Takengon Kota Wisata?

oleh
Kota Takengon dari puncak Bur Gayo. (LGco-Kha A Zaghlul)

Oleh : Rahmadi Ranggayo*

Foto : Zulfikar Ahmad
Foto : Zulfikar Ahmad

TAKENGON, ibukota Kabupaten Aceh Tengah berjuluk Negeri di Atas Awan, julukan daerah yang begitu sejuk dan indah dengan daerah wisatanya baik Danau Lut Tawar maupun kopinya yang terkenal sampai ke manca negara, jika mengunjungi Tanoh Gayo ingin rasanya balik lagi untuk menjelajahi keindahan alamnya, begitulah kata sebagian orang yang telah mengunjungi Kota Takengon.

Namun sayang akses jalan ke sebagian tempat wisata itu seperti tak terurus, padahal jalan merupakan salah satu sarana untuk mencapai tempat wisata itu, entah itu ketidak pedulian pemerintah terhadap tempat wisata atau memang kita terlalu menggantungkan diri terhadap pemerintah, entahlah.

Saya merasa malu ketika mengantar kawan-kawan dari Tapaktuan ke Kota Takengon, walau mereka kagum ketika memasuki Desa Tanoh Depet Kecamatan Celala yang dihampari hutan walau sudah gundul ditanami Serai Wangi, kemudian memasuki Desa Angkop sambil melihat Mega Proyek Pembangunan PLTA Peusangan. Namun melihat jalan yang hancur dan kecil dikawasan Angkop mereka menanyakan kenapa jalannya hancur.? Saya hanya mengelak dan mengatakan ini akibat banjir bandang dan lalu lintas kendaraan berat pembangunan Proyek PLTA Peusangan.

Pertama tiba di Kota Takengon sekitar pukul 18.00 WIB Kami serombongan berjumlah 18 orang dengan menggunakan tiga buah mobil saya ajak untuk singgah di rumah saya di Desa Mongal dan seperti kebiasan orang Gayo, orang tua saya menyuguhi kami dengan Kopi Gayo. Bahkan yang tak biasa minum kopi pun disuguhi dengan kopi. Sambil minum salah seorang dari kami mengatakan rasanya kopinya enak ya sama seperti kopi Vietnam yang pernah dia cicipi.

Setelah merasakan nikmatnya kopi Gayo, orang tuanya saya rupanya telah menyiapkan masakan khas urang Gayo yaitu Jaher Masam Jing ditambah cecah terong angur, rasanya luar biasa bahkan salah seorang yang berasal dari Riau sampai tambah tiga kali sambil menanyakan resep masakan kepada ibu saya.

Dari 18 orang rombongan kami, hanya 3 orang yang asli Tapaktuan, selebihnya mereka dari luar Aceh, ada yang dari Makasar, Bandung, Jawa Tengah, Riau dan Kota Medan.

Setelah melepaskan rasa lelah, malamnya saya mengajak mereka mandi Air Panas di Simpang Balik, dan lagi-lagi mereka menanyakan jalan yang rusak mulai dari Teritit sampai ke Simpang Balik. Ada yang mengatakan wajarlah Gayo meminta pisah dari Aceh, karena melihat jalan di timur dan selatan Aceh yang begitu mulus sedangkan di wilayah tengah jalannya rusak. Tapi apa hendak dikata, begitulah keadaaan Gayo Ku jawabku dalam hati.

*Warga Tapaktuan, berasal dari Gayo

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.