Oleh : Mahbub Fauzie*
Karena pernah kuliah pada Program Studi (Prodi) Penerangan dan Penyiaran Agama Islam (PPAI) Fakultas Dakwah Institut Agama Islam (IAIN) Ar-Raniry Banda Aceh (sekarang UIN Ar-Raniry) tahun 1994-2000, saya merasa mempunyai tanggung jawab moral untuk suka menulis terkait dakwah, yang sekarang dalam media sosial – online, biasa disebut dengan konten dakwah.
Pada saat penyelesaian tugas akhir kuliah yang saat itu sempat non-aktif 2 (dua) semester dengan beberapa alasan termasuk biaya, saya menulis skripsi yang judulnya “Mobilitas Sosial Sebagai Strategi Dakwah dalam Mewujudkan Masyarakat Madani.” Rujukan utama penulisan skripsi saya adalah buku “Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi”, yang ditulis oleh Kuntowijoyo.
Kuntowijoyo, seorang sosiolog dan intelektual Muslim Indonesia. Tulisan-tulisannya di media cetak Ketika itu, terutama di Harian Umum Republika dan Majalah Ummat sangat menginspirasi saya.
Sebagai mahasiswa saya juga suka dan tertarik membaca tulisan-tulisan dan buku-buku karya intelektual yang lain, baik dari kalangan agamawan maupun pemikir di bidang umum, termasuk filosof dan sosiolog serta para antropolog.
Khusus Kuntowijoyo, saya suka dengan pemikirannya terkait Ilmu Sosial Profetik (ISP). Dari sanalah ide pemilihan judul skripsi saya. Hal ini pernah saya tuliskan di: https://lintasgayo.co/2021/08/28/menulis-dengan-semangat-dakwah-profetik-7/
Hingga kini dan insya Allah seterusnya, saya akui bahwa saya suka menulis dan membuat konten-konten terkait dakwah karena motivasi niat Ikhlas, selain karena hobi saya atas hal tersebut. Termasuk ketertarikan saya kali ini ingin menulis artikel dengan judul “Jurnalisme Profetik Tanpa Intrik” ini.
Jurnalisme Profetik
Jurnalisme Profetik adalah konsep jurnalistik yang mengacu pada nilai-nilai profetik (kenabian) dalam Islam. Sebagaimana dalam konsep Ilmu Sosial Profetik (ISP) yang diperkenalkan oleh Kuntowijoyo. Nilai-nilai kenabian hendaknya memberikan landasan etis dan moral bagi praktik jurnalistik.
Terkait tentang jurnalis, tulisan saya pernah tayang di Kompasiana: https://www.kompasiana.com/mahbubfauzie/58148172f396737a214ab6b1/menyoal-eksistensi-jurnalis-muslim?page=2&page_images=1
Jurnalisme profetik merupakan jurnalisme yang berorientasi pada misi yang melibatkan kebenaran, keadilan, dan transformasi sosial, sebagaimana tercermin dalam tiga dimensi utama ajaran Islam: humanisasi (amar ma’ruf), liberasi (nahi munkar), dan transendensi (iman kepada Allah).
Spirit utama Jurnalisme Profetik adalah: Pertama, Semangat Humanisasi (Amar Ma’ruf), yaitu semangat untuk mengangkat nilai-nilai kemanusiaan, seperti menghormati martabat manusia, memperjuangkan keadilan, dan menyebarkan kebaikan. Jurnalisme profetik menolak eksploitasi dan diskriminasi.
Yang kedua, Semangat Liberasi (Nahi Munkar), yakni semangat untuk mendorong pembebasan dari berbagai bentuk penindasan, ketidakadilan, dan eksploitasi. Jurnalisme ini berperan sebagai kontrol sosial untuk melawan ketidakadilan, korupsi, dan penyimpangan lainnya.
Kritik konstuktif merupakan bagian dari semangat Nahi Munkar, bukan faktor like and dislike maupun sentimen dan tendensi pribadi seorang Jurnalis.
Ketiga, Semangat Transendensi (Iman kepada Allah). Yaitu semangat spiriritual untuk menempatkan nilai-nilai spiritual sebagai landasan utama dalam pelaporan liputan atau reportase. Jurnalisme ini mengaitkan semua aktivitas jurnalistik dengan nilai-nilai keimanan kepada Allah, sehingga berorientasi pada kebenaran sejati.
Implementasi dan Tantangan Jurnalisme Profetik
Dalam praktiknya, jurnalisme profetik menekankan: 1) Pentingnya kejujuran dalam penyajian berita. 2) Empati terhadap masyarakat yang lemah. 3) Kritik konstruktif terhadap kebijakan atau tindakan yang tidak adil. 4) Pemberdayaan masyarakat melalui informasi yang edukatif dan inspiratif. 5) Integritas moral dalam menghindari berita palsu (hoaks) dan sensasionalisme.
Begitupan, jurnalisme profetik bukan tanpa tantangan. Persaingan dengan tren media komersial yang sering mengutamakan rating atau klik, menjadi momok tersendiri.
Adanya tekanan dari pemilik media atau pihak yang berkepentingan juga hal yang menghambat independensi.
Di sisi lain, ada kesulitan menjaga keseimbangan antara idealisme profetik dan realitas industri media adalah hal realita.
Tanpa Intrik
Praktik Jurnalisme profetik tentunya tanpa intrik dan kepentingan praktis-pragmatis. Tapi selalu mengedepankan dan menegakkan kejujuran, transparansi, serta etika sangat penting dijunjung para juru warta dalam dunia jurnalisme.
Dalam praktiknya, konsep ini mendorong jurnalis untuk: Pertama, Mengutamakan Fakta; memberikan laporan berdasarkan fakta yang terverifikasi, tanpa menambahkan unsur dramatis atau manipulasi informasi untuk meningkatkan daya tarik.
Kedua, Menjaga Independensi; tidak berpihak pada kepentingan tertentu, baik politik, ekonomi, maupun pribadi. Ketiga, Menghindari Sensasionalisme; tidak menggunakan judul atau isi yang berlebihan hanya demi klik atau popularitas.
Keempat, Mematuhi Kode Etik Jurnalistik; berpegang pada standar moral dan profesional dalam menyajikan informasi kepada publik. Kelima Mengutamakan Kepentingan Publik: Berfokus pada informasi yang relevan dan bermanfaat bagi masyarakat, bukan untuk menyebarkan gosip atau intrik.
Spirit jurnalisme profetik adalah mewujudkan umat dan Masyarakat terbaik (khairu Ummah). Para jurnalis yang memiliki semangat profetik dalam menggali, meliput dan melapokan informasi benar-benar dalam rangka Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar.
Kritik sosial yang diperankan merupakan bentuk dari “Memanusiakan manusia serta membela kemanusian dalam semangat ruhiyah keimanan kepada Allah Swt”.
Secara tersirat dan tersurat pesan Jurnalisme Profetik terkandung dalam Al-Qur’an Surah Ali Imran ayat 110: “ Kuntum khaira ummatin ukhrijat lin-nāsi ta`murụna bil-ma’rụfi wa tan-hauna ‘anil-mungkari wa tu`minụna billāh, “
Yang artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.”
Jurnalisme profetik menjadi sangat relevan di era milenial sekarang ini untuk memberikan panduan moral bagi jurnalis agar tidak hanya mengejar profit atau popularitas, tetapi juga menjadikan media sebagai alat transformasi sosial yang berlandaskan nilai-nilai etika dan spiritual.
Wallahu a’lam bish shawab.
*Mantan Aktifis Mahasiswa dan pernah menjadi Wartawan. Alumni Fakultas Dakwah IAIN Ar-Raniry (S.1 Tahun 2000) dan Alumni Program Pasca Sarjana IAIN Takengon (S-2 Tahun 2023). Sekarang sebagai Pelayan Masyarakat di KUA Kecamatan Atu Lintang, Aceh Tengah._