Reje Gayo Yang Berorientasi

oleh

Oleh. Dr. Jamhuri Ungel, MA*

Reje dalam sistem pemerintahan Gayo merupakan salah satu dari empat unsur pemerintahan yang disebut dengan sarak opat, yairu reje, imem, petue dan rayat.

Reje mempunyai kewenangan yang lebih tinggi, semua unsur yang disebutkan bertanggungjawab kepada reje, disamping itu reje juga mempunyai wakil yang dinamai dengan bedel, bedel berasal dari bahasa arab yang berarti pengganti.

Artinya bila reje berhalangan maka tugas akan dilaksanakan oleh bedel.

Kriteria seseorang yang dipilih menjadi reje harus orang yang mempunyai sifat yang adil, masyarakat Gayo menyebutnya dengan “musuket sipet”.

Arti dari kata musuket sipet adalah : musuket berasal dari kata suket yang artinya takar (menakar), maksudnya seorang reje bermakna adil ketika menakar maka takarannya tidak pernah kurang atau lebih.

Dan kata sipet berarti mengukur, maksud adilnya seorang reje ketika mengukur maka tidak pernah lebih dan juga tidak pernah kurang.

Ketika permasalahan yang terjadi dalam masyarakat baik masalah perdata ataupun masalah pidana, juga masalah yang berhubungan dengan politik maka reje akan menyikapi dengan bijaksana.

Bila permasalahan yang berhubungan dengan agama maka reje akan menerima pendapat imem, karena imem adalah orang yang paling paham agama, kalau berhubungan dengan masalah selain dari agama maka reje akan meminta pertimbangan dari petue.

karena petue adalah orang yang lebih memahami masalah kemasyarakatan secara. Reje tidak otoriter kendati punya otoritas.

Prinsif memilih reje dalam masyarakat Gayo tidaklah sama dengan membeli kucing dalam karung, artinya sifat musuket sipet bukanlah suatu sifat yang diharapkan akan muncul setelah terpilih menjadi reje.

Karena kalau sifat ini diharapkan akan muncul setelah terpilih  berarti sama dengan  menggantung nasib kepada gantungan yang tidak pasti, ketidap pastian ini akan berakhir dengan kekecewaan dan penyesalan, dan ini mungkin sudahnpernah terjadi.

Untuk itu diperlukan pengetahuan dan pengenalan siapa yang akan menjadi reje.
Musuket sipet (adil) adalah sifat yang dimiliki dan sifat ini merupakan tabiat atau akhlak, karena itu sifat ini tidak muncul secara tiba-tiba dan kalaupun muncul dalam keadaan tertentu, maka sifat itu identik dengan mencari perhatian (pencitraan).

Hal yang seperti ini banyak dilakukan oleh orang-orang yang ingin dikenal baik oleh orang-orang disekitar mereka, ingin dipuji, ingin dihargai dan lain-lain.

Yang jelas sifat yang bukan menjadi tabiat mudah berubah, dan orang akan katakan “sudah nampak aslinya”, artinya semua sudah membaca tabiat itu dari lama tetapi karena keinginan sesaat, orang-orang memuji ketidak asliannya.

Tidak cukup hanya memiliki sifat adil, reje juga harus orang yang mempunyai ilmu. Standar ilmu adalah sekolah (berpendidikan), tidak mungkin pada era modern saat ini seorang reje tidak memiliki ilmu pengetahuan, karena reje tidak hanya berpikir untuk dirinya tetapi harus memikirkan semua orang yang menjadi rayat (masyarakat).

Mungkin bisa belajar dari pengalaman dan bertanya pada diri kita, kenapa Gayo selalu merasa terisolir dari majunya pembangunan, alam yang rusak karena tambang masyarakat kita hanya mampu berteriak namun tidak mampu berbuat, tentu karena ilmu yang dimiliki masih berada di bawah orang lain.

Semangat orang Gayo dalam menyekolahkan anak mereka sangat luar biasa, yang penting anak mereka sekolah dan tidak penting anaknya sekolah dimana.

Hampir tidak ada pesantren di Aceh yang tidak ada anak orang Gayo, artinya kebanyakan orang Gayo sekolahnya bukan di sekolah pemerintah (negeri), demikian juga dengan  PT (Perguruan Tinggi).

Di semua Perguruan Tinggi pasti ada anak orang Gayo tidak peduli negeri atau swasta. Ini menunjukkan semangat masyarakat Gayo menyekolahkan anak sampai pendidikan yang lebih sekalipun, tanpa mempedulikan harta mereka habis demi biaya pendidikan anak mereka.

Dari apa yang dikorbankan masyarakat Gayo untuk anak mereka pernah dibaca oleh pemerintah, apa sebenarnya yang diharapkan oleh orang tua terhadap generasi mereka.

Tentu tidak lain adalah perubahan (nasip) kehidupan untuk menjadi lebih baik dari yang mereka alami, tetapi kenyataan sudah puluhan tahun tidak pernah memberi perubahan.

Tentu bagi pemerintah yang mempunyai ilmu pengetahuan akan mengkaji, menganalisa dan mengambil tindakan, bahwa pendidikan generasi muda Gayo belum ada hubungannya dengan kebutuhan alam Gayo mereka masih sekolah (kuliah) pada dasarnya adalah ikut-ikutan (unung-unung).

Kalaulah mereka yang akan menjadi reje masih dalam pola pikir tidak berorientasi ke depan maka Gayo akan tetap dalam ungkapan “daerah marjinal, kite gere delè, kite gere iroi pake so, akhirnya memang nge nasipte”.

Tentu ini bukan harapan orang Gayo sebagai suku tertua, sebagai sebuah pemerintahan yang pernah maju (kerajaan Linge).

*Ka. Prodi Perbandingan Mazhab dan Hukum, Fak. Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.