Reje Linge Pernah Kirim 2000 Pasukan ke Aceh Besar Melawan Belanda

oleh
Nama jalan di kampung Rawe Kecamatan Lut Tawar, lokasi rumah tempat disembunyikan Sultan Aceh Muhammad Daudsyah dari kejaran Belanda. (LGco_Foto : Khalis)
Yusra Habib Abdul Gani
Yusra Habib Abdul Gani

Banda Aceh-LintasGayo.co: Sejarawan Gayo dan Aceh, Yusra Habib Abdul Ghani, menyebutkan bahwa Reje Linge pernah mengirimkan 2000 pasukan elit untuk mengamankan Aceh Besar dari serbuan Belanda.

“Ini ada dalam arsip nasional yang di tulis dalam bahasa Belanda yang belum diterjemahkan, nanti kita cari biayanya lalu kita terjemahkan,” katanya dalam kesempatan diskusi dengan beberapa akademisi di Banda Aceh, Rabu, 24 November 2016.

Dijelaskannya, mengapa orang Gayo (Reje Linge) mengirimkan pasukan elit ke Aceh Besar bukan memilih mengamankan Gayo dari serbuan musuh, karena orang Gayo punya falsafah hidup yang disebut “Alo i”, yang artinya menjemput. Bahwa musuh yang akan menyerang itu jangan sampai masuk wilayah Gayo, tapi jauh sebelum itu sudah disambut agar tidak masuk ke wilayah Gayo.

“Alo i musuh itu sebelum masuk tapal batas, jangan sempat masuk wilayah Gayo, itu falsafah orang Gayo,” kata penyandang gelar Doktor (Phd) dari Fakulti Sains Sosial dan Kemanusiaan (FSSK) Universiti Kerajaan Malaysia (UKM) ini.

Selain itu, orang Gayo punya prinsip yang kuat sehingga mengapa yang terjadi di Gayo Lues pada tahun 1904 itu genosida oleh Belanda, karena orang Gayo tidak mau lari ataupun menyelamatkan diri ke hutan, ini juga ada hubungannya dengan falsafah tari Saman yang jumlahnya ganjil, mereka hanya mau mati sama-sama.

“Jadi, semua anak-anak, semua ibu-ibu, dan seluruh masyarakat Gayo itu pada pagi hari itu sudah mengambil wuduk, shalat sunnah, memakai wewangian dan perhiasan untuk melakukan perlawanan,” katanya.

Dilanjutkannya, dalam tari Saman itu menggambarkan prinsipnya orang Gayo yang kuat, yang tidak mau goyang sedikitpun, diibaratkan seperti “Kerpe Jejerun” (jenis rerumputan berakar tunggang) begitu keteguhan prinsip orang Gayo kalau sudah mengatakanya maka tidak berubah lagi.

“Waktu itu orang Gayo tidak mau lari tapi tetap melawan, bagi mereka hanya ada satu hal kalau tidak menang maka akan mati syahid,” Demikian ungkap Yusra Habib Abdul Ghani.

Diskusi yang dihadiri Prof. Abu Bakar Karim, DR. Ketut Wiradnyana, DR. Ali Abubakar, Salman Yoga ini dimotori oleh ketua Keluarga Negri Antara (KNA) Banda Aceh, Jamhuri, dengan moderator Khalisuddin, Pimred LintasGayo.co, dan dihadiri sejumlah akademisi serta perwakilan mahasiswa Gayo di Banda Aceh dan dari Takengon. (Feri Yanto)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.