Kebudayaan dan Pidato Teuku Hamzah pada Pembukaan PKA ke-1

oleh

Oleh: Muhammad Syukri

Apa itu kebudayaan? Rerata mengartikan sebagai aktivitas kesenian, adat istiadat, mode pakaian, sampai urusan karya sastra. Jawaban itu benar, sama sekali tidak salah.

Mari kita lihat materi buku Antropologi SMA/MA kelas XI, disana disebutkan bahwa kebudayaan merupakan hasil karya, rasa, dan cipta hingga keseluruhan sistem gagasan manusia.

Sinergis kan dengan jawaban rerata orang tentang ihwal kebudayaan. Hanya saja, saya pernah gelagapan ketika ditanya teman, “apakah ada kebudayaan nusantara yang sudah digunakan bangsa lain?”

“Apa ya?” gumam saya sambil memeras otak.

“Bingung kan?” kata teman tadi tertawa.

Jepang, sebut teman tadi, sistem gagasan manusianya berhasil menembus relung kehidupan kita sampai detik ini. Lihat saja yang berseliweran di jalan raya, ada Toyota, Mitsubishi, Suzuki, Honda, Yamaha, Kawasaki dan lain-lain.

Kenderaan itu adalah hasil dari sistem gagasan manusia Jepang, itulah kebudayaan. Belum lagi berbicara tentang sektor yang lain, nggak usah malu, rerata kita menggunakan hasil karya, rasa dan cipta bangsa lain.

Sebulan ke depan, Sabtu (4/11/2023), akan ada perhelatan besar di Aceh. Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke-8 di Taman Sri Ratu Safiatuddin, Banda Aceh. Berharap, dalam PKA ke-8 ini bukan hanya ditampilkan hasil sistem gagasan manusia Aceh dimasa lalu, tetapi hasil karya, rasa dan cipta manusia Aceh yang termutakhir.

Paling tidak, jangan dulu bicara otomotif dan teknologi canggih, beri kesempatan kepada start up asal Aceh untuk mengisi lapangan kebudayaan dengan memamerkan karya mereka dalam PKA ke-8 kali ini.

Kenapa hal itu menjadi penting? Sebenarnya, itulah harapan dari Ketua Panitia PKA ke-1, Majoor Teuku Hamzah. Apa kata mantan Panglima Kodam Iskandar Muda itu?

Ini pidatonya tanggal 12 Agustus1958, saya kutip dalam bahasa dan ejaan aslinya dari buku Gadjah Putih (1959) karya M Junus Djamil:

“Sedjak dari permulaan kemerdekaan, tahun 1945 sampai tahun 1958, daerah Atjeh dapat dikatakan sangat ketinggalan dalam banjak lapangan, dalam pendidikan, dalam pembangunan dan djuga dalam lapangan kebudajaan.

Putera dan puteri Atjeh jang merasa dirinja ketinggalan dan kealpaan dalam hal itu; atas kesadaran dan keinsjafan kedjurusan itu, selaku untuk mengisi lapangan jang kosong itu; disamping mengisi lapangan pendidikan dan pembangunan, dengan initiatief beberapa putera dan puteri jang mempunjai bakat dilapangan kebudajaan, maka pada tanggal 15 September 1957, telah dibentuk satu badan jang diberi nama Lembaga Kebudajaan Atjeh.” []

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.