REDELONG-LintasGAYO.co : Survei yang dilakukan oleh tim Yayasan Leuser Internasional (YLI) bekerjasama dengan Pusat Kajian Satwa Liar (PKSL) USK, dan Aceh Birder menemukan 65 spesies burung, termasuk 16 species yang belum dilindungi di tiga kawasan perkebunan kopi kabupaten Bener Meriah.
Secara keseluruhan, keanekaragaman burung di tiga lokasi survei memiliki indeks dalam kategori sedang. Keberadaan species burung tersebut sangat penting bagi kelestarian kopi arabika karena burung-burung tersebut berperan sebagai pemakan hama tanaman, melindungi tanaman kopi dan bersama lebah, burung juga menyerbuki tanaman kopi.
Dalam workshop sosialisasi hasil survey burung yang diadakan di Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Syiah Kuala, Senin 21 November 2022, para peserta mendorong adanya perlindungan terhadap species burung – burung di perkebunan kopi, diperlukan regulasi dari pusat, pemerintah daerah hingga ke tingkat desa.
Para petani dan pemangku kepentingan bidang pertanian dan perkebunan perlu mendapatkan sosialisasi tentang pentingnya eksistensi burung – burung tersebut bagi keseimbangan ekosistem dan ekonomi.
Sementara perwakilan para akademisi mendukung publikasi, sosialisasi, dan praktek praktek pertanian yang ramah burung. Adapun Dekan FKH USK drh. Teuku Reza Ferasyi, M.Sc., Ph.D mengapresiasi hasil survei tersebut dan mengharapkan adanya tindak lanjut dalam bentuk kajian dan kebijakan.
Hasil survey burung yang didukung oleh Dean’s Bean Organic Coffee tersebut mendapati 9 spesies terancam punah secara global berdasarkan IUCN Red List, 4 spesies dengan status Vulnarable (rentan) dan 5 spesies Near Threatened (hampir terancam).
Peneliti burung dari Aceh Birder drh. Agus Nurza Z., M.Si menyatakan sesuai dengan status/kriteria perdagangan internasional (CITES), terdapat 10 spesies tergolong ke dalam Appendix II. Sebanyak 15 spesies adalah dilindungi di dalam Undang-Undang di Indonesia. Selain itu juga ditemukan 6 spesies merupakan burung endemik dan 12 spesies burung migran.
Menurut Agus Nursa selain sosialisasi, diperlukan pendokumentasian pengetahuan lokal terkait ekologi kopi sebagai media pembelajaran, kampanye bersama dalam berbagai produk pengetahuan seperti buku saku, poster dan media kampanye lainnya.
“Diperlukan juga gerakan bersama multi-stakeholder seperti pemerintah, CSO dan masyarakat serta dunia usaha untuk melakukan upaya perlindungan melalui tema perkebunan kopi yang ramah burung,” katanya.
Sementara itu, Direktur Penelitian dan Pengembangan YLI, Renaldi Safriansyah menyebutkan eksistensi burung di kebun kopi terbukti bermanfaat untuk polinasi dan perlindungan dari hama (pest control).
Hal tersebut terungkap dari temuan para peneliti yang memanipulasi kunjungan burung di 30 perkebunan kopi berbeda di AS dan Amerika Latin menemukan bahwa “rahasia produksi dan kualitas kopi dikendalikan oleh burung dan lebah”.
“Bersama lebah, burung ikut melindungi dan menyerbuki tanaman kopi, sehingga pembuahan lebih optimal, hasil lebih berlimpah, dan kualitas lebih baik (Martínez-Salinas dkk, 2016),” ungkapnya.
Renaldi berharap ke depan, penelitian yang sama juga dilakukan di wilayah dataran tinggi Gayo dalam rangka memperkuat upaya mendorong budidaya kopi ramah burung.
[Ril]