Catatan Redaksi*
“Engonko so Tanoh Gayo simegah mureta dele.” Begitu tulis almarhum AR Moese dalam lagu Tawar Sedenge.
Benar, Dataran Tinggi Gayo adalah negeri yang megah dan berharta banyak. Ada potensi tambang, kopi, uyem (pinus), bako e (tembakau), dan panorama.
Melihat potensi itu, siapapun pasti ngiler. Ingin segera mengeksploitasi kekayaan alam negeri ini. Mengubahnya menjadi devisa yang berujung sebagai rupiah.
Siapa yang bisa mengeskploitasi potensi alam itu? Sampai detik ini, masih banyak yang berpikir, kepala daerah lah yang bisa melakukannya.
Entah karena itu, banyak pihak yang menyatakan ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah di Kabupaten Aceh Tengah.
Mencalonkan diri sebagai kepala daerah butuh cost politik yang cukup besar. Misalnya untuk baliho, spanduk, operasional tim, sampai honor saksi.
Sementara kerja eksploitasi potensi tambang dan hasil bumi (kopi dan sebagainya), itu bukan kewenangan kepala daerah. Melainkan kerja dunia usaha dan rakyat (petani).
Jangan-jangan para pihak yang akan ikut kontestasi Pilkada Aceh Tengah 2024 belum tahu isu terkini.
Isu apa? Begitu nantinya duduk di tahta tertinggi Aceh Tengah, mereka langsung dapat pekerjaan rumah (PR). Menyelesaikan hutang pemerintah daerah, yang nilainya tak tanggung-tanggung, milyaran rupiah.
Kaget? Laporan Pj Bupati Aceh Tengah, T Mirzuan, dalam rapat paripurna DPRK Aceh Tengah 26 Juni 2024 seperti dilansir beberapa media, Kamis (26/6/2026) bahwa “hutang Aceh Tengah di tahun 2023 lalu mencapai Rp80,4 Miliar lebih.” Angka itu berdasarkan LHP BPK RI Perwakilan Aceh atas LKPD 2023.
Hutang itu berupa hutang belanja kepada SKPK dan pihak ketiga sebesar Rp31,6 Miliar lebih. Hutang iuran BPJS Kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan sebesar Rp4,7 Miliar lebih. Dan, hutang BLUD RSUD Datu Beru Takengon mencapai Rp44 Miliar lebih.
Meskipun dalam pemberitaan itu, Pj Bupati T Mirzuan berjanji akan melunasi hutang belanja itu dalam tahun 2024, sepertinya banyak yang skeptis.
Pasalnya, beban keuangan Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah sangat berat akhir-akhir ini. Dikhawatirkan, beban itu akan “menyedot” daerah penghasil kopi ini ke palung terdalam.
Hari ini, setelah pemberitaan isu tersebut, pemerhati politik lokal bertanya: apa yang engkau cari para kandidat kepala daerah? Jawabannya, wallahualam bis sawab. []