Jargon Perubahan

oleh

Oleh : Muhammad Syukri*

Perubahan adalah jargon politik yang paling sering dijanjikan dan “dijual” oleh para politisi.

Lihat saja baliho atau spanduk perkenaalan yang dipasang, umumnya mengusung agenda perubahan.

Bagi konstituen perubahan ditafsirkan sebagai sebuah gerakan maju. Gerakan bersama untuk memperbaiki keadaan, dari situasi sulit ke arah penuh kemudahan.

Benarkah dalam benak para politisi yang mengusung isu perubahan, tafsirnya sebagaimana yang diharapkan para konstituen? Entahlah.

Sebaiknya mari kita pahami dahulu arti kata perubahan? Menurut Kamus Besar Indonesia (KBBI) perubahan adalah hal (keadaan) berubah; peralihan; pertukaran.

Perubahan seperti ditulis dalam KBBI, salah satu artinya adalah peralihan atau pertukaran.

Bisa saja perubahan yang dimaksud adalah peralihan dari situasi tidak baik ke kondisi baik. Atau sebaliknya, pertukaran dari keadaan mapan atau kondusif ke situasi tidak kondusif.

Sah-sah saja jika kedua situasi itu benar-benar terjadi. Artinya, janji politik sudah ditunaikan meskipun perubahannya positif atau negatif.

Sang politisi tidak bisa disalahkan oleh konstituen. Perubahan memang sudah terjadi.

Ihwal perubahan itu bergerak maju, beruntunglah konstituen yang memilihnya. Sebaliknya, jika perubahan bergerak mundur maka konstituen sedang bernasib sial.

Perubahan tidak terjadi apabila kondisinya stagnan atau tetap berada pada titik awal, tidak kunjung bergerak maju atau tak juga mundur.

Begitulah cerdiknya para politisi. Mereka sengaja tidak menulis jargon perubahan secara detil. Sengaja tidak menulis perubahan apa yang akan dilakukan jika mereka terpilih nantinya.

Praktik politik semacam itu sudah lazim dewasa ini. Mudah-mudahan mereka tidak belajar dari Niccolo Machiavelli yang menggagasi: the end justifies the means (tujuan menghalalkan segala cara).

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.