Oleh : Dio Ferdi Jaya*
Kata “sekolah” merupakan kata dasar yang memiliki arti bangunan atau lembaga untuk belajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran. Maupun kata belajar sendiri memiliki arti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu.
Bagi orang tua sekolah merupakan tempat satu satunya bagi anak untuk memperoleh ilmu, memperoleh karakter yang baik, dan yang paling diharapkan dari setiap orang tua adalah mendapat nilai A di raport dan memperoleh juara kelas, yang memang menjadi kebanggaan tersendiri bagi setiap orang tua kepada anaknya.
Guru : “nanti sambung belajarnya di rumah ya anak anak”
Andi : “iya buk”
Ilham: “Ngapain belajar di rumah, tempat belajar kan di sekolah”
Cuplikan cerita di atas merupakan pertentangan apakah tempat belajar hanya di sekolah? Lantas apakah saat anak tidak berada di Sekolah anak tidak bisa belajar? Kalau memang iya, lalu bagaimana dengan seorang anak yang mengalami putus sekolah?
Nilai raport merupakan sebuah angka yang setiap anak memperjuangkannya untuk mendapatkan nilai yang tinggi hingga waktu pembagian raport tiba. Tidak heran bagi siswa untuk mendapatkan nilai sempurna dengan cara yang curang, seperti halnya mencontek.
Perbuatan mencontek sendiri sudah menjadi kebudayaan yang lumrah di lakukan bagi setiap pelajar di sekolah. Tak jarang si pemberi contekan di-bully dan dikucilkan karena tidak memberi hasil jawaban kepada teman teman sekelasnya.
Si pembuli ini tidak melihat kepada siapa korbannya entah itu murid laki laki maupun perempuan. Bagi seorang pemberi contekan teman ialah hanya sebatas “Ada jawaban ada teman.” Padahal perbuatan menyontek berdampak buruk bagi pelajar yang mencontek dan yang pemberi contek.
Dampak yang paling umum adalah kurangnya kesadaran prilaku jujur pada siswa, padahal ada dampak yang lebih buruk dari pada itu yaitu adanya sifat malas yang tertumbuh pada siswa. Karena mereka tinggal melihat jawaban tanpa harus berfikir bagaimana cara untuk menyelesaikan persoalan yang telah di berikan.
Jika hal tersebut terus menerus mereka lakukan maka otak mereka akan mengalami sulit untuk berfikir, seperti halnya sebuah mesin yang lama tidak digunakan, maka saat dihidupkan kembali mesin tersebut akan sulit untuk hidup dengan normal, itu merupakan dampak dari si pencontek.
Ada juga dampak bagi seorang yang memberi contekan, yaitu nilai yang ia peroleh bisa saja lebih rendah dari pada orang yang ia beri contekan. Hal ini bisa terjadi karena adanya kesilapan dari pihak guru saat mengoreksi lembar jawaban, mungkin karena sangking banyaknya lembar jawaban dan juga rasa lelah dan letih yang guru rasakan saat mengoreksi satu persatu lembar jawaban siswanya.
Namun pada hakikatnya sifat seorang anak di sekolah merupakan gambaran siswa itu di rumah. Karena seorang siswa kurang lebih hanya tujuh jam di sekolah sedangkan waktu selebihnya mereka habiskan di luar sekolah.
Namun pada tujuh jam itulah dibentuknya sebuah prestasi siswa, tidak sepenuhnya prestasi siswa itu terbentuk di sekolah, namun prestasi terbentuk di luar sekolah yang memang siswa tersebut sudah memiliki bakat di bidang tersebut. Dengan kata lain sekolah bukanlah tempat mencari bakat, melainkan sarana untuk mengembangkan bakat menjadi sebuah prestasi.
Kebanyakan orang mengartikan prestasi itu didapat dengan menjadi yang terbaik, seperti memenangkan sebuah Olimpiade maupun sebuah kompetisi tertentu. Apakah yang mendapat prestasi hanyalah orang yang mendapat penghargaan atau hanya orang yang telah memenangkan sebuah perlombaan
Jawabannya adalah tidak. Karena definisi prestasi adalah hasil dari sebuah usaha. Maka setiap orang yang melakukan usaha dan mendapatkan hasil dari usaha itu maka seseorang tersebut telah mendapat prestasi. Sebagai contoh seorang petani melakukan usaha menanam tumbuhan cabe, dari sebuah usaha tersebut, seorang petani itu mendapat kan hasil yang melimpah dan petani itupun menjadi pedoman bagi petani lain dalam menanam dan merawat cabe. Maka seorang petani itu mendapatkan sebuat prestasi.
Kesimpulan yang dapat kita ambil ialah, kita bisa belajar di manapun kita berada tidak hanya di sekolah.prestasi tidak mengenal bidang, umur, maupun usaha apa yang kita lakukan.
Melainkan sebuah hasil yang kita peroleh melalui usaha dan juga kerja keras. Dan satu hal yang bisa kita ingat ” Jangan melihat kepada siapa yang berbicara, namun dengarkan kepada apa yang ia sampaikan”.
*Penulis adalah peserta Pelatihan Jurnalistik yang Digelar Cabdin Bener Meriah Bekerjasama dengan LintasGAYO.co dari SMAN 2 Timang Gajah