Suasana Pandemi dan Peluang Dakwah melalui Tulisan (10)

oleh

Catatan : Mahbub Fauzie*

Suasana pandemi Covid-19 belum berakhir. Data secara global di seluruh dunia, per 13 september 2021 bahwa dari 224 negara, yang terkonfirmasi sebanyak 224.511.226, meninggal berjumlah 4.627.540 (Sumber: WHO). Sementara di negara kita tercinta, Indonesia per 13 September 2021 jumlah warga terpapar Covid 19 (positif ) sebanyak 4.170.088, sembuh sebanyak 3.931.227 dan meninggal berjumlah 139.165 (Sumber: https://covid19.go.id)

Sedangkan di daerah kita, Provinsi Aceh secara keseluruhan, sebagaimana dilaporkan Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Pemerintah Aceh, Saifullah Abdulgani atau SAG, bahwa kasus kumulatif Covid-19 Aceh per 13 September 2021, telah mencapai 36.042 orang, Pasien Covid-19 yang sedang dirawat sebanyak 5.549 orang. Para penyintas Covid-19, dan yang sudah sembuh sebanyak 28.791 orang. Sedangkan kasus meninggal dunia secara kumulatif sudah mencapai 1.702 orang. (serambi Indonesia, Selasa 14/9).

Sementara dalam Kabupaten Aceh Tengah terkonfirmasi positif per 13 September 2021 secara komulatif berjumlah 1315, sembuh 1124, dalam perawatan 129, meninggal 62 dan suspek 31 (Sumber: Info Covid-19.acehprov.go.id). Informasi data tersebut dinamis, dan harapan serta doa kita semoga wabah tersebut dengan izin Allah Swt lekas hengkang dari muka bumi ini. Amin.

Pandemi, Bagaimana Agar Kita Bisa Eksis dan Berarti?

Suasana yang sedemikian rupa terkait dengan wabah asal Wuhan sudah menjadi kemakluman. Setiap hari berita-berita tentang kematian sudah menjadi informasi yang selalu didapatkan, baik melalui jejaring atau media sosial, seperti facebook, grup whatsapp atau pengumuman melalui speaker masjid dan menasah.

Walau barangkali kematian atau meninggalnya orang-orang, baik itu anggota keluarga dan saudara kita tercinta, teman, sahabat dan rekan kerja , atau tetangga kita bukanlah karena Covid-19 saja; namun berita tentang kematian dalam suasana pandemi tersebut menjadi sesuatu yang sudah biasa. Selaku orang beriman, tentu harus meyakini bahwa kematian memang sesuatu yang haq dan pasti bagi setiap makhluk yang bernyawa.

Insan beriman akan semakin mantap ketakwaannya kepada Allah Swt dengan selalu berupaya meningkatkan amal ibadahnya. Hikmah pandemi menjadi energi positif untuk lebih memahami eksistensinya sebagai hamba Allah Swt. Semakin merasakan bahwa diri seorang manusia hanyalah hamba yang lemah, hamba yang dhaif.

Sebagai manusia, kita menyadari bahwa tiada punya kuasa menentukan umur dan takdirnya sendiri. Takdir adalah Kuasa Allah Swt. Seperti tentang takdir umur kita sampai kapan, Allah lah yang Maha Mengetahui. Kita hanya bisa berikhtiar menjaga protokoler kesehatan terkait virus corona atau hal yang lainnya. Selanjut doa dan tawakal kepada Allah Swt harus kita lakukan.

Energi positif yang dapat kita jadikan sumber kekuatan dan semangat jiwa kita menghadapi pandemi adalah dengan mengambil hikmahnya. Apapun dan siapapun pekerjaan dan profesi kita, dan kapanpun serta dimanapun bisa memanfaatkan setiap momentum atau kesempatan untuk bisa bangkit dan membangkitkan.

Kita tidak boleh pesimis ataupun mati semangat menghadapi pandemi. Kita harus optimis dan percaya diri semampu dan sampai batas kemampuan kita. Dengan Bismillah, kita yakin bahwa setiap ada kesulitan pasti ada banyak kemudahan. Karena itu, meskipun dalam keadaan pandemi, kita harus bisa tetap eksis dan mempunyai semangat agar hidup kita bisa lebih berarti.

*Spirit Tarbiyah dan Dakwah di Era Pandemi*

Suasana pandemi bisa menjadi momentum atau kesempatan untuk memantapkan dan meningkatkan kualitas diri. Mulai dari diri pribadi, keluarga dan juga masyarakat. Dari setiap diri, misalnya seorang ayah atau orangtua di salam keluarga; momentum pandemi lebih berarti menjadi kesempatan berintrospeksi atau muhasabah sebagai ayah atau orangtua.

Anak-anak kita yang sebelumnya pandemi terbiasa pergi pagi ke sekolah dengan lincah dan penuh semangat; dalam suasana pandemi mereka harus lebih banyak di rumah. Mereka belajar secara daring. Kita sebagai orangtua menjadi mafhum dan maklum, betapa sulitnya menjadi guru bagi anak-anaknya sendiri!

Sebagai seorang pegawai negeri, misalnya, baik tenaga strutural maupun fungsional; baik yang bekerjanya di kantor maupun lapangan; kita juga sering mendapat maklumat bekerja dari rumah atau work from home (WFH) sekiranya ‘tensi’ Covid-19 ada kecenderungan ‘naik’, baik dalam skala kabupaten maupun provinsi. Kita diingatkan dengan istilah zona merah, orange, kuning dan hijau!

Kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan dan keagamaan yang bersifat kolosal pun sempat banyak yang terjeda dalam suasana pandemi ini. Sebutkah misalnya pengajian umum seperti BKMT, tabligh akbar dan lain-lain. Semua itu sementara banyak tertunda untuk tidak diadakan karena mencegah kerumunan.

Tentu saja, kondisi tersebut bisa menjadi momentum bagi para pejuang dakwah, para da’i dan mubaligh atau penyuluh agama. Menyadari ‘suasana sulit’ dalam kondisi pandemi, setidaknya bisa membangkitkan semangat tarbiyah dan dakwah bagi siapapun kita. Mulai dari keluarga, dari lingkungan kerja.

*Dakwah Melalui Tulisan, Peluang Dakwah dalam Suasana Pandemi*

Siapapun kita yang mempunyai semangat dakwah ilallah, baik melalui ceramah-ceramah, tabligh akbar dan semacamnya. Bisa membaca ‘peluang’ dakwah dengan cara dan metode yang tepat dalam suasana pandemi. Jika melalui mimbar kita kurang bisa maksimal, karena adanya keterbatasan dan pembatasan akibat corona, maka perlu kiranya bisa melirik satu di antara media dan metode dakwah, yakni dakwah melalui tulisan.

Konsep-konsep dakwah yang biasa disampaikan dalam kesempatan mimbar kepada khalayak melalui pengajian hari-hari besar Islam dan lain sebagainya, maka dengan dakwah melalui tulisan bisa dilakukan secara lebih praktis dan efesien. Lebih menembus ruang dan waktu.

Terkait dengan perbincangan tentang dakwah melalui tulisan, dalam catatan ini saya ingin sharing atau berbagai bahan diskusi tentang hal tersebut. Bahwa menulis merupakan kegiatan yang banyak mendatangkan manfaat. Bahkan Rasulullah Saw pun mendorong umatnya untuk bisa dan pandai menulis.

Selain menulis itu bisa bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, menulis juga bisa menjadi media dan metode dakwah. Terdapat satu metode dakwah yang kurang akrab dan dikenal luas di tengah masyarakat yakni dakwah bil kitabah atau secara tulisan.

Dakwah bil kitabah atau sebutan lain dakwah bil qalam memang terdengar asing dan kalah populer bagi banyak orang dibandingkan dakwah mimbar atau dakwah bil lisan dan juga dakwah bil fi`li.

Dakwah bil qalam adalah dakwah menggunakan pena. Kata “Qalam” merujuk kepada firman Allah SWT yang terjemahannya : “Nun, perhatikanlah Al-Qalam dan apa yang dituliskannya” (QS Al-Qolam :1). Dan kata qlam ini juga tersebut dalam surah Al-Alaq ayat 4.

Untuk membuat tulisan hendaknya berangkat dari ide yang orisinil. Oleh karena itu, dalam memulai menulis kembangkanlah pola pikir dalam menyikapi berbagai persoalan membangun keyakinan diri atas apa ide yang sudah kita tanamkan ke dalam sebuah tulisan.

Seringkali ada perasaan yang cukup mengganggu bagi pemula, yaitu ketika tulisan diremehkan orang lain. Namun, disinilah membutuhkan kemantapan hati dan istiqamah. Tetaplah menulis karena tulisan seperti apapun pasti ada penikmatnya. Harus optimis, dari ribuan orang, pasti banyak yang mau membaca.

Teruslah berfikir positif atau husnudzan berperasangka baik kepada orang-orang yang menghargai karya tulisan kita. Jadikanlah kritik orang lain sebagai bahan evaluasi dan energi positif sekaligus penyemangat bagi kita untuk lebih menjadikan kita menulis dengan lebih baik lagi.

Sama seperti dakwah bil lisan, dakwah melalui tulisan juga harus konsisten. Tetap dan mantap hati merupakan faktor utama yang harus di perhatikan dalam mencapai keberhasilan. Harus ada target dan ada alokasi waktu untuk mencapai target tersebut, karena dengan konsisten maka kemampuan kita akan terus terbentuk. Dengan hobi menulis, kita coba ikut andil dalam berdakwah sesuai kapasitas dan kemampuan kita, terlebih di era kemajuan zaman informasi dan teknologi sekarang ini yang banyak memudahkan jalan kita untuk berdakwah.

Ada banyak kelebihan dan keutamaan berdakwah melalui tulisan, antara lain bisa dilakukan dimana saja dan tidak terhalang ruang dan waktu. Lebih peraktis dan efesien ketimbang dakwah melalui ceramah di mimbar. Dakwah dengan tulisan tidak perlu mengumpulkan orang atau tempat khusus. Dakwah melalui tulisan lebih hemat, tidak ribet dan tidak perlu menyiapkan sajian makanan atau hidangan seperti di pengajian umumnya.

Menjadikan tulisan sebagai media dakwah adalah salah satu ikhtiar yang paling mudah dilakukan. Apalagi dalsm situasi pandemi ini. Dengan dakwah tulisan penceramah bisa menulis materi dakwahnya dimana saja. Mad’u atau penerima dakwahnya pun tidak perlu repot-repot, cukup membaca. Membaca bisa dimana saja dan kapan saja. Bisa mengulang bacaan kembali sekiranya ada pesan penting atau ada yang kurang dimengerti. Dakwah melalui tulisan menjadi solusi paling relevan bagi seseorang tidak bisa mengikuti pengajian.

Memang, ada saja dakwah melalui tulisan ini memiliki kelemahan. Antara lain dakwah lewat tulisan ini hanya bisa dinikmati oleh orang yang bisa dan yang mau membaca! Tantangan kita, selain masih ada masyarakat kita yang buta aksara (buta huruf) masih banyak juga yang sudah bisa membaca, namun enggan dan bahkan alergi membaca!

*Alfakir yang insyaAllah sampai saat ini masihsemangat berikhtiar untuk selalu belajar menulis

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.