan kepada mereka. Pasir dan bebatuan yang mereka tambang menjadi bahan baku utama untuk berbagai pekerjaan konstruksi di Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah. Bahan tambang ini menjadi sumber kesejahteraan yang menopang kehidupan mereka, disamping dari budidaya kopi dan hortikultura.

Wujud kesejahteraan berikutnya yang mereka dapatkan dari kompleks gunung berapi terlihat dari lalu lalangnya ratusan truk yang mengangkut ribuan ton kopi arabika gayo menuju titik ekspor. Dan, berton-ton hortikultura setiap hari didistribusikan untuk memenuhi kebutuhan sayur dan buah-buahan penduduk Aceh dan Sumatera Utara.

Itulah bukti “keramahan” kompleks gunung berapi. Nuansa itu membuat mereka merasa sangat nyaman untuk bertahan hidup di kaki Burni Telong. Tidak terbersit sedikitpun rasa gentar diwajahnya. Mereka terus bertahan sampai ajal memanggil, namun mereka juga harus waspada terhadap berbagai kemungkinan buruk yang sulit diprediksi. Wallahualam bissawab.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.