Anak Shalat, Orang Tuanya Tidak

oleh

Oleh: Ahmad Dardiri*

“Pernah lihat Ayahbunda sholat nak? Mamak cuman yang sholat pak..! Bapak kadang-kadang. Miris dengar jawaban ini, ada yang baru bangun saat anak siap berangkat sekolah.” Demikian status facebook yang Saya baca dari seorang Kepala Sekolah Dasar Pak Naim.

Jawaban polos seorang anak tingkat dasar, begitulah. Kita ketahui seorang anak akan mengatakan apa adanya, tidak merasa itu sebagai keaiban, tapi justru di sini kita belajar tentang kejujuran.

Bisa jadi kejujuran itu juga didapati dari didikan seorang ibu yang menanamkan kejujuran terhadap anaknya seperti kisah Imam Syafii saat kecil saat akan berguru kepada Imam Malik.

Bersama rombongan di perjalanan saat berangkat menuju tempat Imam Malik, dihadang perampok, dengan polosnya Imam Syafii kecil mengatakan bahwa dirinya membawa uang sebanyak 400 dirham.

Ketika ditanya mengapa ia mengatakan dengan jujur apa yang dibawanya, Syafi’i pun menjawab, “Aku berkata jujur kepadamu karena aku telah berjanji kepada ibuku untuk tidak berdusta kepada siapa pun.”

Pengalaman yang sama juga pernah saya dapatkan tentang kejujuran seorang anak, saat menjadi guru di Madrasah Ibtidaiyah, ceritanya tentang video porno, saya jajaki beberapa anak yang pernah nonton, tak terduga ternyata diantara mereka pernah menontonnya.

Mereka mendapatkan Compact disc ( CD ) dari koleksi ayahnya yang disimpan.
Bayangkan sekarang dunia digital semakin mudah untuk mengakses apa saja, bagaimana jika orang tua atau guru abai terhadap perilaku anak?

Pengalaman selanjutnya, juga saat mengajar di Madrasah Tsanawiyah, seorang anak siswa yang diajak untuk melaksanakan shalat dzuhur, dengan terpaksa dia mengikuti perintah gurunya sambil berkata, :”Saya shalat cuma di sekolah, di rumah saya gak shalat, lah wong orang tua saya juga gak shalat.”

Dari cerita pengalaman di atas kita mengetahui betapa besarnya pengaruh perilaku orang tua terhadap anak, maka benar apa yang dikatakan Nabi Muhammad saw:”Dari Abi Hurairah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Setiap anak dilahirkan dalam kondisi fitrah kecuali orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari Muslim).

Sangat beruntung jika kedua orangtua, ayah dan ibu memiliki ketaatan kepada Allah, tentu ini akan menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya. Lalu bagaimana jika kedua orangtuanya atau salah satunya adalah orang yang fasik, beragama Islam tetapi tidak taat, anak akan merasakan ketimpangan.

Di sekolah diajari dan diajak untuk menjadi muslim yang baik, taat kepada Allah dan Rasul, tapi di rumah mereka dihidang kefasikan dan kekufuran, lantas siapa yang harus diikuti, guru atau orang tua? Idealnya pendidikan di sekolah dan rumah selaras, keteladanan dari guru dan orang tua sepadan.

Banyak sekarang orang tua yang ingin menjadikan anaknya agar tidak seperti dirinya, tidak faham agama, tidak bisa mengaji, tidak taat beribadah, lantas mengantarkan anaknya belajar di sekolah, madrasah atau pesantren agar anaknya menjadi generasi yang saleh, tetapi dia lupa kepada dirinya, dia tidak memperbaiki diri.

Siswa disuruh shalat berjamaah, ternyata ada guru malah duduk-duduk dan ngerumpi di kantor, miris. Idealnya orangtua di rumah dan guru di sekolah serta di lingkungannya peduli untuk memberikan contoh dan keteladanan.

Kita memang harus terus memperbaiki diri, menumbuhkan kesadaran untuk terus menjadi lebih baik, menanamkan cahaya kebenaran dalam nurani, sehingga keimanan yang yang ada dalam dada ini menjadikan kita tunduk kepada Yang Maha Agung yang harus kita sembah sebagaimana Dia menciptakan kita dan Jin hanya untuk beribadah kepadaNya.

Firman Allah Swt dalam Al-Qur’an: ”Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Al Hadid:16).

Mari kita berbenah diri!

*Guru Madya dan Kepala MAS Al-Huda Jagong Jeget, Aceh Tengah.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.