Mutiara Itu Bernama Al-Qur’an

oleh

Oleh Dr. Johansyah, MA*

Beberapa waktu lalu ada satu hal menarik yang diungkapkan oleh Menteri Agama, Nasaruddin Umar di Republika co.id (29/01/25), bahwa penerbitan alqur’an paling laku di Amerika Serikat saat ini.

Bahkan lebih laku dibandingkan novel The Vinci Code yang dalam satu tahun terjual 5 juta eksamplar. Tidak hanya di Amerika, di Negara Eropa secara umum, alqur’an semakin diminati. Menurut beliau ini menjadi pertanda bahwa alqur’an menjadi pusat perhatian dunia.

Terlepas dari apa motivasi mereka, satu hal yang harus kita yakini bahwa alqur’an itu seperti magnet yang mampu menarik perhatian banyak orang, terutama mereka yang penasaran dengan konsep Tuhan dalam alqur’an.

Di sela itu barangkali mereka menyahuti tantangan alqur’an untuk membuat karya selevel ini dalam upaya untuk membuktikan keautentikan alqur’an itu sendiri sebagai wahyu.

Posisi alqur’an sebagai satu-satunya kitab suci yang tidak tercemari oleh pemikiran dan kepentingan manusia, setidaknya menjadi salah satu faktor utama mengapa kitab suci ini digandrungi di Eropa saat ini yang dikenal maju dalam bidang sains teknologi.

Selain itu juga mungkin mereka sering mengalami kebuntuan dalam petualangan spiritual karena tidak menemukan sesuatu yang mereka cari berupa kebenaran sejati sehingga mencoba sesuatu yang baru untuk menjawab kegelisahan batin mereka melalui studi alqur’an.

Awalnya mungkin hanya ingin tahu saja tanpa berniat untuk berpindah keyakinan. Bahkan ada juga yang termotivasi untuk mencari sisi lemah alqur’an dari berbagai aspeknya.

Seperti beberapa waktu silam, di antara mereka ada yang mengatakan alqur’an tidak lebih dari kitab sejarah, tidak ilmiah karena banyak pengulangan, dan sebagainya.

Namun tidak sedikit dari mereka yang kemudian terpesona ketika mulai menyelami pesan-pesan alqur’an. Lambat laun tertarik dan akhirnya memutuskan untuk memeluk Islam.

Memiliki Daya Tarik

Alqur’an sebagai kitab suci yang tidak perlu diragukan memiliki daya tarik yang luar biasa bagi siapa pun. Kalau kita baca kisah para muallaf, begitu beragam latar belakang penyebab mereka memeluk Islam, salah satunya karena ketertarikan terhadap alqur’an.

Bisa jadi dari lantunannya yang indah sehingga menyentuh hati, atau dari aspek subsatansi yang dipaparkankannya seputar Tuhan sehingga orang terpukau, maupun cara-cara lainnya yang sangat menakjubkan.

Saya pernah menonton kisah seorang muallaf Inggris, namanya Yusuf Aok. Dia merupakan pekerja di sebuah klub bola yang sangat terkenal, Mancaster United.

Suatu ketika dia menemukan sebuah buku yang dia sendiri belum tahu bahwa itu alqur’an, dalam stadion di tengah kerumunan penonton sepak bola. Dia sendiri tidak tahu siapa pemilik buku ini, akhirnya mengambil dan membawanya ke rumah.

Istrinya tahu bahwa buku ini adalah alqur’an dan sangat marah kepadanya sampai mengatakan akan membuang buku ini ke tempat sampah.

Yusuf yang saat itu sama sekali belum mengerti apa-apa tentang Islam, tidak setuju dengan sikap istrinya dan menegaskan kepada istrinya; ‘kalau kamu buang buku itu, maka saya tidak akan segan membuang (menceraikan) kamu’.

Benar saja, tidak lama kemudian mereka bercerai karena Yusuf tidak suka dengan sikap istrinya yang menganggap alqur’an sampah.

Sejak saat itu, Yusuf Aok terus mempelajari alqur’an dan semakin lama dia semakin tertarik dangan Islam. Uniknya, meski pun belum Islam, tapi dia merasa dibimbing. Seolah ada yang melarangnya ketika teman-teman mengajaknya ke club malam, mabuk maupun ke tempat-tempat maksiat sehingga dia menolak untuk pergi.

Teman-temannya merasa heran dan kerap meledeknya; ‘kamu ini seperti muslim, banyak pantangan dan larangan’. Tapi dia tetap diam sembari terus mendalami Islam sehingga tidak lama kemudian dia benar-benar masuk Islam.

Mungkin juga kita pernah membaca kisah Jeffrey Lang, seorang Profesor Matematika di University Of Kansas yang memutuskan masuk Islam setelah belasan tahun menjadi atheis. Padahal dia mengikuti pendidikan di sekolah Katolik hingga 18 tahun.

Namun ia sering merasa tidak puas dengan jawaban dalam kitab sucinya terhadap berbagai pertanyaan yang dia ajukan.

Suatu saat dia menerima bingkisan satu buah alqur’an dari seorang mahasiswa dari Arab Saudi. Ada rasa penasaran dalam dirinya dan mulai membacanya. Di sana dia seperti menemukan jawaban atas beragam pertanyaan yang selama ini diajukannya.

Sejak saat itu dia terus mempelajari dan mendalami alqur’an sehingga jatuh cinta dengan Islam dan akhirnya menjadi muallaf.

Mukjizat alqur’an

Inilah salah satu mukjizat alqur’an. Bahkan banyak yang membenci karena ketidakfahaman, namun setelah membaca dan memahami dengan baik akhirnya mereka jatuh cinta.

Namun yang membuat kita heran adalah kalangan umat Islam sendiri yang justru terkesan semakin menjauhi alqur’an. Kalau di Amerika tadi alqur’an menjadi buka yang terlaris, di Indonesia justru sebaliknya.

Seandainya kita menawarkan kepada orang dua pilihan antara alqur’an dan uang, maka kebanyakan mungkin akan memilih uang. Artinya mereka merasa tidak membutuhkan alqur’an.

Perlu disadari bahwa alqur’an adalah wahyu yang berfungsi sebagai petunjuk universal dan tidak ada satu karya manusia pun yang mampu menggantikannya. Kitab suci ini adalah landasan pengetahuan, moral ketuhanan dan kemanusiaan yang abadi.

Dimensi tauhid yang termaktub di dalamnya tidak mampu digoyahkan oleh kehebatan logika manusia. Bahkan banyak ahli logika yang akhirnya bertekuk lutut pada alqur’an.

Kalau begitu, alangkah naifnya kalau umat Islam jauh dari kitab sucinya. Barat itu maju karena tidak lagi berpegang kepada kitab sucinya. Mereka tahu bahwa apa yang termaktub di sana kebanyakan bertentangan dengan logika maupun teori sains.

Beda dengan Islam yang secara umum belum mampu bersaing dengan Barat dalam urusan sains, penyebab utamanya adalah karena kita meninggalkan alqur’an sebagai pedoman hidup dalam seluruh aspeknya.

Tantangan terberat kita saat ini adalah meyakinkan diri dan gerenasi muda bahwa tidak ada yang lebih baik dari alqur’an. Produk teknologi seperti android dengan berbagai vitur yang disediakannya jangan sampai memalingkan perhatian dan cinta kita terhadap alqur’an.

Itu semua tidak lebih dari alat penunjang dan hiburan belaka. Selebihnya, produk teknologi seperti itu tidak mungkin mampu menjadi kompas hidup yang menghadirkan kenyaman dan ketenangan.

Dari itu, di bulan Ramadhan yang penuh berkah ini marilah kita memupuk kesadaran diri bahwa alqur’an adalah mutiara abadi yang tidak akan pernah luntur. Oleh sebab itu kiranya jangan sampai kita berpaling dari alqur’an.

Sentuhlah kitab suci ini dengan penuh ketulusan, baca dan pahami pesan-pesan yang ada di dalamnya untuk seterusnya diamalkan. Yakinlah bahwa kecintaan terhadap alqur’an akan mampu mengantarkan kita pada kebahagiaan sejati, baik di dunia maupun di akhirat. Wallahu a’lam Bishawab!

*Penulis adalah Dosen STIT Al-Washliyah Aceh Tengah

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.