6 tahun sudah, penelitian arkeologi di Gayo tak kunjung usai, kenapa?

oleh
Lokasi Penelitian Arkeologi di Loyang Mendale. (foto : Taufiqurrahman)

*Darmawan Masri

Suasana Penelitian dan Casting di Loyang Mendale. (foto : Taufiq)
Suasana Penelitian dan Casting di Loyang Mendale. (foto : Taufiq)

Penelitian arkeologi di Loyang Mendale sudah dilaksanakan sejak tahun 2009 lalu oleh peneliti dari Balai Arkeologi Medan, setahun setelahnya giliran Loyang Ujung Karang juga ditemukan situs manusia pra-sejarah Gayo yang tak lain merupakan nenek moyang dari urang Gayo sendiri.

Sepanjang tahun 2010 hingga 2015 ini, setidaknya penelitian telah dilakukan selama 6 tahun. Namun kenapa penelitian tersebut tak kunjung usai?, LintasGayo.co mencoba memperoleh jawaban tersebut dari arkeolog yang meneliti langsung di Loyang Mendale dan Ujung Karang, Ketut Wiradnyana.

Menurut Ketut, dalam ilmu sosial penelitian tidak bisa dilakukan satu atau dua kali saja, melainkan harus berkesinambungan. Anggapan kenapa belum selesainya penelitian di dua tempat itu, kata Ketut tidak hanya datang dari masyarakat saja, melainkan dari rekan di instansi dia bekerja.

“Dikantor pun seperti itu rekan-rekan saya berpikir demikian, mereka sering menanyakan kepada saya kenapa disini tak kunjung usai dan tempatnya tidak berpindah-pindah. Dan itu merupakan pertanyaan yang wajar,” kata Ketut menjawab LintasGayo.co, beberapa waktu lalu di Takengon.

Dia menjelaskan, bahwa penelitian nya di Loyang Mendale dan Ujung Karang dalam setahun hanya berlangsung selama 12 hari. Kondisi ini berbeda dengan penelitian arkeologi di Indonesia oleh arkeolog dari Prancis.

“Sekarang saya kasi gambaran begini, saya penelitian di Gayo dalam setahun hanya 12 hari. Prancis penelitian di Indonesia dalam setahun itu bisa 2 bulan, dalam 5 tahun mereka baru bisa menghasilkan buku, jadi kalau dihitung dalam 5 tahun berarti mereka sudah melakukan penelitian selama 10 bulan dan hampir setahun penuh, baru mereka bisa menghasilkan sesuatu yang layak disampaikan,” terang Ketut.

Kondisi tersebut sambungnya lagi, berbeda dengan di Gayo, memang penelitian yang dilakukan sudah berjalan selama enam tahun namun dalam setahun hanya 10-12 hari saja. Jika dikalkulasikan selama enam tahun, penelitian yang dilakukan hanya sekitar dua bulan saja.

“Artinya, kenapa harus lama?, pertama waktu penelitian kita terbatas, kedua data yang ada sesuai dengan tujuan penelitian itu belum steril, dalam artian jika masih ada temuan baru penelitian tidak bisa di stop,” ungkapnya.

Dijelaskan lagi, hasil penelitian yang hanya dilakukan sekedarnya tidak akan menjawab sebuah permasalahan. “Kalau hanya sekedar saja, atau pengakuan dari penelitian ini hanya tingkat lokal, bisa saja penelitian ini di stop. Temuan disini kan tidak begitu. Ada temuan yang dapat mengubah teori penyebaran manusia prasejarah setelah yang selama ini dipakai, bisa berubah dengan temuan disini, asal kita terus mengawal dan terus melakukan penggalian data-data yang masih kurang dalam pelengkapan data yang sudah ada agar teori kita kuat,” kata penulis buku Gayo Merangkai Identitas ini.

Ditambahkan lagi, dari hasil penelitian di Loyang Mendale, ada asumsi hunian tersebut lebih tua dari Taiwan setelah ditemukannya Blackware (gerabah hitam) yang tidak banyak diperbincangkan di Indonesia, namun setelah ditemukan disini asumsi itu akan bisa berubah tergantung data-data yang dihasilkan dalam proses penelitiannya.

“Blackware yang kita temukan, tidak cukup diteliti dari satu laboratorium saja. Walaupun tingkat penelitiannya sudah benar namun rendah, maka dibutuhkan satu laboratorium atau lebih lagi untuk mendukung penelitian kita menghasilkan data yang lebih baik, dan hasil penelitian tersebut sudah bersifat baik,” ketusnya.

“Dalam sebuah penelitian,  jika sebuah data kurang bagi orang tertentu masih belum apa-apanya, walau kita sudah menganggap kita lebih tua dari orang lain. Jika untuk penelitian sebuah skripsi itu sudah lebih dari cukup dan malah sudah mendapat nilai A,” timpal Ketut Wiradnyana.

2016 Penelitian Loyang Mendale dan Ujung Karang Selesai.

Dilanjutkan Ketut, bahwa penelitiannya di Loyang Mendale dan Ujung akan akan selesai pada tahun 2016 nanti. “Rencananya tahun 2016 mau saya selesaikan. Penelitian di lokasi tersebut berhenti, datanya sudah cukup. Melihat indikasi dari tempat penelitian, ada kemungkinan data yang akan kita peroleh akan habis,” ucapnya.

Walau begitu Ketut katanya lagi, jika di tahun 2016 ternayata masih ada data lain yang ditemukan maka penelitiannya di dua daerah itu akan dilanjutkan. “Tapi dalam hitungan saya tahun 2016 sudah selesai,” ucapnya.

Setelah menyelesaikan penelitian di dua lokasi itu, Ketut menambahkan, penelitiannya bisa saja berpindah ke tempat lain di Gayo, asal Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah mau membiayai penelitian lanjutan itu. “Jika memang temuan ini penting bagi urang Gayo, tempat-tempat lain yang berpotensi menjadi hunian manusia prasejarah Gayo harus dilanjutkan, tidak cukup data-data yang ada di Loyang Mendale dan Ujung Karang saja, saya melihat potensi itu masih ada, asalkan ada yang mau membiayai penelitian ini,” ujar Ketut Wiradnyana.

“Penelitian lanjutan bisa ke Loyang Datu dan daerah lainnya di Gayo, bisa juga ke Karo, terlebih dahulu dilakukan pemetaan jalur migrasinya,” demikian Ketut Wiradnyanan menimpali. []

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.