Takengon-LintasGAYO.co : Mahasiswa Program Studi Budaya dan Literatur Gayo Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Takengon, melaksanakan kuliah lapangan di situs purbakala Loyang Ujung Karang, Kecamatan Kebayakan, Kamis (16/10/2025).
Kegiatan ini bertujuan memperdalam pemahaman tentang sejarah dan budaya Gayo melalui pendekatan langsung di lapangan.
Kuliah lapangan ini diinisiasi oleh dosen pengampu DR Al Musanna, dengan menghadirkan narasumber seorang pemerhati wisata Aceh Tengah, Khalisuddin, serta Juru Kunci situs Loyang Ujung Karang, yang juga pegawai Dinas Pendidikan dan Kebudayan Aceh Tengah.
Dalam pemaparannya, Khalisuddin menegaskan bahwa Loyang Ujung Karang bukan sekadar situs arkeologi, tetapi juga destinasi wisata sejarah yang wajib dikunjungi, karena telah menarik peneliti arkeolog Nasional serta para akademisi.
“Sudah ke Takengon tapi belum ke Loyang Ujung Karang, rugi besar,” ujar Khalisuddin, dihadapan civitas akademik dan para mahasiswa IAIN Takengon pada pesempatan itu.
Di sela kegiatan, Khalisuddin menghubungi Ketut Wiradnyana, arkeolog yang menemukan kerangka purba di situs tersebut. Melalui sambungan itu, dijelaskan bahwa penemuan kerangka manusia purba di Loyang Ujung Karang menjadi temuan penting yang mengubah cara pandang terhadap sejarah etnis di wilayah ini.
Menurut Khalis, keberadaan kerangka tersebut menegaskan bahwa masyarakat Gayo merupakan komunitas tertua di Aceh, bahkan telah mendiami kawasan ini jauh sebelum kedatangan kelompok lain. Temuan itu sekaligus mematahkan pandangan lama yang menyebut masyarakat Batak lebih dulu menetap di wilayah Gayo.
Penemuan arkeologis Loyang Ujung Karang pertama kali dilakukan pada 2009 oleh tim arkeologi Balai Arkeologi Medan yang dipimpin Ketut Wiradnyana. Penelitian menemukan sisa kerangka manusia purba yang diperkirakan berusia ribuan tahun, beserta artefak alat batu dan bekas aktivitas pemakaman prasejarah.
Temuan di Mendale dan Ujung Karang terang Khalis, mematahkan politik identitas Gayo dan Aceh maupun Gayo dan Karo.
“Polemik ini diselesaikan dengan ilmu pengetahuan, dan sejak itulah ekonomi masyarakat tumbuh berkembang terutama di sektor perdagangan dan wisata. Kemudian diikuti perkembangan informasi serta pembangunan infrastruktur jalan,” ungkap Khalisuddin.
Khalisuddin juga mengapresiasi langkah IAIN Takengon yang menjadikan situs tersebut sebagai laboratorium belajar sejarah dan budaya bagi mahasiswa.
DR Ketut VC dengan Mahasiswa
Sementara itu pengampu mata kuliah Studi Budaya dan Literatur Gayo IAIN Takengon, DR Al Musanna M Ag menjelaskan, bahwa kegiatan lapangan ini menjadi bentuk nyata dari pembelajaran literatur budaya Gayo dengan tema asal-usul Gayo.
“Berada di sini adalah bagian dari studi literatur budaya Gayo. Banyak sumber tentang asal-usul Gayo yang belum ilmiah, seperti hikayat atau cerita lisan. Melalui kunjungan langsung ke situs sejarah, kita belajar dari sumber yang lebih otentik, berdialog dengan narasumber, dan memahami konteks budaya dari sisi arkeologis,” ujar Al-Musanna.

Lebih lanjut, Dr Al Musanna menambahkan bahwa mahasiswa diharapkan dapat menumbuhkan kecintaan terhadap warisan sejarah daerahnya melalui penulisan ilmiah dan penyebaran informasi yang berimbang.
“Kami ingin mahasiswa tidak hanya tahu, tetapi juga menjadi agen pelestarian dan penyebar informasi budaya Gayo melalui karya tulis dan kegiatan akademik,” tambah Al Musanna.
Kegiatan ini turut menghadirkan Dr Ketut Wiradnyana M Si yang bertatap muka dengan mahasiswa melalui panggilan telepon. Ketut merupakan seorang arkeolog yang telah meneliti berbagai situs prasejarah termasuk Aceh Tengah.
“Ketika kami melakukan survei pada 2009, ditemukan pecahan tembikar dan alat batu yang menunjukkan situs ini digunakan sebagai tempat penguburan, bukan tempat tinggal. Hal ini memberikan gambaran tentang sistem kepercayaan dan praktik sosial masyarakat prasejarah di Gayo,” jelas Ketut.
Melalui kegiatan studi literatur lapangan ini, para mahasiswa tidak hanya belajar tentang data arkeologis, tetapi juga memahami bagaimana sejarah, budaya, dan identitas Gayo terbentuk dan diwariskan hingga kini.
(Vebri F|BSP]






