Oleh: Muhammad Syukri
Dalam sebuah tayangan kanal NatGeo Wild, dua ekor singa jantan sedang bertarung. Pertarungan hidup mati itu melibatkan singa tua, sang penguasa kelompok, dengan pendatang baru, seekor singa remaja.
Apa yang mereka perebutkan? Dari narasi yang ditulis kanal televisi itu, kedua singa sedang berebut kekuasaan. Pemenangnya akan menjadi pemimpin kelompok.
Dalam pertarungan itu, pemenangnya adalah singa remaja, menjadi pemimpin baru. Singa tua harus angkat kaki, berkelana sambil menanti ajal. Itu suksesi di dunia hewan.
Bagaimana suksesi di dunia manusia? Perebutan kekuasaan adalah tradisi paling kuno di dunia manusia. Bagi manusia, dengan adanya kekuasaan akan dapat melakukan apa saja yang diinginkan.
Sering dikisahkan, perang antar manusia dalam satu klan. Perang antar klan, antar suku bangsa, sampai perang berskala dunia. Semua itu terjadi, kalau tidak mempertahankan kekuasaan, pasti merebut kekuasaan.
Era itu, jalan pedang sebagai pilihan. Siapa kuat, dia menang. Alhasil nyawa manusia tak berharga. Darah dibiarkan mengalir di lantai bumi. Mayat bergelimpangan di medan perang.
Era kegelapan seperti kisah tadi sudah lama berakhir. Suksesi atau kita kenal dengan istilah politik kekuasaan, dewasa ini tak mesti saling membunuh. Rebutan kekuasaan mulai ditempuh secara damai. Soalnya, hampir semua negara sudah menganut paham demokrasi.
Apa itu demokrasi? Demokrasi berasal dari bahasa Yunani kuno. “Demos” berarti “rakyat” dan “kratos” berarti “kekuasaan” atau “pemerintahan.”
Jadi, demokrasi adalah bentuk sistem pemerintahan, dalam hal mana, kekuasaan politik dipegang oleh rakyat atau warga negara secara langsung atau melalui perwakilan yang mereka pilih
Beberapa waktu kedepan, tepatnya tahun 2024, kita akan memasuki masa “rebutan” kursi kekuasaan. Bahasa bijaknya, cara elegan merebut kekuasaan. Oleh negara, “rebutan” itu diatur melalui sebuah hajatan yang dikenal dengan Pemilihan umum (Pemilu).
Hajatan itu, ada juga yang menyebutnya “pesta demokrasi,” sesungguhnya bertujuan untuk memilih presiden dan anggota parlemen.
Anda ingin dipilih? Maka nama anda harus diusung oleh salah satu peserta Pemilu. Siapa peserta Pemilu? Mereka adalah partai politik (Parpol).
Supaya terpilih, pengurus Parpol beserta orang yang diusung harus bekerja keras (all out). Bekerja nonstop untuk meyakinkan pemilik kedaulatan agar memilih mereka. Baik memilih Parpolnya atau sosok yang diusung dalam Pemilu mendatang.
Kenapa harus meyakinkan pemilik kedaulatan? Siapakah pemilik kedaulatan ini? Anda, atau warga negara yang sudah tercatat dalam daftar pemilih tetap (DPT).
Jangan kaget apabila anda menjadi target pencitraan dan obyek rayuan. Dirayu dengan berbagai cara, misalnya melalui jargon, isu, janji, program kerja dan berbagai harapan.
Sepenting itukah anda sampai dirayu? Karena pada anda ada kunci penentu! Kunci yang memastikan, siapa presiden yang akan “menakhodai” negara ini, dan siapa yang akan mengawasi roda pemerintahan untuk lima tahun kedepan.
Koq saya? Saya ini rakyat biasa, bukan politisi.
Anda benar! Sayangnya, anda adalah pemilik kedaulatan di negara ini. Andalah penentu masa depan negara ini. Kapan anda menjadi penentu masa depan negara ini? Ketika berada didalam bilik suara, kedaulatan yang anda miliki akan anda serahkan kepada Parpol atau orang yang anda percaya.
Apa buktinya? Begitu tanda gambar Parpol atau wajah orang dicoblos, detik itu pula kedaulatan yang anda miliki beralih kepada mereka. Artinya, nasib anda untuk lima tahun kedepan sudah anda serahkan ke tangan mereka.
Saya abstain, tidak memilih, atau golput, bagaimana itu? Abstain atau golput bukan berarti tidak bersikap. Abstain atau golput itu sejatinya memilih. Memilih untuk tidak menyoblos salah satu tanda gambar/orang. Artinya, anda pasrah, menerima siapapun yang nantinya terpilih. Begitulah proses politik.
Sampai disini, masihkah anda menyatakan tidak berpolitik? Bukan partisan, itu betul. Semua warga negara berusia 17 tahun ke atas adalah pemegang hak pilih. Sebagai pemegang hak pilih, baik menyoblos atau tidak, sejatinya sudah berpartisipasi dalam politik.
Oleh karena itu, sudah saatnya tidak alergi berpolitik, dan sebaiknya jangan katakan anda tidak berpolitik. Politik itu penting, menurut saya, politik adalah cara elegan dan damai untuk merebut kekuasaan. Bukan dengan kekerasan, melainkan merebut kekuasaan dengan cara mengumpulkan hak kedaulatan dari tangan rakyat.
Kenapa politik itu penting? Mari kita simak pernyataan menarik yang ditulis penyair Jerman, Bertold Brecht (1898-1956).
Bertold Brecht menyatakan: buta terburuk adalah buta politik. Sebab, orang yang buta politik tak mendengar, tidak berbicara, tidak berparitisipasi dalam peristiwa politik, dia tidak sadar bahwa hidup, harga makanan, ikan, beras, tepung, bahan bakar minyak, biaya sewa dan harga rumah, harga obat-obatan semuanya bergantung pada keputusan politik (dikutip dari situs semarak.co).