Mengapa Orang China Lebih Kaya daripada Pribumi?

oleh

Catatan Vera Hastuti*

MELIHAT geliat dan antusiasi para petani di Takengon yang mulai mendagangkan hasil tanaman mereka sendiri baik via online ataupun langsung berjualan di pasar merupakan angin segar bagi meningkatnya perekonomian di Tanoh Gayo. Hal ini menunjukkan bahwa jiwa entrepreuneur (dagang) sudah mulai bangkit dalam diri para petani di Takengon. Bukan lagi kisah fiktif, bila banyak petani yang terpaksa meninggalkan tanaman palawija seperti tomat atau cabe mengering tanpa panen di batangnya karena anjloknya harga jual.

Di zaman yang penuh persaingan seperti saat ini, jiwa entrepreuner sudah harus dimiliki oleh setiap orang . Membaca peluang dan mengambil manfaat dalam situasi apapun adalah hal wajib yang harus dilakukan para petani kita saat ini. Tidak lagi menjadi peonton tapi harus jadi pemain, sehingga kita bisa mengubah krisis menjadi peluang. Dalam bahasa China kata “Krisis” memiliki arti “bahaya” dan juga “peluang” yang mana bagi orang Tionghoa krisis dapat menjadi sebuah peluang jika kita mau menggunakan krisis sebagai sebuah kesempatan untuk berubah.

Berbicara tentang China, semua pasti setuju bila ekonomi mereka melesat maju hanya sejak 25 tahun Reformasi Deng. Kini China sudah melewati Barat dari segi ilmu dan teknologi. Bahkan dalam 10 tahun terakhir 60% jumlah paten dunia berasal dari China. Di tanah air sendiri, walau jumlah mereka hanya sedikit, tapi gaung mereka tidak kalah dengan negara asalnya. Hal ini dapat dilihat dengan berjejernya nama-nama konglomerat yang berdarah Tionghoa.

Lantas, timbullah pertanyaan. Apakah yang membuat mereka berbeda dari negara-negara Asia lainnya. Dari tayangan “Motivasi Dedy Corbuser” saya dapat mengambil sedikit inti sari, mengapa etnis Tionghoa bisa berbeda. Menurut Dedy, yang juga keturunan Tionghoa ada 5 konsep dasar yang diajarkan oleh orang Tinghoa kepada anak mereka. Yang mana konsep dasar inilah yang disinyalir sebagai tips mengapa orang China bisa lebih kaya dari pada orang pribumi.

1. Presentase Simpanan
Sejak kecil anak-anak Tonghoa sudah biasa menabung. Orang Tionghoa dibiasakan menabung 50% dari pendapatannya. Bila Anda mendapatkan Rp. 3.000.000 sebulan maka yang harus ditabung adalah setengahnya. Dan mereka harus bisa hidup dengan sisanya. Sehingga, bila suatu saat membutuhkan uang, mereka tidak lagi panik karena ada uang tabungan.

2. Untung Sedikit Tidak Masalah
Orang Tionghoa sedari kecil sudah dibiasakan kerja keras. Mereka kerja semaksimal mungkin dan tidak mengenal waktu, mereka akan berkerja seberapa mereka bisa. Orang Tionghoa suka dengan untung yang kecil tapi kauntitas (jumlahnya) banyak dari pada untung besar tapi jumlahnya sedikit.Makanya kita tidak heran bila banyak produk dari China menguasai pasar Asia bahkan kini mulai merambah ke Eropa.

3. Membeli Barang yang Murah
Orang-orang Tionghoa sudah dibiasakan untuk tidak membeli barang-barang yang tidak sanggup mereka beli. Maka kita jangan heran bila ada orang Tionghoa yang kaya luar biasa tapi mobil yang dipakainya murah. Itu bukan karena mereka tidak mampu, tetapi itu karena mereka membeli barang murah dan sisanya untuk ditabung. Orang Tionghoa tidak biasa membeli barang mewah diluar kemampuannya kecuali mereka benar-benar membutuhkannya. Dan mereka membeli sesuatu barang itu bila uang yang dimiliki lebih banya dari pada harga barang dibeli.

4. Haram Memiliki Utang
Orang-orang Tionghoa dilarang untuk mempunyai utang. Mereka sebisa mungkin tidak berhutang kecuali memang butuh. Karena, bagi mereka sekali berhutang maka akan mengundang hutang-hutang lainnya alias gali lubang tutup lubang. Mereka berhutang bila sifatnya penting seperti masuk rumah sakit, dsb, dan sangat dilarang berhutang bila untuk membeli mobil, pakaian atau yang sifatnya konsumtif.

5. Investasi
Orang Tinghoa bila punya uang akan menginvestasikannya dalam bentuk emas, membeli aset atau lainnya. Dengan uang yang telah ditabung mereka bisa membeli aset-aset sebagai “pegangan” di saat sulit sehingga mereka bisa tetap bangkit walaupun banyak masalah. Dan, tentunya bisa hidup bahagia di hari tua dengan investasi yang mereka miliki.

Tidak ada yang tidak mungkin bila mencoba. Kita punya waktu yang sama, 24 jam. Jika mereka bisa, insyaAllah kita juga bisa menjadi sukses dengan entrepreuner (dagang) selama tetap disiplin dan istiqamah. Sudah saatnya, kini kita jadi pemain bukan penonton, terutama di daerah sendiri.[]

*Guru SMAN 1 Takengon

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.