Sikap yang Benar dalam Dunia Kerja

oleh

Oleh : Yusmaniati, S.Pd*

Saya mendengar bahwa di SMK Negeri 3 Takengon sedang dilaksanakan kegiatan Mobile Trining Unit (MTU) dan menurut saya, itu menarik sekali. Rasa ketertarikan saya, semakin menjadi-jadi ketika saya mendengar penegasan salah seorang instruktur dalam sambutannya, yang menyatakan bahwa hal yang paling diutamakan dalam kegiatan ini adalah pembentukan sikap (dalam bekerja tuntas), softskill, dan hardskill. Intinya merujuk pada lifeskill peserta didik SMK.

Bukan istilah skill yang akan disorot dalam tulisan ini melainkan aspek sikap dalam melaksanakan pekerjaan yaitu bekerja sampai tuntas dan disiplin dalam melaksanakannya.

Secara sepintas, kelihatannya pernyataan tersebut biasa saja dan terkesan sepele, sebab sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan bukan sekali kita kerap disuguhkan dan diteriaki dengan kata disiplin, sikap, dan bekerja.

Ketiga kata tersebut bukanlah istilah yang tergolong sulit, sehingga seolah kita butuh menelaah kamus terlebih dahulu untuk mendapatkan arti/makna sesungguhnya. Ketiga kata tersebut bukan juga kata asing yang butuh terjemahan khusus untuk memahaminya.

Saya yakin kita tidak mengganggapnya sebagai masalah serius atau bahkan justru menganggapnya sebagai hal yang remeh-temeh. Kalau kita saja beranggapan seperti itu, apalagi peserta didik yang pada setiap pertemuan, baik dalam pembelajaran maupun di luar konteks pembelajaran, selalu kita haruskan untuk disiplin dan bersikap.

Nah, di sini kita sendiri seolah memperlakukan kedua hal itu sebagai dua hal yang berdiri sendiri dan tidak saling berkaitan. Padahal kenyataannya yang berlaku adalah hal sebaliknya.

Memang kelihatannya, kita seperti mendoktrin peserta didik dengan kedua hal itu. Apalagi di SMK ada istilah bekerja. Kata yang sudah menjamur dan berlumut di telinga peserta didik.

Lalu apakah seyogyanya, tidak ada pendidik dan orang tua yang tidak melontarkan kata-kata tersebut pada anaknya/anak didiknya? Tepat sekali, dalam tulisan ini kita hanya berbicara seputar sikap saja.

Hanya saja perlu ditegaskan di sini sikap dan kedua kata tadi sangat berkaitan erat bukan sesuatu yang terpisah-pisah. Sebab ketiga kata tersebut membentuk satu kesatuan yang utuh dan tentunya bila diaplikasi dalam kehidupan akan membentuk kepribadian ideal dan tentunya menjadi indikator yang diharapkan dalam dunia pendidikan terutama dunia kerja.

Berbicara mengenai sikap, kata ini sangat luas maknanya bila dikaji dari berbagai aspek keilmuan. Meski sebenarnya intinya sama hanya saja, tapi mungkin redaksi pendefinisiannya yang berbeda.

Ada orang yang menyajikan definisinya menggunakan istilah bidangnya dan ada juga yang langsung pada penerapannya. Dengan kata lain, sikap itu pasti ada dalam kehidupan kita baik dalam keseharian kita maupun dalam dunia civitas akademika.

Atas dasar itulah kata “sikap” layak disorot, terlebih di era abad-21 dan dalam bidang vokasi seperti sekarang ini. Tak lah usah kita berbicara apa itu abad-21 atau vokasi, sebab bila tak ada sikap, justru semuanya nol besar.

Sikap dalam kegiatan MTU di sini yaitu sikap bekerja sampai tuntas. Tuntas yang dibahas di sini bukanlah tentang nilai dalam KBM, dimana ada kata “tuntas” dan “belum tuntas” tetapi “tuntas” yang dibahas di sini adalah tuntas dari awal kegiatan/pekerjaan hingga selesai pekerjaan dan membereskan kembali alat kerjanya.

Di sini dapat kita lihat bahwa hal terpenting dalam melakukan pekerjaan bukanlah selesainya target, melainkan terlaksananya tahapan proses awal, akhir, penyelesaian kerja sekaligus pemberesannya.

Jika kita ambil dari subdisplin Morfologi (salah satu bidang keilmuan Bahasa Indonesia yang objek kajiannya adalah proses pembentukan kata) dan subdisiplin ilmu Semantik (mengkaji makna kata) kita akan menemukan kata “beres-beres”.

Kata “beres-beres” bermakna kegiatan yang dilakukan untuk mengondisikan suatu tempat yang telah berantakan menjadi rapi, benda-benda yang awalnya sudah tergeletak di mana-mana dibereskan kembali sehingga barang-barang ditempatkan ke posisinya semula.

Nah, sikap “beres-beres” ini menurut saya sangat layak dibentuk dalam diri peserta didik, terlebih dalam ruangan bengkel saat praktik. Terutama sekali ketika peserta didik melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di bengkel-bengkel ternama atau di sebuah perusahaan.

Bahkan tidak hanya itu, melalui penanaman sikap beres-beres ini diharapkan peserta didik peka juga dengan lingkungan selain jurusannya.

Misalnya, ketika mereka sedang makan di rumah makan, setelah selesai silakan bereskan meja kita makan tadi, walaupun memang bukan berarti harus kita yang angkat sekaligus antar piring/gelas bekas kita pakai tadi setidaknya kita satukan saja atau rapatkan saja benda pecah-belah itu.

Pernah juga saya mendengar ada budaya beres-beres yang sudah diterapkan di suatu daerah misalnya makan di restaurant, saya melihat beberapa meja setelah pelanggan makan lalu dibersihkan/dirapikan mejanya. Ketika pelayannya datang, hanya tinggal membawanya lagi ke tempat pencucian piring atau tong sampah.

Logikanya, kita yang makan di meja itu bukankah sebaiknya kita juga membereskannya setidaknya sendok dan piringnya dapat disatukan, ada sisa makanan kita yang terjatuh kita ambil dan letakkan dalam piring.

Anggapan “pembeli adalah raja” bukanlah berarti kita harus memaknainya secara harfiah, bukan berarti itu membuat kita seolah menjadi bos karena kita bayar lantas kita bisa berbuat sesuka hati. Kalau itu kita lakukan, bukankah itu indikasi kesombongan juga? Bukankah sombong itu dibenci Sang Pencipta kita?

Kelihatannya gagasan ini memang biasa saja, tak perlu dibawa pusing. Namun, bukankah itu sikap positif? Bukankah itu juga cerminan kita dalam memperlakukan orang lain yang kebetulan bertugas sebagai pelayan? Bukankah kita ini semuanya sama derajatnya bila dilihat dari sudut derajat manusia di hadapan
Yang Maha Esa?

Atas dasar itulah, saya berharap, dengan diterapkannya pembentukan sikap bekerja tuntas ini, prakteknya tidak hanya
berlaku dalam dunia perbengkelan peserta didik saja, tetapi ini bisa menjadi kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari, sebab segala
sesuatu yang berkaitan dengan sikap dan tindakan haruslah dibiasakan.

Pembiasaan ini sendiri memiliki tahapan, perlahan demi perlahan, tapi pasti. Hal ini dikarenakan pembiasaan masuk pada ranah psikologi, sehingga butuh tahapan/fase dalam membiasakan sesuatu. Ditambah lagi penerapannya pun haruslah berulang-ulang/rutin sehingga menjadi kebiasaan.

Tidak hanya itu, semoga sikap tersebut juga dapat diterapkan di lingkungan masyarakat, sebab bukankah kita ini makhluk sosial yang mau tidak mau harus terjun dan berbaur dengan masyarakat?

Bila hal seperti itu pun tidak ada dalam diri kita, lantas bagaimana kita mampu menghargai dan mengimplementasikan hal lainnya?

Maka dari itu, marilah kita, terutama sebagai penggerak terwujudnya pendidikan yang berkualitas, mulai dari saat ini menyuarakan kalimat “Setelah selesai dikerjakan, silakan dibereskan kembali peralatannya dalam situasi praktik atau kegiatan lainnya yang sifatnya prosedural.”

Selain itu, anggapan saya bahwa bekerja tuntas dapat juga diartikan sebagai “bila dihadapkan dalam sebuah pekerjaan yang menuntut penyelesaiannya itu harus tepat waktu atau berpatokan pada penyelesaian yang sempurna, maka itu harus dikerjakan benar-benar dan sungguh-sungguh hingga pekerjaan selesai tak peduli sampai sejauh mana tenaga dan pikiran yang penting komitmen bekerja tuntas. ”Dengan kata lain, ada capaian dan target yang ditentukan.

Sikap dalam bekerja lainnya yang penting, yaitu : teliti dan fokus, sebab bila dalam perbengkelan objek utamanya yaitu mesin, yang bila tidak didesain sedemikian benar tentunya pengoperasiannya tidak maksimal atau mungkin akan berpengaruh pada keselematan kerja dan berkendara.

Maka dari itu, marilah mulai saat ini bukan hanya peserta didik tetapi kita juga selaku tokoh masyarakat mulai menerapkan sikap bekerja tuntas dalam keseharian kita.

Di sini bukanlah kita harus dianggap seideal mungkin, sebab memang tak ada manusia yang sempurna, hanya saja bukankah hal baik dan positif itu perlu digalakkan dalam diri dan direalisasikan dalam tindakan?

Awali dengan niat dan ketulusan. Mulai dari sekarang, kalau bukan kita siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi?

Takengon, 2 September 2021

*Penulis adalah guru bahasa Indonesia di SMK Negeri 3 Takengon

 

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.