Temuan Arkeologis Gayo Amunisi Hebat Perjuangan ALA

oleh
Kerangka manusia pra sejarah di Loyang Ujung Karang Kecamatan Kebayakan Aceh Tengah. (LGco_d'aKa)

Arfiansyah

PERJUANGAN pemekaran Provinsi ALA sudah dimulai 14 tahun silam, para pejuangnya tergabung dalam Komite Pemekaran Provinsi Aceh Leuser Antara (KP3ALA) namun hingga tahun 2015 belum ada titik terang keberhasilannya. Akhir-akhir ini, suara pemekaran Provinsi Aceh Leuser Antara (ALA) kembali mengemuka, bergolak yang salahsatu sebabnya karena adanya statemen dari sejumlah tokoh muda dari beberapa daerah yang menolak pemekaran ALA.

Menanggapi situasi ini, banyak pendapat dilontarkan baik dari orang yang “lama” berkecimpung soal ALA ini maupun dari para pengamat. Salah seorang yang turut memberi pendapat adalah Arfiansyah, akademisi muda berdarah Gayo.

Menurutnya, temuan arkeologis di Loyang Mendale dan Ujung Karang Takengon Aceh Tengah oleh tim arkeolog dari Balai Arkeologi Medan seharusnya menjadi amunisi hebat bagi konsep perjuangan pemekaran Provinsi Aceh Lueser Antara (ALA). Demikian pendapat Arfiansyah beberapa waktu lalu di Takengon.

“Penguatan identitas atas temuan arkeologis di Gayo merupakan amunisi yang kuat untuk perjuangan ALA,” kata Arfiansyah saat diminta memberikan pandangan terhadap perjuangan Provinsi ALA.

Pengamatannya selama ini, konsep perjuangan ALA hanya mengkampanyekan kebencian, perbedaan, kesenjangan sosial dan politik saja. Namun mengabaikan amunisi hebat yang ditemuan Ketut Wiradnyana dan kawan-kawan.

Ketut Wiradnyana (kiri) dan Tagore Abubakar di Loyang Mendale.(LGco_Kha A Zaghlul)
Ketut Wiradnyana (kiri) dan Tagore Abubakar di Loyang Mendale.(LGco_Kha A Zaghlul)

“Meski sebagian pejuang ALA saat ini ada yang sudah mengkampanyekan data arkeologi yang ditemukan di Gayo namun belum terlalu intens. Waktu pertama kali pemekaran ALA dipopulerkan, di masyarakat saya lihat tidak terlalu populer. Hanya setengah-setengah. Dari awal hanya sebatas perbedaan Aceh dan Gayo saja. Tidak ada justifikasi (alasan) lain selain kesenjangan pembangunan, kesenjangan sosial dan politik saja,” ungkap Arfiansyah.

Jika dikaji ditingkat bawah, lanjut kandidat Doktor jurusan Antropologi Hukum Universitas Laiden-Belanda ini, kampanye-kampanye perjuangan ALA seperti itu masih sangat laku dijual. Namun tidak untuk kalangan menengah ke atas. Masalahnya saat ini yang terlihat adalah ALA hanya perjuangan segelintir politikus saja. Sehingga, ada gep yang sebetulnya harus diisi, sehingga kesadaran masyarakat Gayo akan semakin besar tentang diri nya.

“Di tengah-tengah ini saya lihat tidak ada jembatan penghubung, hal tersebutlah yang harus dipahami pejuang ALA,” ujarnya.

Loyang Mendale dari sisi timur. (LGco_Kha A Zaghlul)
Loyang Mendale dari sisi timur. (LGco_Kha A Zaghlul)

Harusnya temuan arkeologi di Gayo momentum yang baik untuk mendukung perjuangan ALA. Klaim-klaim bahwa Gayo merupakan orang pribumi sangat kuat, karena punya bukti sejarah yang kuat juga. Meskipun, setelah itu urang Gayo mampu menjadi raja pertama di Aceh.

“Mungkin kalau soal raja Aceh pertama dari Gayo kurang populer, hanya kita yang mengakui. Dan masih menjadi perdebatan dikalangan sejarawan. Tapi, data arkeologis yang dihasilkan, tidak terbantahkan lagi. Sehingga temuan arkeologis di Mendale dan Ujung Karang, harusnya membangkitkan kesadaran urang Gayo,” kata Arfiansyah.

Dilanjutkan, temuan ini dapat meningkatkan sentimen ke-Gayo-an ditengah-tengah masyarakat Gayo. Bahwa, urang Gayo punya hak memimpin di atas tanahnya sendiri. Namun didiskriminasi.

“Amunisi terhebat sebenarnya ada jika para pejuangnya sadar, bukan hanya kesenjangan politik dan ekonomi saja yang selalu di gembar-gemborkan. Mulailah rangkul ke ranah itu. Alat dan amunisi sudah ada, tinggal sejauh mana mereka memperjuangkannya untuk masyarakat Gayo bukan untuk diri sendiri. Sebagaian orang terbaca isu ALA hanya untuk kepentingan politik saja. Pola perjuangannya pun harus dirubah. Mulai rangkul potensi-potensi yang ada,” tandas peneliti di International Centre for Aceh and India Ocean Studies (ICAIOS) ini.

(Darmawan Masri)

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.