Oleh April Apriani
JULUKAN “Kota Wisata” pantas disandang Takengon dan sekitarnya. Selain terkenal dengan berbagai destinasi wisata unggulan seperti Pantan Terong, Danau Lut Tawar, air terjun Mengaya, Loyang Mendale, Loyang Peteri Pukes, Loyang Koro dan berbagai wisata lainnya. Juga mempunyai wisata lokal yang berpotensi besar untuk dikembangkan. Seperti Agro Ekowisata terlebih yang berbau sejarah.
Tepatnya di desa Wih Porak, Kecamatan Silihnara. Hanya berkisar 20 menit dari kota Takengon. Tempat yang akan membawa anda dalam nostalgia panjang sambil berwisata ria. Di gerbang desa, anda akan di sambut dengan bangunan kantor PLTA Peusangan 1 & 2 yang merupakan pembangkit listrik terbesar di provinsi Aceh.
Lalu berjarak beberapa ratus meter ke depan, anda sudah sampai di perkampungan yang dikelilingi kebun kopi Arabica yang dulunya dikuasai oleh para kolonial Belanda.
Peninggalan Belanda ada yang masih utuh, diantaranya Mushala yang dibangun dari sisa-sisa papan yang berasal dari rumah para kolonial Belanda. dan dijadikan salah satu lokasi pembuatan film Gayo yang menceritakan kedatangan penjajah. Sebelumnya, rumah para mandor Belanda yang berdiri di kawasan desa Wih Porak tersebut sudah dibumihanguskan oleh warga masyarakat setempat karena dianggap “biang kerok” kesengsaraan rakyat Indonesia.
Di desa ini pula lah Mr. Syafruddin Prawiranegara pernah bersembunyi dari kejaran para penjajah karena ingin menyuarakan kemerdekaan Indonesia yang telah dikabarkan sudah tiada kepada dunia. Dalam sejarahnya, sempat terdapat Radio Rimba Raya Devisi 10 dan beliau membangun bunker di Jamur Barat pada tahun 1948.
Melewati kampung Wih Porak, berjarak sekitar 800 meter kedepan, anda akan tertantang dengan melalui jalan bebatuan yang berserakan untuk sampai pada satu tempat peninggalan para kolonial Belanda yang mungkin hanya ada satu-satunya di Aceh Tengah, yakni pemandian air panas.
Tempat yang berukuran 3×3 meter ini dahulu “mereka” capai dengan menggunakan kuda. Namun, anda tak perlu risau, karena sekarang ini anda dapat menjangkaunya dengan menggunakan kendaraan roda dua.
Sembari menikmati hangat dan jernihnya air pemandian, anda akan ditemani oleh merdunya nyanyian burung dan suara-suara monyet yang berkeliaran di pengunungan-pegunungan yang mengapit tempat pemandian tersebut.

Anda juga disuguhkan dengan berbagai jenis tanaman para petani. Selain kopi ada cabai, sayur-mayur dan berbagai jenis buah. Rasakan sensasi yang berbeda. Merasakan pemandian layaknya para bidadari yang masyhur ceritanya dalam “Pitu Peteri (Tujuh Putri)” bak di tengah hutan yang masih alami adanya.
Selesai menikmati “lukisan Illahi”, anda juga dapat merunduk syukur dengan sejenak melakukan ibadah Sunnah maupun wajib di sebuah mushala kecil di sekitaran tempat pemandian. Sehingga berwisata bukan alasan anda meninggalkan tugas sebagai insan yang bertaqwa.
Keramahtamahan masyarakat desa Wih Porak juga sudah terbukti adanya. Mampirlah di salah satu rumah warga, sudah dapat dipastikan anda akan di sambut hangat dengan senyuman serta disuguhkan secangkir kopi dan mungkin ditemani pisang goreng panas yang menyelimuti sore anda yang sejuk.
Dengan bangga, pamerkanlah pada kawanan kawula muda, berwisata sembari mempelajari sejarah Indonesia adalah bukti bahwa kita pemuda-pemudi yang berintegritas. Yakin dan percayalah, pemuda yang menghargai sejarahnya adalah pemuda yang mampu membangun negeri ini lebih baik dari hari ini. [Kh]