Oleh : Dr. Jamhuri Ungel, MA*
Tanggal 12 Rabiul Awal adalah tanggal kelahiran Nabi Muhammad SAW. dalam sejarah disebutkan dengan tahun gajah.
Momen kelahiran Nabi diperingat oleh hampir seluruh ummat muslim di dunia, bahkan sebagiannya menyambut kelahiran Nabi ini sampai empat bulan, dengan sebutan bulan maulid pertama, kedua, ketiga dan keempat.
Kendati peringatan maulid itu sendiri baru ada jauh setelah masa Nabi tentu peringatan maulid ini punya makna bagi kaum muslimin, karena Nabi Muhammad adalah utusan Allah yang membawa risalah untuk keselamatan hidup manusia tidak hanya di dunia tetapi juga sampai hari qiyamat.
Bila Nabi Muhammad tidak diutus oleh Allah kedunia tentu tidak adalah batas antara kebaikan dan keburukan. Orang akan melakukan kebaikan sekehendak hati mereka dan orang akan melakukan keburukan juga sekehendak hati mereka.
Dalam buku-buku sejarah kita baca tentang keadaan masyarakat Arab pada masa diutusnya Nabi dan juga kita pahami dari apa yang dikatakan oleh Nabi sendiri, bahwa masyarakat pada saat itu bukanlah tidak beragaman, mereka juga bukan orang yang bodoh yang tidak bisa tulis baca.
Tetapi mereka mempunyai tuhan-tuhan berupa ruh nenek moyang dan patung-patung yang mereka sembah. Bahkan juga sebelum datangnya Islam telah ada agama yang turunkan Allah yaitu agama Yahudi dan Nasrani, artinya mereka punya aturan dalam hidup, bukti mereka tidak bodoh karenan daerah mereka adalah lintasan perdaganang antar negara.
Sehingga tidak mungkin ada daerah yang selalu dilalui oleh para pedagang penduduknya orang bodoh.
Nabi mengatakan ” Innama bu’istu liutammima makarimal akhlaq”, ini menggambarkan bahwa orang Arab pada masa itu punya kepintaran melebihi orang lain, namun mereka tidak menggunakan kepintarannya untuk kebaikan malahan mereka menggunakan kepintaran untuk kejahatan.
Seperti membunuh tidak hanya orang lain tapi juga anak kandung mereka, berkelahi atau berperang antar suku, mabuk-mabuk dan lain-lain.
Karena kejahatan telah mendominasi kehidupan mereka, mereka tidak tau atau tidak mengenal lagi yang namanya kebaikan, tidak tau orang yang dapat dijadikan panutan dan tidak ada yang diharapkan dapat membimbing mereka kejalan kebaikan apalagi untuk mengenal Tuhan. Dalam keadaan seperti inilah Nabi Muhammad SAW diutus oleh Allah, sehingga beliau katakan saya diutus guna memperbaiki dan menyempurnakan akhlaq.
Bagi orang-orang yang kehilangan pegangan hidup, tidak lagi mempercayai adanya kebaikan yang bersumber dari yang Maha Benar, maka Allah memulai pembelajaran kepada manusia tersebut dengan menumbuhkan keyakinan akan adanya Tuhan (Allah).
Tentu hal ini bukanlah sesuatu yang mudah, karena ke-ada-an Allah tidak sama dengan adanya makhluk, ditambah lagi dengan perlunya keimanan sebagai fondasi dalam membangun keberagamaan.
Ketika manusia luput dan tidak lagi mengenal Allah, maka Allah sendiri memperkenalkan Diri kepada manusia melalui Rasul-Nya Muhammad SAW., cara memperkenalkan-Nya dapat membaca dan memahami sudat al-Ikhlash “Katakan hai Muhammad bahwa Allah itu ahad (satu yang tidak berbilang), Allah itu tempat bergantung segala yang ada, Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan Allah tidak menyerupai sesuatu apapun.”
Ini adalah cara Allah memperkenalkan Diri kepada orang-orang yang belum mengenal Allah dan orang-orang yang tidak lagi mengenal Allah.
Masa memperkenalkan Diri dan memeperkenal hal yang ghaib dan harus di percayai dengan keyakinan dan iman memakan waktu yang lama, Nabi menghabiskan waktu selama 13 tahun ketika beliau berdomosili di Mekkah.
Setelah masa 13 tahun ini juga belum semua orang di sekitar Nabi menjadi orang beriman sehingga beliau harus pindah dan bertempat tinggal di Madinah.
Pembelajaran yang dilakukan oleh Rasulullah kepada orang pinter yang tidak mengamalkan kepinterannya (jahiliyyah) adalah melalui penanaman keyakinan sehingga keyakinannya menjadi benar, selanjutnya pembelajaran yang dilakukan adalah melalui pencontohan.
Nabi tidak banyak menceramahi orang-orang (sahabar-sahabat) disekitar Nabi, karena Nabi percaya menceramahi orang-orang yang berilmu walaupun tidak mengamalkannya ada sesuatu yang sangat sulit, karena apa yang dikatakan pasti dijawab dengan jawaban yang menyinggung perasaan.
Kita melihat dari keberagaman amal yang dilakukan oleh Nabi baik itu tentang ibadah ataupun mu’amalah, Nabi tidak pernah mengklaim satu kebenaran (kecuali berkaitan dengan keyakinan).
Ini membuktikan bahwa kebenaran yang diajarkan oleh Rasulullah berupa amal merupakan kebenaran yang relatif, dan sangat memungkinkan sahabat dan juga ummatnya berbeda di dalam amal.
Kemaksuman Rasul yang dijadikan uswah tentu tidak memerlukan pertanyaan apakah perbuatan yang dilakukan Rasulullah kemaren yang berbeda dengan hari ini, sebagai suatu perbaikan amal atau perganyian amal dari kurang baik kepada yang lebih baik, karena dipastikan semua yang berasal dan berhubungan dengan Nabi adalah baik.
Para fuqaha dalam mengamalkan apa yang berasal dan bersumber dari Nabi bakuan ,elihat dari baik atau kurang baik, tetapi para fuqaha dalam melihat lebih kepada perbuatan yang mana yang lebih sering dilakukan.
*Ka. Prodi Perbandingan Mazhab dan Hukum Fak. Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh.