Oleh : Buniyamin*
Kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang disatu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta dipihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ada, kendatipun mutunya sendiri sulit diukur.
Dalam usaha mencapai mutu penyelenggaraan kesehatan memiliki perangkat yang terkait, baik dari segi Sumber Daya Manusia, peralatan, tehnologi, obat-obatan, manajemen, penganggaran dan lain-lain.
Yang menjadi pertanyaan, apakah dengan ketersediaan perangkat tersebut telah menjamin kesempurnaan mutu serta pelayanan kesehatan? Tentu masih ada sejumlah elemen lain sesuai dengan perkembangan penyakit itu sendiri.
Di Gayo Lues umpamanya, dari elemen-elemen yang dimiliki tersebut apakah sudah layak dan sempurna. Untuk itu saya mencoba menelisiknya melalui investigasi kelapangan dengan mangambil sample dua kecamatan, yaitu Kecamatan Pining dan Kecamatan Terangun.
Dari segi pengelolaan rumah sakit dan Puskesmas, kita tidak akan membahas apakah layak seorang dokter menjadi pimpinan organisasinya atau lulusan akademi lain seperti SKM atau S.Kep yang lebih layak.
Titik berat kita adalah sejauhmana sudah pelayanan kesehatan tersebut diberikan untuk mencapai kepuasam para pasien yang menderita sakit.
Di Kecamatan Pining memiliki dua Puskesmas, satu puskesmas rawat inap Pining dan satu lagi Puskesmas Pintu Rime yang lokasinya berada di Desa Uring. Tinjauan kami di Pukesmas Pining yang dikepalai oleh Nona Juli Piarni, SKM memiliki tenaga kesehatan delapan orang, dengan satu dokter umum dan satu dokter gigi.
Layaknya sebuah Puskesmas Rawat Inap, Puskesmas tersebut masih membutuhkan dua orang dokter umum, satu lagi dokter gigi, lima perawat, dua kesling, ditambah laboratorium dan farmasi.
Sebagaimana diberitakan LintasGAYO.co sebelumnya, mobil ambulan yang dimiliki terutama Puskesmas Pining hanya dua unit, satu telah ditarik ke Dinas Kesehatan karena rusak, satu lagi keadaannya tidak layak pakai lagi.
Situasi tersebut membuat pihak Puskesmas Pining kesulitan jika ada pasien yang harus di rujuk ke Rumah Sakit Umum Muhammad Ali Kasim di Blangkejeren, dimana jarak tempuhnya mencapai lebih kurang 40 km.
Menyangkut masalah stunting, baik Kapus Pining, Nona Juli Piarni SKM maupun kapus Pintu Rime, Hendri Bakti, S.Kep secara priodik melakukan penyuluhan ketengah-tengah masyarakat bersama petugas PWS dan Muspika setempat.
Jumlah stinting diwilayah tersebut sebanyak 48 kasus. Dengan harapan kedepan jumlah stunting dapat ditekan dan yang sudah mengalami stunting dapat sembuh.
Untuk Bidan Desa, atau tenaga Pemantau Wilayah Setempat (PWS) secara keseluruhan terisi. Yang menjadi kendala adalah bagi mereka adalah Puskedes yang ada sudah banyak tidak memenuhi persyaratan untuk tinggal, sehingga mereka melayani pasien dari rumah.
Demikian juga ketersediaan obat-obatan masih tergolong kurang, kecuali desa yang lokasinya berdekatan dengan Puskemas dapat dengan mudah mengakses kekurangan-kekurangan yang ada.
Bagi petugas PWS sebagaimana disampaikan, menyangkut kesejahteraan berupa honor mereka hanya dibayarkan sampai dengan bulan Juni 2022 silam, selebihnya tidak diterima lagi. Menurut mereka honor enam bulan kedepan dikabarkan terkena pemotongan refokousing.
Baik gedung maupun honor tenaga PWK di lima desa dibawah pengawasan dan binaan Puskesmas Pintu Rime halnya sama dengan apa yang dialami empat desa di Pining. Mereka berharap agar apa yang menjadi kenadala dalam melaksanakan tugas mereka sehari-hari dapat disahuti oleh Kadis Kesehatan.
Sementara untuk Kecamatan Terangun keberadaan gedung Puskesdes lebih baik dari Pining. Puskesdes di wilayah ini bangunan yang sudah layak dan hampir keseluruhannya ditempati para tenaga PWS. Obat-obatan dan honor masih menjadi PR Puskesmas dan Dinas Kesehatan kabupaten.
Untuk penyuluhan stunting Puskesmas tersebut telah menggandeng Kantor Urusan Agama (KUA) setempat. Keterlibatan KUA dalam menekan angka stunting ini untuk menghimbau dan memberikan pengertian kepada masyarakat untuk menghindari pernikahan dini atau dibawah umur.
Kendala di Gayo Lues ada istilah “kerje naik” (kawin lari) yang sulit dihindari. Untuk itu diperlukan penjelasan dini kepada para remaja terutama anak-anak yang sedang belajar dibangku sekolah SLTP dan SLTA, menjelaskan kepada mereka akibat dari pernikahan dini tersebut.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Gayo Lues, dr, Safwan SpB kepada menjelaskan, jajarannya di IDI telah menginstruksikan semua dokter memberikan penjelasan dan penyuluhan tentang stunting kepada masyarakat dimana tempat tugas mereka berada.
Menurutnya masalah ini adalah masalah bersama, harus dengan bergandeng tangan melakukannya.
Puskesmas Rawan Inap Terangon mengalamai permasalahan yang sama dengan puskesmas-puskesmas lain. Pukskesmas yang dikepalai oleh Mustafa Kamil, S.Kep serta puskesmas lainnya disayangkan oleh Wakil Ketua DPRD Gayo Lues. H. Ibnu Hasim tentang kekurangan obat dan mobil ambulan.
“Kalau ada pasien sakit, lantas dokter menulis resep, kemana resep itu diberikan, apa dilempar kesungai karena kekurangan obat-obatan. Demikin juga ketiadaan mobil ambulan apa rela kita semua para pasien meninggal karena tidak dapat dirujuk ke RSU?,” katanya beberapa waktu lalu.
Kepala Dinas Kesehatan Gayo Lues, Riadussalahin, SKM yang dampingi Kabid Kesmas, dr. Junaidi, Senin (21/11) menanggapi semua temuan hasil investigasi kami pekan silam.
Diakui sejumlah puskesmas masih kekurangan tenaga dokter. Jumlah dokter yang ada keseluruhannya untuk Puskesmas sebanyak 35 dokter.
Beliau berharap untuk kedepan, minimal dalam dua atau tiga tahun kedepan kekurangan dokter secara perlahan akan diusahan. Pihaknya hanya memiliki kelasifikasi dua dokter, yaitu dokter umum dan dokter gigi. Sementara untuk dokter kandungan masih mengandalkan para tenaga bidan.
Jumlah puskesdes sebanyak 111 orang dari 148 desa yang ada. Tenaga Pemantau Wilayah setempat (PWS) 120 orang dan semuanya aktif. Pihaknya mengakui adanya kekurangan obat-obatan, karena hal tersebut tergantung e-Katalog. Ini juga menurut Salihin akan diupayakan agar masalah obat-obatan dapat teratasi.
Dengan adanya keluhan dari sejumlah pouskesmas di Gayo Lues menyangkut anggaran pemeliharaan kendaraan ambulan, pada tahun 2023 anggarannya tidak lagi di Dinas Kesehatan, tapi dianggarkan di anggaran Puskesmas masing-masing, termasuk biaya BBM dan Oli.
Pemeliharaan mobil ambulan jenis Mazda perawatannya cukup mahal. Dipihak lain Salihin mengaku belum dapat menganggarkan pembelian ambulan baru di tahun 2023 nanti akibat keterbatasan dana. Untuk mobil ambulan milik puskesmas yang rusak dalam anggaran tahun ini selesai perbaikannya. Kesulitan di Dinas Kesehatan adalah minimnya anggaran, sebagai contoh, untuk anggaran 12 Puskesmas tahun 2023 ebesar Rp. 1.2 Milyar, selain gaji.
“Bagi tenaga PWS diakui hanya diberikan sampai bulan Juni 2022, sisanya tidak dapat dibayarkan akibat terjadi penyesuaian belanja,” ujarnya.
Tidak dijelaskan penyesuaian karena apa dan bagaimana. Diminta kepada tenaga PWS walau tidak mendapatkan honor sebagaimana biasa, pihak Dinas Kesehatan meminta para PWS aktif dalam pelayanan JKM dan BOk, setidaknya dari program ini akan mendapatkan pemasukan.
Jika para PWS tidak berkenan beliau mempersilakan para PWS mengundurkan diri.
Stunting adalah masalah bersama. Pemerintah daerah telah membuat tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS), yang anggota melibatkan seluruh elemen yang terkait, mulai dari jajaran kesehatan, KUA, Dinas Pendidikan, Perkim, PU dan lain-lain.
“Kedepan, seluruh jajaran kesehatan di Gayo Lues bertekad terus meningkatkan mutu pelayanan dengan anggaran yang ada. Kita harus bekerja lebih keras lagi. Tanpa hari tanpa pelayanan,” jelas Radiussalihin. []
Baca Bagian 1 :