Haruskah Aku Memanggilmu “Qiradatan Khasi’in”?

oleh

Oleh : Fauzan Azima*

Saya percaya! Kalau dikatakan kita sudah memasuki akhir zaman. Salah satu tandanya adalah turunnya Dajjal.

Dajjal telah berada di tengah-tengah kita. Sadar atau tidak dia telah dan sedang menguasai hidup dan kehidupan kita.

Saya kira Dajjal itu adalah perumpamaan bagi pengguna media sosial yang menutup sebelah matanya untuk kebaikan. Sehingga fikirannya tertutup untuk menerima kebenaran.

Itulah makna Dajjal “bermata satu” dan pada keningnya bertuliskan “kafara”. Sudah parah (kafara) fikiran kotornya yang dituangkan ke dinding facebook (pispot).

Dajjal bereaksi tidak seorang diri. Dia seperti vampir mencari korban lainnya untuk dijadikan Dajjal baru yang bermutasi lebih parah (kafara that) tingkat kedajjalannya.

Dajjal baru sangat reaktif menanggapi orang yang berbuat untuk kebaikan. Mereka seperti “ikan bontok” yang berkerumun mengejar kotoran dan berupaya menghacurkan “Kalimat Tayyibah”.

Saya tidak punya cara untuk mengembalikan mereka supaya memakai dua bola matanya yang normal untuk kebaikan dan meluruskan fikirannya karena mereka sudah nyaman dengan keyakinan yang sesat itu.

Pernah juga terfikir untuk menyerahkan perkara ini kepada Jin Surin anak si raja Jin. Sayangnya kedudukan anak Jin lebih rendah dari para Dajjal.

Tidak ada kata putus asa dalam kamus hidup ini, barangkali rasa kemanusiaan mereka hilang karena roh, arwah, semangat mereka telah dipelet “Dajjal buta siblah”.

“Kruuu…seumangat
Nyoe istana Allah teumpat droeneuh
Kanang kalimah angkat teumpat droeneuh
Bale samsu keududukan droeneuh
Keuno…roh, arwah, seumangat seubeunar hujud droeneuh”

Senjata Jin dan mantra, ternyata tidak bisa juga mengembalikan kemanusiaannya. Akhirnya saya pun tutup mata, tutup telinga, tetap menyuarakan kebaikan. Biarlah anjing menggonggong kafilah berlalu.

“Andai tidak suka, tidak masalah. Saya hanya ingin tahu, ternyata sedikit orang punya selera bagus. Saya makin percaya diri dan saya tidak butuh persetujuanmu,” benak saya berbisik sedikit sombong. Astaghfirullahal’adzim!

Saya pun diam! Para Dajjal tidak puas. Mereka memaksa saya menjadi pengikutnya. Sebagai mana perintah agama, saya lari ke hutan untuk menghindari Dajjal baru yang kurang akal. Akan tetapi kepada Dajjal sedikit punya akal budi, saya menasihatinya dengan kalimat, “Haruskah aku memanggilmu; Qiradatan Khasi’in”.

(Mendale, 22 September 2021)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.