Takengon-LintasGayo : Aktivifis GeRAK, Akhiruddin, mempertanyakan kelayakan bantuan sebesar 40 Juta Rupiah yang dinyatakan oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono di tenda pengungsian saat berkunjung kewilayah Gayo beberapa waktu lalu, dan dikuatkan kembali oleh Kepala Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BPBN), Syamsul Ma’arif, bantuan tersebut disalurkan guna membangun kembali rumah-rumah warga yang terkena ekses gempa 6,2 sr, 2 Juli 2013 lalu, di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah.
Menurutnya, jumlah tersebut sangatlah minim jika dibandingkan dengan pembangunan rumah duafa yang dianggarkan oleh DPRA dan pembangunan rumah korban tsunami 4 tahun lalu.
“Untuk pembangunan rumah dhuafa saja DPRA menganggarkan dana sebesar Rp. 60 Juta, harga tersebut sebelum BBM naik, sedangkan 4 tahun lalu saat pembangunan rumah korban stunami, sebesar Rp. 90 juta, nah korban gempa Gayo, hanya dapat Rp. 40 Juta saja, mereka mau bangun apa dengan jumlah yang sangat minim itu belum lagi disaat BBM saat ini sudah naik”, ujar Akhiruddin, Kamis (11/7/2013) di Takengon.
Ditambahkan, bantuan tersebut sangat tidak layak bagi korban, dan dikhawatirkan kondisi ini akan menimbulkan masalah baru ditengah-tengah masyarakat, terlebih kepada Pemerintah Daerah.
“Jika hal ini tidak segera diatasi oleh Pemerintah Daerah, dikhawatirkan nantinya beban pemerintah daerah akan bertambah, sehingga akan memicu masalah baru, karena korban akan terus menuntun, masalah lain yang timbul ditengah-tengah masyarakat adalah dengan dana itu mereka tak bisa membangun kembali rumah mereka, mereka akan pakai dana itu untuk menyewa rumah, selebihnya untuk keperluan pribadi mereka, setahun setelahnya, mereka tak punya apa-apa lagi sehingga harus menjual lahan perkebunan mereka untuk membuat rumah”, tambahnya.
Dia melanjkutkan, idealnya melihat kondisi kekinian, korban mendapatkan bantuan sebesar Rp. 125 juta, dengan nilai tersebut maka korban bisa membangun rumah mereka dengan layak.
“SK Bupati Aceh Tengah sudah ideal, 125 juta Rupiah per unit rumah yang rusak berat. Ini harus segera dibahas kembali, agar tidak terjadi dampak yang berkepanjangan”, demikian kata Akhiruddin.
(LG.co-025)