Radio Rimba Raya; Ingatkah Indonesia?

oleh

Oleh Syukurdi, MA*

Syukurdi-MASEMAKIN panjang umur Republik Indonesia, tanpa disadari membawa bangsa ini menuju kedewasaan dalam bernegara bagi rakyatnya, sehingga banyak cobaan yang akan dilalui, seperti sekarang ini, sejauh mana putra-putra bangsa diuji nilai nasionalismenya, sehingga pada umur ke-70 negara ini, makin banyak putra-putra bangsa yang sudah lupa dengan lagu-lagu kebangsaan termasuk juga pada nilai-nilai  sejarah bangsa Indonesia itu sendiri.

Menyinggung eksistensi peranan Radio Rimba Raya, sejauh mana rakyat Indonesia mengetahui siapa Radio Rimba Raya itu.? Dimana letak Radio Rimba Raya itu.?  Apa peranan Radio Rimba Raya bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia.? Ini sebuah pertanyaan  terutama bagi putra-putra bangsa Indonesia diera melenia tepatnya 70 tahun usia Indonesia merdeka.

Dari namanya, pasti masyarakat berfikir bagaimana cerita Radio Rimba Raya itu dan kenapa radio tersebut dapat berada ditengah-tengah hutan yang rimba seakan akan menyimpan suatu misteri bagi eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia pada masa itu.

Melihat sejarah nasional Indonesia pada tahun 1948, Indonesia mengalami kegoncangan dikarenakan agresi Belanda kedua paska proklamasi kemerdekaan Indonseia, yang mana segala akses informasi dan komunikasi pada masa itu diblokade oleh pihak Belanda sehingga mengganggu hubungan Indonesia dengan negara laninya. Selain pusat media informasi dan komunikasi yang diblokade Belanda pada masa itu, banyak juga penderitaan rakyat Indonesia semakin bertambah seiring  agresi Belanda  terhadap rakyat Indonseia, dan kejadian ini hampir seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia lumpuh total pada masa itu.

Banyaknya propaganda yang dilakukan Belanda dalam melumpuhkan negara Indonesia khususnya menggunakan konsep agenda setting, yaitu dengan cara mematikan akses informasi dan komunikasi yang ada di Indonesia sehingga membuat khawatir negara-negara tetangga yang pro terhadap kemerdekaan Indonesia. Konsep agenda setting  niat buruk Belanda tersebut, dengan cara melumpuhkan akses informasi dan komunikasi melalui lembaga penyiaran Indonesia, agar suara Indonesia tidak berkumandang di udara, sehingga dunia melihat dan menilai Indonesia telah tiada. Hal ini dimaksudkan agar dunia mengakui kekalahan Indonesia sehingga Indonesia tidak masuk pada peta dunia.

Pada  tanggal 19 Desember 1948, pada masa itu indonesia sangat kritis dan menyedihkan, meskipun ibu kota negara telah dipindahkan ke kota Yogyakarta dengan tujuan menjaga wibawa Negara Kesatuan Republik Indonesia, akan tetapi Belanda dengan agresinya dapat dapat melumpuhkanya, sehingga membuat negara Indonesia dalam status sangat kritis pada masa itu, akan tetapi ada satu wilayah yang tidak dapat ditaklukkan oleh Belanda, yang mana rakyat terkenal sangat heroik dalam mengusir penjajahan Belanda, yaitu provinsi Daerah Istimewa Aceh.

ilustrasi RRR (sumber internet)
ilustrasi RRR (sumber internet)

Semua wilayah Indonesia mengalami masa yang sangat kritis, akan tetapi Daerah Istimewa Aceh tetap memiliki eksistensi dalam menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga marwah bangsa Indonesia tetap terjaga, dikarenakan Daerah Istimewa Aceh masih mampu bertahan terhadap agresi blokade Belanda, bahkan Aceh masih mampu untuk mengirim para mujahidin-mujahidin (Pejuang-pejuang fisabilillah) menuju Medan Area sebagai antisipasi masuknya agresi Belanda ke Aceh. Para mujahidin atau para pejuang di jalan Allah yang dikirim untuk  melawan agresi Belanda, berasal dari Tanah Gayo Daerah Istimewa Aceh, dengan modal keberanian dan niat tulus melawan penjajahan Belanda. Merasa Negara Kesatuan Republik Indonesia dan didasari dengan iman maka mujahidin yang berasal dari Tanah Gayo, dikirim keberbagai wilayah khususnya wilayah yang berbatasan langsung dengan Sumatra Utara termasuk wilayah Medan Area pada masa itu. Tujuannya untuk menghalau Belanda sekaligus membantu pejuang-pejuang rakyat Sumatra Timur pada masa itu.

Disamping peran serta dan diiringi rasa gigihnya pejuang mujahidin-mujahidin Tanah Gayo yang berasal dari Daerah Istimewa Aceh, maka seiring dengan dinamika gejolak yang dihadapi Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak hanya itu saja, peran mujahidin Tanah Gayo ikut berperan membantu menyuarakan suara Indonesia merdeka melalui udara.

Tepatnya di kampung Ronga-Ronga, yaitu sebuah kampung kecil tepatnya sekarang ini berada pada pemerintahan Kabupaten Bener Meriah, yang dulunya sebuah kampung yang masih hijau diselimuti hutan rimba dan dikelilingi gunung-gunung dataran tinggi Tanah Gayo. menurut sejarah yang di kutip dari sebuah film domumenter radio Rime Raya, awal mulanya, sebelum sampai ke ronga-ronga, radio tersebut sudah diuapayauntuk beroprasi pada setiap tempat, sesuai dimana posisi radio itu berada, akan tetapi Belanda selalu dapat membaca sinyal dari radio tersebut, sehingga menjadi kendala bagi oprator pada saat mengudara, maka dari itu, radio tersebut yang sekarang menjadi Radio Rimba Raya selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain, guna untuk mengelabui sekaligus untuk menghilangkan jejak dari kejaran Belanda.

Pada masa itu tepatnya pada tahun 1948, Belanda tidak berani menginjakan kakinya di bumi provinsi Daerah Istimewa Aceh, karena itu Belanda mencari sinyal radio Rimba Raya dengan menggunakan pesawat udara, dengan harapan dapat membumi hanguskan prangkat radio Rimba Raya sehingga tidak dapat mengudara dan bersuara. Hal ini sebabkan, apabila radio Rimba Raya dapat mengudara dan bersuara, tentunya menjadi kekhawatiran Belanda terhadap dunia dan Indonesia khususnya, sehingga Belanda dengan agresipnya terus mencari keberadaan radio Rimba Raya tersebut.

Sebelum sampai di hutan rimba Ronga-Ronga, sesekali radio Rimba Raya beroprasi, akan tetapi Belanda masih dapat mendeteksi keberadaan sinyal radio Rimba Raya, oleh karena itu, atas kerja sama dan solidaritas rakyat dataran Tinggi Gayo, akhirnya prangkat radio Rimba Raya dibawa ke tempat dataran yang lebih tinggi dengan cara bergotong royong bersama masyarakat setempat, guna menghindari dari kejaran Belanda.

Sesekali masyarakat bersembunyi ditengah-tengah hutan rimba yang balantara beserta dengan segala prangkat radio yang digotong bersama, apa bila masyarakat mendengar suara dan melihat  pesawat Belanda melintasi areal hutan rimba raya tersebut. Menurut dari cerita yang ada, terkadang kala belanda tidak segan-segan mengebom tempat-tempat yang dicurigai sebagai tempat beroprasinya radio kemerdekaan tersebut, akan tetapi gerakan yang dilakukan Belanda tidak membuahkan hasil meskipun melalui udara sekalipun, hal ini yang membuat radio Rimba Raya dapat beroprasi di dataran tinggi Gayo tepat di kampung kecil Ronga-Ronga yang sekarang menjadi Kecamatan Pintu Rime Gayo Kabupaten Bener Meriah.

Masuknya Radio Rimba Raya ke Tanah Gayo

Daerah Istimewa Aceh adalah gelar yang diberikan oleh pemerintah pusat , karena dianggap sebagai daerah modal yang besar dalam mempertahankan Republik Indonesia dari genggaman penjajah, terlebih lagi suatu daerah yang tidak dapat diblokade Belanda pada masa lalu. (Iqbal Gopi/Film dokumenter/2011).

RRR filmDalam catatan sejarah, pemancar radio Rimba Raya didatangkan dari luar negeri sehingga dapat  mengudara, hal ini hasil dari sidang pertahanan daerah oleh Gubernur Meliter Aceh, Langkat dan Tanah Karo. Sebelumnya, radio rimba Raya diupayakan  mengudara pada wilayah-wilayah yang menjadi perlintasan kota pada saat membawa perangkat pemancar radio kemerdekaan, seperti lintasan di kota juang Bireuen, akan tetapi bila saat mengudara, masih dirasakan belum aman, maka dari itu segala perangkat Radio Rimba Raya di gotong secara bersama ke tempat yang dianggap sangat aman yakni menuju ke arah Takengon, dalam sumber lain mengatakan prangkat pemancar Radio Rimba Raya akan dibawa dan mengudara pada wilayah Bur Bius, setelah sampai dilokasi dan hendak membangun tiang pemancar terpaksa dibatalkan karena Belanda telah mengetahui lokasi pemancar Radio Rimba Raya tersebut dan kembali menuju Takengon, setelah sampai di Takengon, rombongan selanjutnya melanjutkan perjalanan kesuatu tempat melalui jalur Bireuen-Takengon tepatnya di kampung Ronga-Ronga (Reronga). Pada  perlintasan jalur Bireuen-Takengon, dan dirasakan aman, maka perangkat Radio Rimba Raya di gotong bersama untuk masuk ke dalam kampung Ronga-Ronga yang sekarang ini, hal ini dikarena agar lebih aman dari sebelumnya.

Eksistensi Radio Rimba Raya dinilai sangat penting bagi Negara Kasatuan Republik Indonesia, hal ini karenakan, Negara Kasatuan Republik Indonesia pada masa itu sangat kritis. Pada tanggal 19 Desember ibu kota negara Republik Indonesia Yogyakarta dikuasai Belanda. Radio republik Indonesia yang mengumandangkan suara Indonesia merdeka keseluruh dunia tiada lagi mengudara. Radio Belanda Hilversum, secara  lantang menyiarkan bahwa Republik Indonesia sudah hancur. Sebagian dunia mempercayai berita itu. Pada saat demikian gentingnya suasana, tanggal 20 Desember 1948 malam, RRR (Radio Rimba Raya) mengudara menembus angkasa memberitakan bahwa Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila masih ada, dan Revolusi 1945 masih tetap menyala.

Tanggal 19 Desember 1948, Gubernur Meliter Aceh, Langkat dan Tanah Karo, dalam sidang Dewan Pertahanan Daerah,   antara lain memutuskan  tangal 20 Desember 1948 pemancar radio yang kemudian dinamakan Radio Rimba Raya harus telah mengudara.

Tanah Aceh daerah modal Republik Indonesia, dalam mengahdapi segala peristiwa yang terjadi, mempersiapkan diri mendatangkan sebuah  pemancar yang kuat dari luar negeri. Di Ronga- Ronga inilah, akhirnya setelah mengalami proses  peralanan panjang Radio Rimba Raya bermukim, dan tanggal 20 Desember 1948 secara berkala mulai mengudara.  ( RRR, /3/2015).

Siaran Radio Rimba Raya, strategi mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia

Kegiatan siaran Radio Rimba Raya saat beroperasi, pada setiap hari rata-rata dimulai dari pukul 16.00 sampai dengan pukul 03.00 dini hari. Saat beroprasi jadwal penyiaran dibagi menjadi lima waktu, yakni, mulai dari pukul 16.00 sampai dengan pukul 18.00, mengadakan hubungan telegrafi dengan stasiun-stasiun pemancar greliya di dalam dan di luar kota-kota yang diduduki Belanda. Pukul 19.00 sampai dengan 21.00 melakukan siaran dalam negeri menggunakan signal colling “ Suara Radio Republik Indonesia”. Selanjutya pada pukul 21.00 sampai dengan pukul 23.00, mengadakan siaran khusus keluar negeri dengan signal colling “ Radio Republik Indonesia”. Kemudian pada pukul 23.00 sampai dengan pukul 24.00, mengadakan program siaran khusus kegaris depan menggunakan signal colling ” Suara Indonesia Merdeka”.  Dan pada pukul 24.00 sampai dengan pagi melakukan hubungan radio telephon dengan perwakilan-perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.  Disamping itu, program siaran Radio Rimba Raya tidak luput juga program siar dakwah Islamiyah. Siaran Radio Rimba Raya dapat didengar jelas keberbagai negara, seperti di Semenanjung Malaysia, Singapura, Saigon, Manila, New Delhi, bahkan di Australia dan dibeberapa bagian Eropah.  (Mahmud Ibrahim /2007).

Komunikasi Lintas Negara

Radio Rimba Raya, disamping memiliki program siaran yang dapat membangkitkan semangat juang anak bangsa serta membangkitkan suara-suara dunia yang mendukung keutuhan dan kadaulatan Republik Indonesia, Radio Rimba Raya agar dapat didengar dunia menggunakan komunikasi lintas negara, yaitu komunikasi dengan berbagai bahasa yang ada di dunia. Sebut salah seorang tokoh masyarakat yang merupakan anggota  pejuang mujahidin dari Tanah Gayo, yang dikirim untuk wilayah Langkat dan Medan Area bernama  Khalifah, Tgk. M. Arifin, beliau mengatakan, pada saat itu Radio Rimba Raya bersuara dengan berbagai bahasa yang ada didunia, diantaranya berbahasa, Inggris, Melayu, Arab, Hindia, Cina, Belanda, ( Khalifah, Tgk. M. Arifin / 2012). Dari pemaparan beliau, hal senada juga terhadap sumber-sumber yang didapatkan penulis mengenai komunikasi lintas negara yang dilakukaukan oleh oprator Radio Rimba Raya  pada masa itu. Radio Rimba Raya juga dikenal radio perjuanagan kemerdekaan Divisi X berkedudukan ditengah rimba jalur Biren- Takengon yang menyatakan negara Indonesia masih ada, masih ada wilayah daerah Aceh yang masih utuh, hal ini untuk menjawab suara radio Belanda Hilversum yang mengatakan Indonesia telah tiada. Radio Rimba Raya ini menggunakan signal calling “ Suara Indonesia Merdeka”,  pada tiap malam saat mengudara, Radio Rimba Raya menggunakan enam bahasa, yaitu, Inggris, Belanda, Indonesia, Urdu/ Hindustan, bahasa Arab, dan bahasa China. Penyiar bahasa Inggris Jhon Edward berpangkat letnan, yang di Aceh dikenal dengan nama Abdullah Inggris, bahasa Urdu/ Hindustan yang sararan informasi ke India, disampaikan oleh Chandra mantan tentara sekutu yang berpihak kepada Indonesia ( waspada/ 15/6/2015)

Penutup

Seiring dengan kemerdekaan Republik Indonesia yang menginjak 70 tahun Indonesia merdeka, maka Radio Rimba Raya sudah tidak bersuara dengan lantangnya, oleh karena itu harapan bersama rakyat Indonesia, monumen Radio rimba raya dapat segera dijadikan munumen pelajaran bagi generasi muda Indonesia yang dilengkapi sarana pendidikan, perpustakaan sejarah, museum dan pasilitas pendidikan lainya sebagaimana yang telah dicita-cita dahulu. Disamping itu, penulis membaca dalam satu sumber terpercaya, bahwa pemancar Radio Rimba Raya sekarang di tempatkan di museum Angkatan Darat Yogyakarta, agar dikembalikan ke Tanah Gayo, sebagai tempat wadah pendidikan sejarah  bagi generasi muda di ujung barat Indonesia dalam mengenang mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Penutup, penulis mengutip dari sebuah buku karangan Mahmud Ibrahim yang berjudul, Mujahid Dataran Tinggi Gayo, yang menuliskan, bahwa bangsa yang besar selalu menghargai jasa-jasa para pahlawanya. Sebagai generasi yang menjalankan amanat Bangsa ini kita sepakat terus berupaya mengenang dan menghargai para bunga Bangsa, para Mujahid Dataran Tinggi Gayo.

*Dosen Komunikasi Islam STAIN Gajah Putih Takengon

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.