Oleh : Fauzan Azima*
Tanah, kata sahabatku, engkau bermula dari buih. Pada zaman itu dunia masih kumpulan air yang ditopang oleh kekuatan angin. Tentu saja prosesnya tidak sim salabim. Butuh miliaran tahun membentuk gugusan gosong di tengah luasnya samudera. Ratusan ribu tahun kemudian baru bisa kita menatap dalam peta seperti sekarang ini keadaan gambaran bumi sesungguhnya.
Bagai perputaran roda pedati dalam kehidupan manusia; menunggu giliran di atas, kemudian menuju ke bawah. Kini giliran tanah menjadi penopang unsur bumi lainnya; Air, api dan angin bermain-main di punggungmu. Cuaca ekstrem; Panas, dingin, hujan dan dahsyatnya badai bagian dari keseharianmu. Proses alam itu biasa terulang kembali. Tidak ada yang perlu diherankan.
Aku adalah bebanmu. Aku atas nama diri, pada hari ini dan sebelumnya, mewakili dari sekian miliar manusia yang berada di punggungmu meminta maaf dan mohon izin selama aku hidup dari priode ke priode dan pada masanya menjadi bangkai yang lebur ke dalam tubuhmu, sudah pasti ada perbuatan dan tingkah laku yang disengaja maupun tidak disengaja berlaku sombong di hadapanmu dan merusak struktur tubuhmu.
Semula punggungmu hutan belantara, lalu kutebang pohon-pohon yang tumbuh menutup punggungmu, lalu kopotong-potong, kubakar ranting-rantingnya, kubajak hingga tandus. Teriknya matahari menyengat tubuh telanjangmu. Lalu kucangkoli untuk bercocok tanam demi keberlangsungan hidupku, keluargaku dan saudara-saudaraku.
Tubuh fisikku yang terepresentasi darimu berupa daging dan tulang, kini aku ingin engkau juga membawa beban perasaanku. Sebagai mana aku, engkau juga punya nama, rasa, bertuhan, bernabi, bermalaikat, berwali, menerima dan menyampaikan amanah. Mohon sampaikan pantun rinduku padanya yang nun jauh di sana.
Rintik hujan
Sentuh bumi
tunjuk arahkan
Alamat diri
Malam kelam
Tanpa cahaya
Luka dalam
Rinduku padanya
Derita badan
Baring dikasur
Enggan makan
Susah tidur
Butir tanah
Padang pasir
Terbayang wajah
Hati berdesir
Salah diri
Tolak dia
Jaga gengsi
Jadi tersiksa
Hembus angin
Antara pohon
Ucap Amin
Usai memohon
Sekali lagi aku mohon sampaikan pantun curahan hati ini kepadanya. Besar harapanku kepadamu untuk bersedia menjadi “mak comblang” antara aku dan dirinya. Keyakinan diri, engkau faham isi hatiku. Meski sebagian besar manusia di dunia menganggap dirimu hanya sebagai latar belakang potret dan pelengkap penderita kehidupannya.
Tidak lazim menyampaikan salam lewat tanah. Para sahabatku menyampaikan salam lewat hembusan angin, aliran air dan api yang menyala-nyala dalam menyatakan hasrat, rindu dan cintanya kepada kekasih hatinya.
Itu hanya soal ekspresi manusia; sebagai mana banyak jalan menuju Roma. Orang menyatakan cinta lewat puisi, cerpen, bunga, syair dan sajak, mendaki gunung, berkelana, bermain teater, bernyanyi, bermusik, bahkan ada merendahkan dirinya dengan “mah tabak” kepada kekasihnya.
Banyak alasan menyampaikan hasrat, rindu dan cinta lewat tanah. Cerita bersambung tentang rantai makanan terjadi pada permukaannya. tikus kalah dengan kucing, kucing kalah dengan harimau, harimau kalah dengan angin, angin kalah dengan gunung, gunung kalah dengan kerbau, kerbau kalah dengan tali, tali kalah dengan tikus. Rekam jejak seluruh cerita di dunia selalu terhubung denganmu.
Tanah, saringlah niatku. Sekiranya itu baik untuk diri di masa depanku, maka sampaikan kepada alamat yang dimaksud di manapun berada. Sebaliknya kalau hanya menjadi derita bathinku maka hambatlah pantunku sampai kepadanya. Berilah isyarat kepadaku apapun yang terjadi.
Begitupun, andai ada orang yang menyampaikan pesan yang bermanfaat kepada diriku maka segera sampaikan, sebaliknya kalau itu menyengsarakan kembalikan kepadanya. Engkau menjadi filter baik dan buruknya diriku dan orang lain.
Orang tuaku dan para tuan guru selalu mengajarkan untuk selalu berbuat baik kepada diri sendiri, orang lain dan alam semesta. Kadang kala diri ini menjadi tempat salah dan khilaf. Tidak ada kalimat putus asa dan larut dalam derita rasa bersalah. Mereka selalu punya cara meleburnya menjadi tiada.
Tanah dah
Dilem renggali
Mandi tobatlah
Bersihkan diri
Wahai tanah, bimbinglah kaki ini agar aku tidak salah melangkah tanpa tentu arah tujuan. Lapangkanlah jalanku jika ada kebaikan di sana. Hambatlah jika ada keburukan padanya. Marilah kita saling tolong menolong sesama makhluk Allah. Ingat jangan sampai lupa; kepadanya sampaikan salam rinduku.
(Sikundo, Jum’at, 23 Oktober 2020)
Ikuti channel kami, jangan lupa subscribe :





