Tari Saman Sebagai Media Komunikasi dan Seni Islam (Bag. 1)

oleh
Saman Gayo Serbejadi

Oleh : Salman Yoga S*

Mengamati perkembangan dan kemunculan kesenian tradisi ke ranah publik yang diresfon luas oleh berbagai kalangan dan media belakangan ini cukup menarik. Bukan saja ekspresi1 kesenian tradisi dalam kancah regional, nasional tetapi juga internasional dengan eksistensi budaya masing-masing.

Menarik karena hal tersebut berlangsung seakan membentuk semacam tontonan baru atas (hal yang lama) juga melahirkan kegairahan dan spririt bagi daerah dan pelakunya.

Terlebih ketika ekspresi seni mampu menempatkan dirinya sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa, identitas komunitas masyarakat juga sebagai media agar sebuah daerah lebih banyak dikenal, lebih banyak dikunjungi dan lain sebagainya.

Tidak heran jika kemudian hal tersebut semakin mencuat kepermukaan dan menjadi trend tersendiri terlebih ketika negara mengakomodirnya secara khusus melalui Undang-Undang Kebudayaan.

Tulisan ini disusun sebagai wacana untuk menilik kembali secara sekilas dalam kaitannya dengan esensi, sejarah dan peran kesenian Tari Saman Gayo dalam masyarakat.

Tidak berpretensi mengakumulasikan tema ini secara konprehensif dengan berbagai tinjauan sehingga melahirkan sebuah kesepahaman, terlebih kesenian tradisional tari Saman dalam kaitan ini lebih menitik beratakan pada tinjauan syair sebagai bagian dari unsurnya dan kajian syair dalam pandangan beberapa sarjana Islam.

Maka sub-sub bahasannya juga melingkupi beberapa topik yang dianggap penting terkait seni tradisi dalam khazanah kebudayaan Gayo, sebagai media komunikasi dan memformulasikannya dengan tinjauan seni-syair dalam beberapa literatus Islam.

Mengingat komunikasi dan kesenian memiliki nilai universalitas, yang pada dasarnya juga adalah salah satu potensi yang mempunyai kecenderungan untuk mempengaruhi dan dipengaruhi.

Media Komunikasi

Teknologi komunikasi dan informasi pada saat ini telah mencapai tingkat kebutuhan yang vital. Bukan saja dalam pemanfaatannya sebagai saluran antara individu dengan individu dalam interaksi kehidupan sosial, tertapi juga dalam lingkup yang lebih luas antar lembaga dengan lembaga, antar wilayah dengan wilayah hingga antar negara satu dengan negara lainnya di benua yang berbeda.

Dapat kita bayangkan bagaimana masyarakat Indonesia tempo dulu, tanpa teknologi komunikasi dimaksud dan tinggal secara terpisah diberbagai tempat dengan kondisi alam saat itu. Dalam kaitan ini tentu ada unsur kebudayaan yang dapat mengumpulkan mereka dalam satu tempat, dalam waktu yang bersamaan dan menyatukan mereka dalam berekspresi.

Agama Islam sebagai sumber nilai dan ajaran bagi umatnya telah merangkum seluruh hajat dan aturan hidup pemeluknya. Bukan saja yang terkait dengan kehidupan di dunia sebagai bentuk amaliah, tetapi juga kehidupan setelahnya. Demikian juga dalam kontek hubungan sosial yang diterjemahkan sebagai bentuk “hablum minannas” yang mengatur pola interaksi.

Kebudayaan, yang difahami sebagai sistem ide atau sistem gagasan yang menjadi acuan bagi tingkah laku dalam kehidupan sosial satu masyarakat mengusung sejumlah nilai. Diantaranya adalah nilai bertaqwa, harga diri, harmoni, tertib, tolong-menolong, musyawarah mufakat, kreativitas, kerja keras, rukun, kebersamaan, hormat dan lain sebagainya.2

Semua ini adalah acuan yang mendasar, penting bernilai dan luhur, bagi kehidupan masyarakat. Sebuah nilai mungkin juga menjadi acuan dalam lebih dari satu sisi dan lapangan hidup.

Guru Besar Antropologi Universitas Indonesia, M.J. Melalatoa berpendapat bahwa gagasan-gagasan inilah yang merupakan “puncak” dalam kebudayaan suku bangsa yang bersangkutan dan sekaligus merupakan sistem budayanya.

Puncak-puncak dari kebudayaan daerah yang ada di seluruh Indonesia itulah yang menjadi bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia. Unsur-unsur puncak itu yang melahirkan tindakan dan hasil karya dalam masyarakat suku bangsa atau masyarakat daerah di Indonesia.3

Dalam hal ini peran media komunikasi mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam aspek sosial dan budaya suatu kelompok masyarakat.

Pada abad ke-15 misalnya, bangsa-bangsa Eropa membangun pusat-pusat kekuatan diberbagai tempat untuk memperkuat pemerintahan jajahan yang pada akhir abad ke-19 dan permulaan abad ke-20 mencapai puncaknya. Melalui hal tersebut juga berkembang pula berbagai usaha penyebaran agama Nasrani.

Akibat dari proses yang besar ini hampir tidak ada wilayah di muka bumi yang terhindar dari pengaruh dari unsur-unsur kebudayaan Eropa.4

Seorang tokoh komunikasi, Everett M. Rogers menjelaskan ada empat kategori media yang berkembang di tengah masyarakat yang disebutnya sebagai New Communication Technology, yang banyak mempengaruhi kehidupan manusia, yaitu media tulisan (writing), media cetak (printing), media telekomunikasi (telecommnication), dan media komunikasi interaktif (interactive communication).5

Sementara bagi masyarakat (dunia) timur termasuk masyarakat Gayo di dalamnya, eksistensi dan pengaruh media tradisional dalam abad modern ini masih mempunyai peran dan fungsi yang cukup signifikan, bahkan dalam hal-hal tertentu yang juga bersifat tradisional, mereka justru mempunyai kecenderungan lebih menerima.

Keseluruhan jenis dan bentuk kesenian dapat menjadi media komunikasi. Baik kesenian yang berbasis tekstual, verbalitas, gerak, objek mati dan objek hidup sampai kepada seni dengan basis tradisional. Mulai dari sastra lisan, teater, drama dan tari, musik, lukisan dan lain sebagainya.

Sebagai Media Dakwah Islam

Beberapa literatur nusantara juga menukilkan dengan jelas bagaimana kesenian tradisional yang mempunyai social interst dalam masyarakatnya dimanfaatkan sebagai media untuk menjembatani pembumian ajaran agama.

Dan tentu semua itu berangkat dari sebuah konsep besar bagaimana unsur-unsur dimaksud berangkat dan termaktup dalam ajaran agama Islam.

Muhammad Imarah dalam bukunya Ma’alim Al-Manhaj Al-Islamy menyatakan bahwa apabila seni membawa manfaat bagi manusia, memperindah hidup dan hiasannya yang dibenarkan agama, mengabdikan nilai-nilai luhur dan mensucikannya, mengembangkan serta memperhalus rasa keindahan dalam jiwa manusia, maka sunnah nabi mendukung.

Karena ketika (kesenian) itu telah menjadi salah satu dari nikmat Allah yang dilimpahkan kepada manusia.6

Terlebih Islam membuka diri serta mendorong perkembangan seluruh cabang kesenian selagi sesuai dengan misi amar ma’ruf nahi munkar.7

Hal ini berakar pada ayat, hadis dan kenyataan sejarah terutama masa awal pertumbuhan dan masa keemasan Islam, peran kesenian sebagai unsur penting dalam kebudayaan telah memberi warna tersendiri dalam kemajuan peradaban.

Secara teoretik setiap seni selalu berawal dari rasa keindahan, tetapi kemudian tidak semua yang indah dapat disebut dengan seni.

Seperti misalnya semesta alam yang menghampar luas, langit yang ditinggikan, lautan yang memenuhi sebagian besar permukaan bumi dengan segala isinya merupakan ciptaan Allah SWT, yang mengandung keindahan maha sempurna, tidaklah digolongkan sebagai karya seni atau sebuah seni.

Karena seni pada esensinya adalah sesuatu yang lahir dan diciptakan oleh rasa dan karsa manusia. Sehingga kesenianpun kemudian disebut sebagai unsur dari kebudayaan.

Seni merupakan sarana yang memungkinkan seseorang untuk menangkap dan mengapresiasikan keindahan alam sebagai anugerah tak terbatas dari Tuhan dan untuk mengalihkan keindahan itu kepada orang lain dalam rangka pengayaan spiritual.

Tujuannnya adalah sebagai jalan dan sarana untuk mengingatkan sesama manusia, bahwa dibalik keindahan dunia masih ada keindahan lain yang justru lebih indah setelah kehidupan. Hal tersebut hanya dapat dinikmati oleh orang-orang yang menghargai keindahan dan mengabdi kepada yang Maha Indah.

Sifat fungsional dan utilitarian seni tidak dalam pengertian terbatas kata-kata yang terkait dengan pandangan eksternal lahiriyah mengenai dunia.

Kegunaan seni terkait langsung dengan manusia yang baginya nilai keindahan adalah suatu demensi kehidupan yang perlu bagi peningkatan harkat dan martabat manusia, membangkitkan rasa keindahan sebagai potensi dalam diri manusia untuk lebih mendekati dan bersyukur kepada yang Maha Indah.8

Konsep ini oleh The Liang Gie disebutnya sebagai fungsi dari seni yang dapat memenuhi kebutuhan dan keperluan manusia, sebagai fungsi yang tertua serta pokok dari seni.

Sebuah pokok lain dari seni yang kemudian berkembang ialah fungsi pendidikan yang dapat menjangkau beberapa hal seperti misalnya keterampilan, kreativitas, emosionalitas dan sensibilitas.

Satu lagi fungsi seni yang kini banyak dibahas ialah fungsi komunikasi. Seni dapat menghubungkan budi pikiran seseorang dengan orang yang lain. Orang usia lanjut dan orang muda dapat bertemu melalui seni.

Pria dan wanita dapat berhubungan pada landasan yang sama berupa karya seni. Bahkan seniman yang hidup berabad-abad yang lampau dan di tempat yang ribuan kilo meter jauhnya dapat berkomunikasi dengan orang-orang sekarang melalui karya seninya yang ditinggalkan.9

Dalam kaitan ini seni bukan saja telah berperan sebagai media komunikasi sekaligus dakwah antar waktu atau masa, tetapi juga sebagai fakta dan bukti untuk menjelaskan kejadian yang pernah terjadi di masa lampau.

Metode dan teknik semacam ini kerap juga dijadikan oleh para sejarawan dan para peneliti untuk mendiskripsikan peradaban dan sistem sosial kehidupan suatu masyarakat pada masa atau pada zaman tertentu. Richard Bassett menulisnya dengan kalimat:

“It is only pertinent here to note that communication through the various artistic forms, visual, musical, or literary, is is probably the closest comunication that ever happens between mind and mind”.

(yang bersangkutan disini untuk mencatat bahwa komunikasi melalui berbagai bentuk artistik. Penglihatan, musikal atau kesusastraan, boleh jadi adalah komunikasi paling erat yang pernah terjadi antara budi pikiran dan budi pikiran).10

Sementara itu fungsi kesenian lebih khusus seni Islam menurut Ismail Raji al-Faruqi dibagi kedalam beberapa fungsi. Diantara fungsi tersebut adalah seni Islam berfungsi dan merupakan kongkretisasi upaya estetika bangsa muslim guna menciptakan karya seni yang akan membawa pemirsanya kepada kesadaran terhadap transendensi ilahi. Fungsi berikutnya terkait dengan istilah “transfigurasi” menyiratkan bahwa perubahan bukan hanya perubahan semata melainkan perubahan yang meninggikan, mengagungkan dan meningkatkan nilai spiritual.11

Membangkitkan sensitivitas terhadap alam kehidupannya, melatih kepekaan estetik sebagai bentuk (form), mengkomunikasikan pengetahuan tentang tanda dan simbol sebagai isi (matter). Antara bentuk dan isi pada idealnya memiliki posisi yang seimbang.12 []

Salman Yoga bersama Penari Saman Binaan Dispar Gayo Lues (Ist)

*Dipetik dari buku “Para Penabuh Tubuh, Sehimpun Tulisan Perihal Saman Gayo”. Editor: Michael HB & Dede Pramayoza. Kementerian Pendidikan dan Kebdayaan Sekretariat Derektorat Jendral Kebudayaan RI, Lintang Pustaka Utama Yogyakarta, 2019. Halaman 150-173.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.