Oleh: Zuliana Ibrahim
Gayo pada lepas siang selasa lalu
lagi, bumi seperti memetik degup
seketika haus tasbih menyerak batin
sepasang mata bicara bersama air mata
gemetarlah dua-tiga langkah dari wanita berwajah luntur
ia menghidang tanya pada Lut Tawar
mengaju isyarat pada Burni Telong
sesekali melirik pelipis matahari seperti mencari tanda-tanda
menyuapi takut dengan zikir
duduk beralaskan tanah keriput
terus lafalkan barisan ayat di bibir pucat
Gayo pada lepas siang selasa lalu
hujan puing berkabar
dari kota hingga desa-desa
sunyi pun mendera
kata-kata patah jadi darah
doa seperti angin; menjadi-jadi
Gayo pada lepas siang selasa lalu
meresapi bau anak-anak yang tak lagi bisa bermain gencong
tubuh mereka kini jadi kitab-kitab untuk dibaca
dengan doa-doa yang tak akan tamat
nafasnya adalah debar pengharapan.
Gayo dalam dekapan, 4 Juli 2013
Zuliana Ibrahim
Lahir di Takengon, 13 Juli 1990. Alumni SMA Negeri 1 Takengon, alumnus FKIP Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Beberapa karyanya berupa puisi dan cerpen terbit di harian Medan Bisnis, Analisa, Mimbar Umum, Serambi Indonesia, Sinar Harapan, Majalah teropong UMSU dan Majalah LPM Dinamika IAIN. Selain itu, juga terangkum dalam beberapa sejumlah buku antologi.