Bahaya Perpecahan Akibat Nafsu Memanipulasi Sejarah Untuk Kekuasaan

oleh

Oleh : Win Wan Nur*

Sejarah seharusnya adalah ilmu yang menyenangkan untuk dipelajari karena ilmu itu terkait masa lalu dan berguna untuk mengetahui karakter diri.

Tapi, dalam perjalanannya sejarah berkelindan dengan klaim kekuasaan, sehingga sejarah yang seharusnya dipelajari dengan menyenangkan, berubah menjadi sesuatu yang menakutkan.

Penyebabnya? Tentu saja tekanan dari orang yang mengambil keuntungan dari klaim sejarah untuk kekuasaannya.

Ketika ada seorang tokoh yang begitu bernafsu untuk membuat klaim sejarah untuk kepentingan kekuasaan buat keuntungan diri kelompok dan keluarganya. Dia tidak peduli lagi dengan aturan pokok dalam penelitian sejarah, bahwa dasar klaim kebenaran sejarah itu, pertama sekali adalah MASUK AKAL, logis, ada data dan ada faktanya yang bisa diuji secara objetif.

Saat nafsu berkuasa di atas segalanya, sejarah diperlakukan hanya sebagai alat legitimasi. Kesimpulan sejarah bukan dicari dari data dan fakta yang ada, tapi dibalik.

Bagi orang-orang seperti ini, kesimpulan sejarah yang mengarah pada klaim kekuasaan di tangan diri, kelompok dan keluarganya sudah ditentukan dari awal, selebihnya proses penelitian sejarah tinggal dimanipulasi dengan segala cara untuk mengarah pada kesimpulan yang sudah ditentukan.

Di sinilah biasanya konflik terjadi, karena kesimpulan sudah ditentukan di awal. Segala penelusuran yang jernih, siapapun, tak peduli apakah itu sejarawan dengan reputasi internasional, apalagi awam. Selama kesimpulannya tidak mengarah pada yang sudah ditentukan, semua akan ditekan, entah itu dengan sogokan, fitnah di media sosial, ancam bunuh bahkan dipolisikan.

Kalau kita lihat ke masa lalu, orang yang berkuasa dan meraih kekuasaan dengan cara memanipulasi sejarah seperti ini. Selain diri, kelompok dan keluarganya, tak ada yang membawa kebaikan bagi masyarakat banyak.

Contoh penguasa yang memanipulasi sejarah untuk kepentingan kekuasaan adalah Fir’aun yang mengaku diri Tuhan. Dia mengejar dan berusaha menghabisi nabi Musa yang menentang klaimnya, kita tahu akhirnya.

Berikutnya ada Hitler, orang Austria yang gagal masuk sekolah musik, memanipulasi sejarah Jerman sedemikian rupa, melakukan cocokologi dengan cerita ras Arya di India dan menciptakan kebencian pada ras kulit berwarna seperti kita, kulit putih non Arya, yang salah satunya adalah yahudi.

Hitler kita tahu, dibantu oleh antek-anteknya, berhasil memprovokasi orang yang merasa diri ras murni dalam satu negara, membersihkan ras-ras “darah kotor” dimulai dari Yahudi.

Beruntung, sebelum sempat berlanjut ke pembersihan ras berikutnya, Hitler keburu kalah.

Di negara kita juga tak kurang, tokoh yang memanipulasi sejarah untuk kekuasaan. Silahkan dicari sendiri siapa saja orangnya dan bagaimana besarnya kerusakan yang dia timbulkan akibat klaimnya.

Yang jelas, orang yang memanipulasi sejarah untuk kekuasaan, sama sekali tidak peduli besarnya kerusakan yang dia dan antek-anteknya timbulkan di masyarakat.

Mereka tak peduli dengan logika, mereka tak peduli dengan etika, mereka tak peduli dengan rasa malu, mereka bahkan tidak ragu sedikitpun memprovokasi masyarakat awam dengan cara apapun. Mereka sama sekali tak peduli masyarakat terpecah.

Yang terpenting bagi mereka, klaim itu mengarah pada kejayaan diri, kelompok dan keluarganya.

Contoh, hanya untuk supaya sejarah bisa dia klaim untuk kepentingan pribadi, kelompok dan kejayaan keluarganya. Seorang antek tega membenturkan seorang intelektual berkelas nasional dari sebuah suku kecil, dengan ulama.

Apa motif di balik aksi ini selain memancing kemarahan masyarakat pada sang intelektual yang dengan dasar ilmunya, membuat kesimpulan sejarah yang berbeda dengan kepentingan kekuasaan mereka?

Pedulikah mereka kalau masyarakat marah lalu merisak bahkan mengancam keselamatan sang intelektual karena mereka citrakan sebagai musuh ulama?

Tentu tidak, mereka tidak peduli.

Mereka masa bodoh, mau orang lain hancur reputasinya, terancam keselamatan diri dan keluarganya, bahkan kalau bisa orang tidak bersalahpun dicari-cari kesalahannya untuk dimasukkan ke dalam penjara.

Yang mereka pedulikan hanya satu, klaim sejarah itu menguntungkan diri, kelompok dan memberi kejayaan pada keluarganya. []

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.