Oleh : Win Wan Nur

KETIKA kita mengucapkan Pariwisata, sebagian besar orang di Gayo yang pernah saya ajak bicara, langsung membayangkan turis-turis berkulit putih yang berjemur setengah telanjang,dunia malam yang hingar bingar dan alkohol.
Selanjutnya apapun yang kita bahas mengenai Pariwisata tidak akan bisa mereka lepaskan dari persepsi yang sudah tercetak di benak mereka itu. Sehingga ketika kita bicara pariwisata, kesannya menjadi buruk sekali. Karena yang terbayang di benak banyak orang Gayo adalah maksiat.
Padahal, definisi pariwisata tidaklah sesempit itu, artinya persepsi seperti itu jelas sangat keliru.
Filosofi dasar pariwisata adalah mengunjungi sesuatu yang baru. Kita yang terbiasa tinggal di gunung, merasa senang ketika berkunjung ke tepi laut bersuhu hangat. Bahkan mencicipi air laut yang asin pun merupakan sesuatu yang luar biasa. Sementara orang yang terbiasa tinggal di tepi laut, sebaliknya, mereka suka merasakan kesejukan dan hijaunya alam pegunungan.
Ini adalah salah satu contoh Pariwisata.
Karena filosofinya seperti itu, maka ketika kita bicara pariwisata tentu saja bentuknya tidak seragam. Wisata itu ada macam-macam bentuknya, tergantung pada minat dan kesenangan orang.
Jenis wisata seperti yang selalu dibayangkan oleh sebagian besar orang Gayo yang pernah saya ajak bicara adalah contoh dari mass tourism. Tapi tidak semua bentuk pariwisata itu harus, menjadi mass tourism. Ada beberapa jenis pariwisata yang bermain di Niche tourism. Contohnya seperti wisata selam di Raja Ampat, itu hanya segelintir orang berduit saja yang bisa menikmatinya.
Mengunjungi situs sejarah seperti Borobudur dan Prambanan, bahkan Umrah pun masuk dalam kategori pariwisata.
Sekarang jenis wisata yang sedang marak di eropa, tur mendaki gunung berapi, ada wisata kuliner, menikmati alam perkebunan yang bukan termasuk dalam mass tourism.
Jadi karena Pariwisata adalah sektor yang penting dan relatif mudah untuk menghasilkan devisa dibanding dengan banyak sektor lain dan Gayo punya potensi besar untuk itu, karena Gayo dianugerahi berbagai keunikan yang tidak ditemukan di daerah lain. Maka sudah saatnya kita mengubah persepsi keliru yang sudah mengakar di masyarakat ini.
Gayo harus bangkit memanfaatkan sektor ini untuk meraih kesejahteraan karena terbukanya peluang ekonomi dan lapangan pekerjaan baru.
Kita harus mulai mengembangkan pariwisatadi Gayo, yang berbasis pada potensi serta sosiokultural Gayo sendiri. Jadikan kita orang Gayo sendiri sebagai penentu arahnya.
Kita kembangkan pariwisata, tapi kita jaga Pariwisata Gayo untuk tidak berkembang menjadi “Mass Tourism”. Dan ini adalah tugas Pemda dan DPRK untuk membuat regulasi.
*Pemerhati pariwisata Gayo