Ulama Penipu Hingga Korupsi Ala Abu Nawas, Buku Terbaru Karya Apa Kaoy

oleh

Oleh : Salman Yoga S*

Seniman nyentrik Apa Kaoy yang bernama asli M Yusuf Bombang menerbitkan karyanya dalam bentuk buku setebal 192 halaman yang berisi tentang berbagai tema dan isu. Mulai dari hal sederhana yang terjadi dalam masyarakat hingga kritik sosial, budaya, agama, politik dan teka-teki atau “hiem”.

Buku yang diberi tajuk “Hikayat Cangguek Pong Pajoh Kapal” diterbitkan dan didanai oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Budpar) Aceh tahun 2022 itu merupakan kumpulan tulisan M Yusuf Bombang yang sebelumnya sudah pernah dipublikasikan disejumlah media.

Buku kumpulan tulisan hiem ini menyajikan dialog-dialog segar, kritis dan satir antara dua tokoh antara “Polem” dan “Apa Kaoy” sendiri sebagai M Yusuf Bombang dengan seting budaya ngopi di Aceh.

“Ini ada buku untukmu, tolong ditulis ya,” katanya di Kedai Teh Kyoto Banda Aceh Rabu, 28 Feb 2023 dalam acara silaturrahmi seniman dan sastrawan Aceh yang turut dihadiri oleh Fikar W Eda, Devie Matahari, Yusuf Bombang Apa Kaoy, Wiratmadinata, D Kemalawati, Helmi Hass, Rara Mutia, Mahdalena Mustika, Muammar Maaruf, Ichwanul Fitri, Salman Yoga S dan lain-lain.

Salahsatu judul tulisan Apa Kaoy yang mengernyitkan dahi sekaligus membuat pembaca tercerahkan adalah tulisan singkat tentang Ulama Penipu (C. Souck Horgronje) yang berhasil mengelabui masyarakat Aceh pada masa kolonilai.

Demikian juga dengan judul tulisan tentang Menangkap Korupsi Ala Abu Nawas yang menyitir kehidupan dan perilaku korup dalam masyarakat Indonesia.

“Oya ada foto dan petikan puisimu di dalamnya,” tambah M Yusuf Bombang sambil menyebut salah satu bab dari lima bab isi buku dengan cover gambar seekor katak yang dikelilingi enaam perahu kertas dalam lukisan gambar laut itu.

Sejenak aku berpikir, puisi yang mana ya?. Kemudian dengan responsif M Yusuf Bombang alias Apa Kaoy yang bersahaja dan tanggap itu menyebut moment yang sempat membuat masyarakat Aceh kecewa terhadap kebijakan Pemerintah Aceh saat itu.

Yaitu sebuah puisi yang berisi tentang kritik tentang rencana konvoi puluhan Motor Gede (Moge) dalam rangka memperingati Tsunami dan Perdamaian Aceh.

Rencananya konvoi itu akan melalui sejumlah jalan protoler di kota Banda Aceh bahkan hingga jalan negara antara Banda Aceh dengan sejumlah kota kabupaten lainnya. Sebuah fenomena pola hedoisme para elit kita dalam memperingati fenomena tragedy yang kemanusiaan yang menimpa rakyat.

Ya ini lebih ekstrim dari hedoniesme anak pejabat di lingkungan Direktorat Pajak Kementerian Keuangan Indonesia baru-baru ini.

M Yusuf Bombang memang sangat piawai dalam menulis dialog-dialog ringan namun bernas dalam setiap hiem-nya. Dengan teknik perbincangan antar dua tokoh antara “Polem” dan “Apa Kaoy” ia mengaktualisasikan diskusi ringan dalam konteks segala hal, namun tetap cerdas dan mengena pada inti.

Inilah yang membuat keseluruhan dari isi dari buku “Hikayat Cangguek Pong Pajoh Kapal” menjadi penting dan perlu dibaca. Selain sebagai pencerah akan anekdot yang multi pesan moral juga berisi sejumlah tafsir dan kritik-kriti hangat dan selalu actual terkait fenomena kebijakan pemerintah yang berimbas langsung pada kehidupan masayarakat.

Menurut M Yusuf Bombang buku “Hikayat Cangguek Pong Pajoh Kapal” adalah buku yang sudah lama ia persiapakan, hingga akhirnya dapat terbit dan menjadi konsumsi publik.
Dalam pandangan Prof. Dr. Mohd Harun, M.Pd, penyair yang juga dosen di Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh, dalam pengantarnya dalam buku dimaksud mengatakan, Yusuf Bombang telah berikhtiar mempopulerkan hikayat, Panton, cae, hiem, haduh maha dan lain-lain.

“Cara penulisan esai ini khas dan karena itu menarik. Jika esai secara umum berisi deskripsi biasa, esai-esai “poh cakra” dalam buku ini ditulis dalam gaya narasi, gaya bercerita. Yusuf Bombang mendesain prototipe esainya dengan sketsa dua tokoh, Polem dan Apa Kaoy, yang duduk santai seperti di sebuah warung kopi. Tokoh Polem menggunakan peci khas bangsawan Aceh, sedangkan tokoh Apa Kaoy memakai topi pet; perpaduan tradisi dan modernitas.

Melalui dialog kedua tokoh inilah sebagian besar amanat atau pesan disampaikan kepada pembaca. Jika diperlukan, tokoh lain ditambah, seperti tokoh Tgk Nusantara dalam esai bertitimangsa 5 Maret 2019” tulis Prof. Dr. Mohd Harun, M.Pd, yang juga mengendor buku kumpulan Puisi Bahasa Gayo dengan judul “BELBUK”, The Gayo Institute (TGI). 2022 silam.

Lebih khusus Prof Harun juga menulis “Melalui esai-esai “poh cakra” ini, ia telah berikhtiar mempopulerkan hikayat, panton, cae, h’iem, hadih maja, dan lain-lain. Dalam esainya, ia banyak mengutip hadih maja secara tepat sesuai topik yang disorotnya. Ikhtiar ini telah menjadikan dirinya sebagai pribadi yang konsen terhadap budaya Aceh; jalan yang sedikit sekali ditempuh oleh orang lain.

Karena itu, ia pantas disebut sebagai salah seorang penjaga warisan budaya Aceh. Kehidupannya didedikasikan untuk itu dan terus bertahan hidup dalam dunia seni. Ia tidak hanya mampu menjadi seniman tutur, tetapi juga mampu menjadi seorang penulis puisi dan penulis esai yang baik. Karena itu, bagi saya, Yusuf Bombang termasuk seniman serba bisa. Bahasa esainya padat, mengalir, dan imajinatif.

Dengan pembawaannya yang bersahaja, ia (M Yusuf Bombang) tetap berkarya, meskipun minim apresiasi dari penyelenggara negara. Ia, misalnya, tetap menghidupi dan menghidupkan seni tutur khasnya. Dalam pengembaraan kesenimanannya, ia berhasil menciptakan sebuah alat musik yang diberi nama “gedumbang”, singkatan dari gendang ucup bombang. Gedumbang dilengkapi dengan rapa-i, kecrek, dan senar dari karet.

Alat musik ini dimainkannya sendirian sambil berhikayat disertai gerak anggota tubuh yang dinamis. Selain telah dimainkannya dalam berbagai festival atau eksibisi seni di Aceh, gedumbang juga sudah dipertunjukkan di Jakarta, Singapura, dan Malaysia. Terakhir, ia berkolaborasi dengan musisi Sunda dalam ajang Pentas Urban Art di Taman Budaya Jawa Barat, tepatnya di Bandung, pada 25 Juni 2022.[]

* Penulis adalah seniman dan budayawan Gayo-Aceh, juga akademisi mengajar di Progran S1 dan Pascasarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.