Antara Anies Baswedan dan Kopi Gayo

oleh

Oleh : Drs. Jamhuri Ungel, MA*

Pernyataan viral dari Anies Baswedan tentang kopi Gayo kami kutip “Kopi Gayo, salah satu varietas kopi arabika paling legendaris di dunia yang telah memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat Aceh, rasanya kuat, tingkat keasamannya rendah dengan bumbu ada rasa rempah membuat kopi ini disukai bukan hanya di dalam negeri tetapi juga brbagai wilayah di dunia…”

Terlepas dari siapa yang membuat teks yang dibacakan oleh Anies Basweda (Gubernur DKI), ada beberapa hal yang perlu disimak dari ungkapan tersebut, yakni kopi arabika adalah salah satu peritas yang legendaris di dunia dan telah memberi manfaat bagi masyarakat Aceh, rasanya kuat, tingkat keasamannya rendah dengan bumbu ada rasa rempah membuat kopi ini disukai dunia.

Beberapa kata sepakat dengan pernyataan tersebut yakni mempunyai rasa yang kuat dan tingkat keasamannya yang rendah, tetapi ketika dikatakan dengan bumbu ada rasa rempah, kayaknya bertentangan dengan prinsip yang dikampanyekan tentang kopi Gayo karena selama ini kopi Gayo selalu digambarkan dengan keasliannya bahkan sampai kepada meminumnya dengan gula dikatakan tidak baik untuk kesehatan.

Saya tidak tau apakah Anies Baswedan sebagai peminum kopi, penikmat kopi atau seorang pemimpin yang mengkampanyekan kopi dan mengajak masyarakatnya (DKI) dan masyarakat Indonesia untuk menikmati kopi, yang jelas dengan pernyataan Anies tersebut membuat orang Indonesia lebih mengenal kopi arabika yang berasal dari Gayo, lebih mengenal masyarakat Gayo yang menumpukan ekonominya kepada kopi dan mengenal Aceh yang sejahtera hidupnya dengan kopi.

Pernyataan seorang pemimpin sekaliber Anies Baswedan dalam mempromosikan kopi tentu bukanlah hanya sekedar acungan jempol (like) kepada pemberi konsep ucapan selamat, ajakan manikmati minum kopi arabika Gayo bukanlah hanya tertuju kepada masyarakat Gayo yang sedang meluapkan kegembiraannya dengan bernyanyi, berpuisis atau seni-seni lain dalam rangka menyambut musim panen kopi dalam bulan November ini. Tetapi lebih dari itu bisakah ungkapan Anies Baswedan membuat masyarakat petani kopi tersenyum karena banyaknya buah kopi, terlebih dalam masa pandemic ini.

Karena kita tau selama masa pandemi perekonomiam masyarakat terpuruk, mereka sangat sulit memcari atau mendapatkan uang, bukan karena masyarakat tidak punya barang atau hasil pertanian mereka gagal tetapi karena hasil pertanian mereka tidak bisa terjual, toke-toke yang menjadi harapan untuk dipinjami uang dan akan dibayar saat hasil pertianian terjual juga tidak memiliki uang. Dalam kondisi seperti ini kehidupan para petani sangat delematis, ada sebagian mereka sampai terjerat utang dengan rentenir yang harus dibayar dengan berlipat ganda.

Sudah seharusnya instansi terkait (pemerintah) membaca peluang pasar utamanya di dalam negeri untuk menjual hasil pertanian masyarakat, seperti halnya ketika Anies Baswedan (mantan menteri pendidikan Indonesia) memviralkan kopi Gayo.

Pemerintan (Bupati) dua Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah mengajak Gubernur DKI untuk bekerja sama dalam penjualan kopi di Ibu Kota Indonesia tersebut. Juga dengan viralnya ungkapan Anies Baswedan tersebut kita bisa membuka kerja sama penjualan kopi di setiap provinsi di Indonesia.

Demikian juga dengan ungkapan bahwa Presiden Jokowi akan membeli kopi Gayo dengan nilai harga 1 T., kalau pemerintah Aceh dan dua Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah mampu membaca pernyataan Presiden tersebut, maka bukanlah suatu hal yang sulit bagi pemerintah Aceh dan dua Kabupaten wilayah tengah menghabiskan kopi senilai 1 T.

Artinya bukanlah Presiden membawa uang secara langsung ke Aceh lalu membawa buah kopi sebanyak senilai 1 T, tetapi ungkapan seorang kepala Negara memberi arti persetujuan penggunaan uang senilai 1 T untuk pensejahteraan petani kopi dengan cara pemerintah membeli dan memberikan kopi tersebut kepada daerah-daerah yang bukan penghasil kopi ntuk menikmatinya.

Ketika pemerintah daerah melihat ungkapan Anies Baswedan hanya sebatas ungkapan viral di media social (Acungan jempol = LIKE) maka hanya sebagai sebuah kegembiraan dan kebanggaan dengan nama dan mutu media social, sedangkan bagi masyarakat petani kopi tidak mendapat arti apa-apa. Tapi kalau lembaga pemerintahan Daerah memlaui Dinas Perdagangan laktif mendekati Pemerintahan Ibu Kota Indonesia tersebut pasti petani akan merasakan hasilnya.

Demikian juga dengan ungkapan Presiden Jokowi yang akan membeli kopi dengan nilai 1 T, bila dilihat dari sudut transaksi dagang tentu pemerintah daerah menunggu Presiden datang membawa uang dan penyerahkannya kepada pemerintah daerah dan pemerintah daerah akan menyerahkan kopi kepada Presiden dan Presiden akan membawa kopi dengan truk ke istana negara.

Tapi bila pemerintah melihat melihat Presiden Jokowi sebagai kepala negara tentu pola pikir pemerintah daerah akan lain, boleh jadi akan memberikan kopi yang tidak terjual dan menumpuk di Gayo kepada Provinsi dan Kabupaten lani.

Apakah itu sebagai hadiah atau apapun namanya, untuk selanjutnya akan terjalin kerjasama perdagangan kopi di dalam negeri, sehingga tidak lagi tertumpu kepada ekspor. Apalagi bila pandemi ini berlanjut dengan waktu yang tidak ada batas.

Semoga kekhawatiran yang ada dalam tulisan ini terlebih dahulu disikapi oleh para pemempim daerah utamanya Aceh, Aceh tengah dan Bener meriah, bila tidak maka terlahir senyuman kegembiraan hanya dalam seni, puisi, didong dan tari. Sedangkan masyarakat petani kopi termenug berpikir dan menunggu makbulnya do’a para pemimpin Negeri Antara.

*Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh dan Pengamat Sosial Budaya Masyarakat.


Ikuti channel kami, jangan lupa subscribe :

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.